Haditsul Ifki dan Logika Pemberitaan Hoax Hari Ini

haditsul ifki

Pecihitam.org– Salah satu tema menarik yang ada dalam Sirah Nabawiyah adalah haditsul ifki (kabar hoax) tentang perselingkuhan Sayyidah Aisyah dengan Shafwan bin Muatthal.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bulan Sya’ban tahun ke-5 Hijrah merupakan saat terjadinya perang Bani Mushthaliq. Istri Rasulullah SAW yang mendapatkan giliran mendampingi beliau dalam perjalanan kali ini adalah Sayyidah Aisyah radiyallahu anha.

Saat pulang menuju Madinah pasca peperangan, Aisyah pergi menunaikan hajat saat rombongan sedang istirahat.

Selesai buang hajat, Aisyah ingin kembali ke tandu (pelangkin). Namun kalungnya hilang, mungkin terjatuh saat buang hajat. Aisyah pun kembali ke lokasi sekitar ia buang hajat untuk mencari kalungnya.

Sementara itu, rombongan melanjutkan perjalanan pulang ke Madinah, karena mengira Sayyidah Aisyah sudah masuk ke dalam tandu. Perlu diketahui, Sayyidah Aisyah waktu itu merupakan seorang wanita yang kurus, sehingga bagi orang yang memikul tandu bebannya terasa kurang lebih sama baik ada Sayyidah Aisyah di dalamnya atau tidak.

Setelah rombongan sampai di Madinah, barulah mereka tersadar bahwa Ummul Mukmininin Aisyah tidak berada di dalam tandu.

Sementara itu, Sayyidah Aisyah tertinggal di di mana rombongan beristirahat. Merasa tertinggal, sebagai perempuan yang memang dianugerahi kecerdasan, Sayyidah Aisyah tidak beranjak dari tempat itu.

Ia yakin rombongan akan kembali menyusul jika disadari bahwa Aisyah tidak ada di dalam plangkin. Atau jika ada orang atau kafilah yang melintas di daerah itu, maka Aisyah akan mendapatkan pertolongan.

Begitulah. Sayyidah Aisyah memang dikenal sebagai wanita yang cerdas. Bahkan Nabi pernah bersabda tentang keutamaan Ummul Mukmininin putri Sayyidina Abu Bakar ini.

“Ambillah separuh agamamu dari perempuan ini (Aisyah)”

Daftar Pembahasan:

Kisah Lengkap Haditsul Ifki

Dan inilah kisah lengkap tentang haditsul ifki

Saat itu Sayyidah Aisyah pergi bersama Rasulullah dalam peperangan Bani Musthaliq karena dialah istri nabi yang mendapat undian untuk ikut.

Pengundian tersebut biasa dilakukan setiap Rasulullah saw. hendak melakukan perjalanan. Setelah peperangan usai, Rasulullah dan pasukannya melakukan perjalanan untuk kembali ke Madinah. Saat di perjalanan mereka singgah di suatu tempat.

Pada malam hari rombongan berniat melanjutkan perjalanan, saat semua orang berkemas-kemas hendak melanjutkan perjalanan, Aisyah keluar tanpa sepengetahuan rombongannya untuk buang hajat.

Ketika Aisyah akan kembali ke rombongan, Aisyah menyadari bahwa kalung yang ia gunakan sudah tidak menempel di lehernya. Ia kembali ketempat ia buang hajat untuk mencari kalungnya.

Saat Aisyah sedang mencari kalungnya, rombongan mengira bahwa Aisyah tetap berada di haudaj (rumah kecil yang terpasang di punggung unta), kemudian orang yang bertugas melayani unta Aisyah menuntun unta tersebut pergi bersama rombongan melanjutkan perjalanan mereka.

Setelah Aisyah menemukan kalungnya, ia kembali. Namun, tidak ada seorang pun yang Aisyah temukan di sana. Tidak ada yang dapat Aisyah lakukan, kemudian ia hanya berbaring dengan berselimut jilbab.

Ia berfikir jika rombongan menyadari ketiadaannya di haudaj, maka mereka pasti akan mencarinya dan kembali ketempat tersebut.

Tanpa Aisyah sadari, tiba-tiba terdengar suara seseorang berucap “inna lillahi wainna ilaihi raaji’un, istri Rasulullah.”

Saat Aisyah membuka mata, terlihat sosok Shafwan bin Mu’aththal berdiri di samping Aisyah. Shafwan mengenali Aisyah sebelum adanya perintah menggunakan hijab.

Baca Juga:  Lika-Liku Aliran Fundamentalis yang Hanya Memahami Hadis Nabi Secara Tekstual

Setelah itu Sofwan merendahkan untanya dan memerintahkan Aisyah menaikinya. Kemudian Shafwan menuntun unta tersebut untuk menyusul rombongan hingga di Nahr adz-Dzahirah.

Dari sinilah tersebar fitnah atau hadisul ifki (kabar hoax) mengenai Aisyah hingga tersebar luas di Madinah.

Setibanya di Madinah, fitnah mengenai Aisyah semakin menyebar luas di kalangan masyarakat. Rasulullah hanya diam dan tidak menanggapinya.

Karena cukup lama wahyu dari Allah swt. belum turun kepada Rasulullah saw., beliau pun meminta pendapat kepada para sahabatnya mengenai berita tersebut.

Ali bin Abi Thalib menyampaikan pendapatnya melalui isyarat. Secara tidak langsung ia berpendapat agar Rasulullah menceraikan Aisyah dan mengambil wanita lain.

Sedangkan sebagian sahabat berpendapat agar Rasulullah tetap mempertahankan Aisyah dan tidak mendengarkan perkataan-perkataan kaum munafik.

Sejak awal kepulangan dari peperangan, Aisyah jatuh sakit dan ia tidak mengetahui mengenai fitnah yang menimpa dirinya.

Akan tetapi, Aisyah merasa heran dengan sikap Rasulullah kepadanya. Biasanya Rasulullah saw. selalu bersikap dan memberikan sentuhan lembut kepada dirinya saat ia sakit, berbeda dengan sikap yang didapatkannya saat ini.

Rasulullah hanya bertanya bagaimana keadaan dirinya, tak ada yang lebih hingga keadaan Aisyah membaik.

Hingga suatu malam Aisyah pergi untuk buang hajat ditemani Ummu Misthah. Ketika itulah Ummu Mistah menceritakan berita yang menyebar luas di Madinah mengenai dirinya.

Aisyah kaget. Segera kembali ke rumah dan meminta izin kepada Rasulullah untuk pulang ke rumah orang tuanya dan mencari tahu berita yang menyebar mengenai dirinya.

Setelah Rasulullah mengizinkan, Aisyah pergi ke rumah orang tuanya sehingga ia mengetahui apa yang sedang terjadi hingga Aisyah pun tak henti-hentinya menagis.

Rasulullah saw. datang menemui Aisyah sambil mengucapkan syahadat, kemudian bersabda, “Wahai Aisyah, telah kudengar berita begini dan begitu mengenai dirimu. Jika memang engkau bebas dari tuduhan tersebut, tentu Allah akan membebaskanmu, dan jika engkau telah melakukan dosa, maka mohon ampun dan bertaubatlah kepada Allah, maka Allah akan mengampuninya.”

Mendengar perkataan Rasulullah, Aisyah bagai tersambar petir dan air matanya pun terus mengalir tanpa henti karena suaminya mempercayai berita tersebut.

Kemudian ia menanyakan pendapat orang tuanya mengenai berita yang menimpa dirinya. Dari keduanya hanya jawaban sama yang ia dapatkan.

Mereka hanya berpendapat dan berkata tidak tahu apa yang harus mereka katakan. Tak ada yang mempercayainya, maka kesedihan Aisyah semakin bertambah.

Setelah itu Aisyah mengatakan bahwa dirinya sudah mengira bahwa kedua orang tuanya pun sudah mengetahui berita bohong (haditsul ifki) yang tersebar.

Mereka pasti mempercayai penyebaran berita tersebut. Bahkan, walaupun Aisyah memberitahu mereka bahwa dirinya terbebas dari tuduhan tersebut dan Allah mengetahui bahwa ia benar-benar terbebas dari tuduhan itu, pasti mereka tetap tidak mempercayai Aisyah.

Akan tetapi, jika mengakui tuduhan itu, padahal Allah mengetahui Aisyah tak melakukannya pasti mereka akan mempercayainya.

Kemudian Aisyah mengatakan bahwa demi Allah dirinya tidak mendapatkan perumpamaan antara dirinya dan orang tuanya, kecuali seperti perkataan ayahnya Nabi Yusuf yang terdapat dalam QS. Yusuf ayat 18 berikut:

Baca Juga:  Stay at Home, Berkhalwat di Tengah Wabah Corona

فَصَبْرٌ جَمِيْلٌ ۗوَاللّٰهُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ

Maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”

Kemudian Aisyah pergi dan berbaring di tempat tidurnya.

Pada saat Aisyah berbaring di tempat tidurnya, tak lama Rasulullah saw. tampak terlihat lemah dan keringatnya bercucuran, menandakan Rasulullah saw. akan menerima wahyu dari Allah swt.

Kejadian tersebut biasa dialami Rasulullah saw. ketika menerima wahyu-wahyu sebelumnya. Setelah keadaannya terlihat seperti biasa, Rasulullah saw. menghampiri Aisyah dan tersenyum kepadanya seraya berkata “Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membebaskan kamu.”

Kemudian ibu Aisyah memerintahkan Aisyah berterimakasih kepada Rasulullah. Akan tetapi Aisyah ra. menolak dan berkata, “Tidak! Demi Allah, aku tidak akan berterimakasih kepadanya, dan aku tidak akan memuji kecuali Allah, karena Dialah yang telah menurunkan pembebasanku.”

Rasulullah saw. kemudian keluar dan berkhutbah kepada orang-orang dan membacakan ayat-ayat al-Quran yang diwahyukan kepadanya mengenai berita bohong (haditsul ifki) mengenai Aisyah ra.

