Hajar Aswad: Rahasia Sejarah, Keistimewaan dan Doa Ketika Menciumnya

hajar aswad

Pecihitam.org – Ada satu momen yang pasti tidak ingin dilewatkan oleh para jamaah haji atau umroh ketika mereka sedang berada di Masjidil Haram terutama saat didekat Ka’bah. Momen tersebut adalah mencium Hajar Aswad. Jutaan manusia ingin memegang serta menciumnya, seperti yang dahulu dilakukan oleh Nabi Saw.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bahkan konon banyak diantara para jama’ah haji atau umroh yang rela berdesak-desakan hanya untuk dapat mendekat maupun mencium hajar aswad. Hajar Aswad ( ٱلْحَجَرُ ٱلْأَسْوَد‎) berasal dari kata Hajar yang berarti batu dan Aswad yang berarti hitam. Sehingga jika diterjemahkan artinya adalah batu hitam.

Daftar Pembahasan:

Batu Ini Dahulu Berwarna Putih

Konon Hajar Aswad ini dulu berwarna putih, dan karena dosa-dosa manusialah yang menjadikannya berwarna hitam. Rasulullah SAW mengungkapkan, bahwa batu ini berasal dari surga. Dan nanti sebelum hari kiamat, batu ini akan diangkat kembali oleh Allah Swt ke tempat semula.

Hajar Aswad diturunkan dari surga ke bumi pada masa kehidupan Nabi Ibrahim dan Ismail. Malaikat Jibril membawa batu tersebut menyerahkannya kepada Nabi Ismail ketika ayah dan anak ini membangun Kabbah.

Dalam sebuah hadist Rasulullah Saw mengatakan bahwa dulu Hajar Aswad ini begitu putih, namun karena dosa-dosa manusia batu ini kemudian menghitam. Fakta tersebut mengacu pada hadist Nabi SAW,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, beliau bersabda,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ »

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut begitu putih lebih putih daripada susu. Dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam”. (HR Tirmidzi)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَكَانَ أَشَدَّ بَيَاضاً مِنَ الثَّلْجِ حَتَّى سَوَّدَتْهُ خَطَايَا أَهْلِ الشِّرْكِ.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hajar aswad adalah batu dari surga. Batu tersebut lebih putih dari salju. Dosa orang-orang musyriklah yang membuatnya menjadi hitam.” (HR. Ahmad)

روي ابن خزيمة عن ابن عباس رضي الله عنهما أن الحجر الأسود ياقوتة من يواقيت الجنة أشد بياضا من اللبن وإنما سودته خطاي ابن آدم ولولا ذلك ما مسه ذوعمة إلا برئ

Baca Juga:  Suluk Wujil - Kitab Rahasia Tasawuf Karya Sunan Bonang (Bagian 2)

“Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anh bahwa sesungguhnya hajar aswad merupakan salah satu batu intan permata dari beberapa intan permata di surga, berwarna sangat putih, lebih putih dari susu, hanya saja dosa-dosa manusia menjadikannya hitam. Andai saja tidak terjadi hal itu, maka tak seorangpun yang sakit ketika menyentuhnya kecuali ia akan sembuh,” (HR. Ibnu Khuzaimah).

Sabda Rasulullah Saw ini kemudian dibuktikan dengan penelitian dari berbagai literatur. Memang, batu ini tidak seutuh seperti pada saat pertama kali turun, hal ini karena ulah kaum musrikin yang mencongkelnya sehingga sempat terurai menjadi beberapa pecahan.

Beberapa pecahan ini sempat diteliti oleh kurator koleksi mineral kekaisaran Austria-Hungaria, Paul Partsch, pada tahun 1857. Paul mengungkapkan bahwa batu itu bukan berasal dari planet bumi dan merupakan batuan meteorit.

Terang saja, jelas batu ini bukanlah batu bumi, sebab Nabi Saw telah mengatakan lebih dahulu dalam hadits beliau bahwa ia diturunkan dari surga oleh Malaikat Jibril yang ditugaskan Allah.

Dari Abdullah bin Amru berkata, “Malaikat Jibril telah membawa Hajar Aswad dari surga lalu meletakkannya di tempat yang kamu lihat sekarang ini. Kamu tetap akan berada dalam kebaikan selama Hajar Aswad itu ada. Nikmatilah batu itu selama kamu masih mampu menikmatinya. Karena akan tiba saat di mana Jibril datang kembali untuk membawa batu tersebut ke tempat semula. (HR Al-Azraqy).

Sejarah Hajar Aswad

Kisahnya batu ini berawal ketika Nabi Ibrahim As dan putranya Nabi Ismail As diperintahkan Allah SWT untuk membangun Ka’bah. Saat hampir selesai mengerjakannya, Nabi ibrahim As merasa ada yang kurang pada Ka’bah tersebut. Kemudian ia memerintahkan puteranya untuk mencari satu lagi batu yang bagus.

“Anakku pergilah engkau mencari sebuah batu lagi yang akan aku letakkan di Ka’bah sebagai penanda bagi manusia”

Nabi Ismail kemudian mencari batu permintaan ayahnya. Ia menyusuri satu bukit ke bukit lainnya untuk mencari batu. Namun tidak kunjung ditemukan. Ketika sedang mencari, kemudian datang malaikat Jibril dan memberinya sebuah batu yang indah.

