PeciHitam.org – Nama Hagia Sophia atau Aya Sofya tidak asing ditelinga segenap kaum Muslim di dunia ia merupakan situs penting peradaban Islam di Turki.
Lintasan sejarah mencatat, bahwa Hagia Sophia atau Aya Sofya dibangun dengan pondasi agama Kristen Katholik Ortodoks. Perubahan menjadi Masjid baru terjadi setelah penaklukan kota Istanbul oleh Sultan Mehmed II dari Kesultanan Utsmaniyah.
Latar Hagia Sophia yang sebelumnya menjadi gereja terbesar di kawasan Eropa pada masa itu tidak menjadikan Sultan Mehmed II antipati dengannya.
Hagia Sophia dialih fungsikan menjadi Masjid tempat sujud dengan hanya menutupi simbol-simbol kristen dengan kelambu hitam dan menambahkan aksen Masjid seperti Menara, Mihrab dan Minbar untuk Ceramah.
Inilah bentuk kebijaksanaan dalam bingkai penghormatan kepada penganut agama lain yang harus menjadi teladan bagi umat Islam era modern.
Hagia Sophia, Dibangun dengan Pondasi Kekristenan
Pembangunan Hagia Sophia atau Aya Sofya di mulai pada masa pemerintahan Kaisar Yustinus I atau Kaisar Yustinus Agung. Ia memerintah di Kerajaan Romawin Timur (Bizantium) pada tahun 527-565 Masehi dengam visi meluaskan kekuasaan di bagian barat.
Pembangunan Hagia Sophia dimulai pada tahun 532-537 dengan peruntukan utama sebagai Gereja Katolik untuk persembahan Kebijaksanaan Tuhan.
Sejarah Utama peringatan Natal jatuh pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya dalam penanggalan Masehi bermula dari kebijakan Yustinus I tersebut.
Peran Hagia Sophia dalam sejarah Kristen Katholik Ortodoks Timur sangat kuat, karena Gereja Hagia Sophia menjadi Rumah bagi Patriark Ekumenis Konstantinopel.
Istilah ini ditujukan untuk sebuah kekuasaan Gerejawi yang membawahi misi dakwah Kristen di kawasan Konstantinopel atau Turki pada masa sekarang.
Peran Hagia Sophia sebagai Gereja Utama bagi Agama Katholik Ortodoks Timur bertahan hingga tahun 1453 M ketika Invasi Tentara Muslim di bawah komando Sultan Mehmed II.
Sebelum Invasi tentara Muslim oleh Kesultanan Turki Utsmani, usaha menaklukan Konstantinopel pernah dicoba oleh Khalifah kedua Bani Umayyah, Yazid bin Muawiyyah
Dalam pasukan Yazid bin Muawiyyah terdapat seorang sahabat Rasulullah SAW yang berumur panjang yaitu Abu Ayyub al-Anshari. Beliau mengikuti pasukan Islam menyerang benteng Konstantinopel ketika beliau menginjak umur 80 tahun.
Beliau wafat dan berwasiat untuk dikebumikan digaris terdepan tentara Islam sebagai bukti bahwa memiliki jiwa Mujahid utama.
Abu Ayyub Al-Anshari dan Nubuat Nabi SAW
Penyerangan benteng Konstantinopel oleh pasukan Islam pada tahun 52 Hijriyah merupakan catatan sejarah perjuangan memperluas wilayah dakwah Islam.
Sahabat Abu Ayyub al-Anshari menjadi bukti otentik bahwa Islam berani bertempur sampai titik darah penghabisan walaupun belum menemui kemenangan.
Kiranya perjuangan Abu Ayyub al-Anshari mendasar pada dalil hadits Nabi Muhammad SAW tentang Nubuat yang diriwayatkan oleh Abu Qabil;
فقال عبدُ اللهِ : بينما نحنُ حولَ رسولِ اللهِ نكتبُ ، إذ سُئِلَ رسولُ اللهِ : أىُّ المدينتيْنِ تُفتحُ أولًا القسطنطينيةُ أو روميَّةُ ؟ فقال رسولُ اللهِ : مدينةُ هرقلَ تُفتحُ أولًا : يعني قسطنطينيةَ
Artinya; ‘Berkata Abdullah bin Mas’ud: Tatkala kami bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk menulis, tiba-tiba beliau ditanya: Manakah kota yang terlebih dahulu dibuka, apakah Konstantinopel ataukah Romawi?’. Maka beliau menjawab: ‘Yang dibuka terlebih dahulu adalah kota Heraklius’. Yaitu Konstantinopel“
Keyakinan Abu Ayyub al-Anshari ketika mengikuti invasi Islam ke Konstantinopel adalah janji Nabi SAW bahwa kota Konstantinopel yang terkenal sebagai kota agama Kristen Katholik akan ditaklukan oleh pasukan Islam.
Namun nubuat Nabi SAW tidak terbukti pada masa Abu Ayyub menyerang Konstantinopel, namun jauh setelah kewafatannya pada tahun 52 H atau 672 M.
Penaklukan Konstantinopel terjadi pada tahun 1453 Masehi yang mana berjarak hampir 800 tahun dari kewafatan sahabat Abu Ayyub al-Anshari.
Baru pada tahun tersebut Hagia Sophia dijadikan Masjid dengan tidak merusak simbol-simbol gereja di Hagia Sophia. Ash-Shawabu Minallah