Wahyu dari Allah swt. yaitu QS. An-Nur ayat 11:

اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).

Haditsul Ifki & Logika Pemberitaan Hoax

Hoax atau hadisul ifki tentang perselingkuhan Aisyah dibuat-buat oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, orang munafik Madinah.

Jika kita mencermati antara haditsul ifki yang terjadi pada masa Nabi dengan logika pemberitaan hoax yang terjadi di era sekarang ini, maka setidaknya ada tiga kesamaan sebagaimana berikut:

Dibuat Seolah Masuk Akal

Kabar bohong atau berita hoax dibuat atau diolah sedemikian rupa seolah-olah itu adalah fakta yang masuk akal.

Kita perhatikan hadisul ifki yang merupakan ulah dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Bagaimana dia melancarkan serangan hoax-nya kepada keluarga Nabi dan membuat itu seolah-olah masuk akal.

Karena saat Siti Aisyah pulang ke Madinah dalam keadaan dibonceng oleh Shafwan bin Muatthal. Kemudian itu dibesar-besarkan sehingga orang-orang mempercayai seolah-olah Aisyah dengan Shafwan bin Muatthal telah melakukan perbuatan serong.

Begitu juga penyebaran hoax hari ini. Sesuatu yang suatu kebohongan dinarasikan sedemikian rupa, dikait-kaitkan dengan hal lain. Kemudian disebarkan seolah itu adalah sesuatu yang benar-benar nyata.

Orang yang Tak Paham Turut Menyebarkan

Sebagian orang secara naluri memang suka yang heboh-heboh. Tak terkecuali yang ada di zaman Nabi. Maka mereka yang di dalam hatinya ada penyakit dan kebencian pada keluarga Nabi, mudah saja menyebarkan bad news (berita buruk) tentang rumah tangga Nabi.

Baca Juga:  Ini Daftar 22 Hoax di Bulan April, Kominfo: Banyak Terkait Pilpres 2019

Dari situlah, kabar bohong itu meluas seantero Madinah dan menjadi bahan gosip lidah-lidah yang tak terpelihara.

Itu gambaran persebaran hoax zaman dulu. Bagaimana dengan yang sekarang?

Tentu di era kecanggihan teknologi ini, penyebaran hoax lebih cepat dan massif.

Hoax untuk menjelekkan pemerintah, merusak nama baik ulama ataupun usaha untuk membenturkan ajaran agama dan nilai serta norma Pancasila.

Itu hanya secuil dari ribuan hoax yang berseliweran di media sosial hari ini. Ketika ada caption yang menjelekkan pemerintah, langsung saja disahre ke teman. Lalu teman itu mem-forward lagi. Praktis, hanya dalam hitungan detik, hoax sudah tersebar ke ribuan orang lainnya.

Padahal ada dampak besar yang mungkin saja tidak disadari ketika dengan mudah tanpa filter kita sembarang menyebarkan hoax.

Orang yang suka share kabar hoax, ia akan dicap raja atau ratu hoax. Nabi bersabda sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh oleh Imam Ahmad.

وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (tukang hoax)

Ada Pihak yang Dirugikan

Ketika hoax tersebar, jelas ada pihak yang dirugikan.

Unmul Mukminin, Siti Aisyah adalah contoh nyata dalam hal ini. Dalam peristiwa yang diceritakan di atas, betapa Siti Aisyah seorang istri yang alim dan terhormat dibuat gelisah hingga sakit gara-gara ada yang menyebarkan hoax bahwa ia telah berbuat serong dengan seorang lelaki bernama Shafwan bin Muatthal.

Aisyah jatuh sakit, bahkan minta izin untuk pulang ke rumah orang tuanya. Berhari-hari ia sedih menahan perihnya hati dan malam-malam dalam durasi sebulan lamanya dijalani dengan gelisah susah tidur.

Hari ini jika ada kabar hoax tentang seseorang atau tentang suatu pemerintahan, maka penilaian dan sikap seseorang juga akan berubah.

Yang awalnya simpati jadi benci. Yang awalnya hormat mulai mengumpat. Yang tadinya memuji, sekarang mem-bully. Yang semula bermitra, kini sudah mencerca.

Menyikapi Informasi

Bayangkan. Renungkan! Bagaimana jika kabar hoax itu adalah tentang anda atau keluarga anda. Tidakkah itu membuat hatimu sedih, sebagaimana yang dialami Siti Aisyah?

Jika kamu merasa sedih ketika ada kabar bohong tentang diri atau keluargamu, maka mulai sekarang jangan suka nge-hoax. Jangan pula mudah share kabar tak jelas dan ujaran kebencian.

Kata orang-orang, saring dulu sebelum share. Kata Al-Qur’an, jika ada orang fasik bawa kabar, tabayyun dulu. Kata Hadis, cukuplah dosa bagi seseorang ketika ia membicarakan setiap yang didengarnya.

Faisol Abdurrahman