Nabi Ismail kemudian menerima batu itu dan segera membawanya untuk diberikan pada sang ayah. Nabi Ibrahim As pun takjub dan mencium batu itu beberapa kali, kemudian ia bertanya pada putranya.

“Dari mana kamu peroleh batu ini anakku?” Nabi ismail As menjawab “Ayahku, batu ini aku dapat dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu” Nabi Ibrahim AS mencium batu itu lagi dan diikuti oleh Nabi Ismail AS.

Baca Juga:  Tips Memilih Presiden yang Baik di 17 April 2019 Ala Buya Yahya

Keistimewaan Hajar Aswad

Walaupun hanya sebuah batu, namun terdapat beberapa keistimewaan yang dimilikinya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki dalam kitab Al-Hajj Fadlail wa Ahkam berikut ini:

Pertama, sunnah mencium serta mengusapkan tangan pada batu hitam ini. Hal sebagaimana kisah Sayyidina Umar bin Khattab, yang suatu saat mendatangi Hajar Aswad lalu menciumnya. Umar berkata:

إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ

Artinya: “Sungguh, aku tahu, kamu hanya batu. Tidak bisa memberi manfaat atau bahaya apa pun. Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.” (HR Bukhari)

Hadits di atas mengisahkan, bahwa Sayyidina Umar dengan mata kepalanya sendiri telah menyaksikan Rasulullah Saw mencium Hajar Aswad, sehingga menjadikannya ingin meniru perilaku Nabi Saw sebagaimana yang disampaikan di atas.

Meski secara kasat mata batu itu tidak bisa memberi manfaat dan bahaya sama sekali, namun menurut Musthafa Dib al-Bagha, Hajar Aswad tetap bisa memberi manfaat yaitu mendatangkan pahala menciumnya. Sebab sunnah Nabi-lah yang menjadikannya pahala, bukan karena batu itu ajaib atau bertuah.

Kedua, Hajar Aswad menempati tempat paling mulia di muka bumi ini. Terletak tepat di pojok Ka’bah pada bagian timur laut. Sudut inilah yang konon pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim bersama Ismail.

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan Kami terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 127)

Ketiga, Hajar Aswad berada di tempat di mana posisinya selalu menjadi permulaan tawaf dari jamaah haji maupun umrah.

Keempat, diriwayatkan oleh Abu Ubaid, bahwa Rasulullah Saw mengqiaskan Hajar Aswad ibarat ‘tangan Allah’ di bumi. Barangsiapa yang mengusapnya, seolah-olah ia sedang bersalaman dengan Allah Swt. Selain itu, ia dianggap seperti sedang berbaiat kepada Allah dan Nabi Muhammad Saw. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

مَنْ فَاوَضَهُ، فَإِنَّمَا يُفَاوِضُ يَدَ الرَّحْمَنِ

Baca Juga:  Viral Video Seorang Pria Dikawal Saat Mencium Hajar Aswad, Diduga Mbah Moen

Artinya: “Barangsiapa bersalaman dengannya (Hajar Aswad), seolah-olah ia sedang bersalaman dengan Allah yang maha pengasih.” (HR Ibnu Mâjah: 2957)

Kelima, Hajar Aswad memancarkan cahaya yang sangat besar. Namun Allah Swt menutupinya sebagaimana yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Hibban.

Keenam, di hari kiamat nanti, Hajar Aswad akan menjadi saksi bagi siapa saja yang pernah menyentuhnya dengan niat yang sungguh-sungguh. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dalam kitab Sunan at-Tirmidzi dan al-Ausath karya at-Thabrany.

Ketujuh, Hajar Aswad akan memberikan syafaat dan syafaatnya diterima Allah Swt sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Imam at-Thabrany.

Kedelapan, Hajar Aswad diibaratkan tangan Allah yang ada di muka bumi ini. Hadits berikut ini penguat antara satu dengan yang lainnya, yang menjadikannya hadits hasan:

إِنَّ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ يَمِينُ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ لَمْ يُدْرِكْ بَيْعَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَسَحَ الْحَجَرَ، فَقَدْ بَايَعَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ»

Artinya: “Sesungguhnya Hajar Aswad merupakan (seolah) tangan Allah di muka bumi. Barangsiapa yang tidak bisa berbaiat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kemudian mengusap Hajar Aswad, maka ia sedang berbaiat kepada Allah dan Rasul-Nya. (Muhammad al-Azraqi, Akhbaru Makkah wa Mâ Jâa minal Âtsâr, Beirut, juz 1, halaman 325).

Doa Melihat, Menyentuh dan Mencium Hajar Aswad

Berikut adalah doa yang dianjurkan ketika kita melihat, menyentuh, atau pun mencium Hajar Aswad:

بِسْمِ اللهِ ، وَاللهُ أَكْبَر اللَّهُمَّ إِيمَاناً بِكَ ، وَتَصْدِيقًا بِكِتَابِكَ ، وَوَفَاءً بِعَهْدِكَ ، وَاتِّبَاعاً لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عليه وسلم

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, Allah maha besar. Ya Allah, seraya iman kepada-Mu, membenarkan kitab-Mu, menepati janji kepada-Mu, serta mengikuti sunah Nabi-Mu, Muhammad shalLallahu ‘alaihi wa sallam”. (Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syato’ ad-Dimyathi, Hasyiyah I’anah ath-Thalibin ‘ala Halli Alfadzi Fathi al-Mu’in li Syarh Qurratil-‘Ain, Dar el-Fikr, Beirut, juz 2, halaman 337).

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik