PeciHitam.org – Seringkali kita temui beberapa ceramah yang menghibur kaum fakir miskin, menghubungkannya dengan kebahagiaan akhirat. Seolah bahwa menjadi kaya bukanlah sebuah hal yang Islami.
Padahal Islam sendiri menganjurkan penganutnya agar mencari rezeki, bukan hanya beribadah sepanjang waktu.
Beribadah jelas baik, namun mencari rezeki juga penting untuk bekal ibadah. Terlebih jika mencari rezeki didasari niat ibadah, tentu dapat meraih keduanya.
Daftar Pembahasan:
Kekayaan Nabi Sulaiman
Sejarah Islam juga mencatat bahwa Nabi Sulaiman merupakan orang terkaya yang belum pernah ada sebelumnya. Tak seorang pun di dunia yang mampu menandingi anugerah harta kekayaan Nabi Sulaiman.
Hal ini berkat doa Nabi Sulaiman yang diabadikan dalam al-Quran Surat Shad ayat 35 sebagai berikut:
قَالَ رَبِّ ٱغْفِرْ لِى وَهَبْ لِى مُلْكًا لَّا يَنۢبَغِى لِأَحَدٍ مِّنۢ بَعْدِىٓ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
Artinya: Ia berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS Shad: 35).
Doa Nabi Sulaiman tersebut dikabulkan oleh Allah. Nabi Sulaiman diberi anugerah dan pengetahuan yang luar biasa melimpah, serta kekuasaan dan wewenang yang meliputi seluruh makhluk, baik itu manusia, hewan, bahkan jin pun tunduk.
Besarnya anugerah yang dilimpahkan kepada beliau, membuat Nabi Sulaiman as semakin bersyukur kepada Allah SWT. Bentuk syukur Nabi Sulaiman tersebut terekam dalam al-Quran, sebagai berikut:
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
Artinya: maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.” (QS An-Naml: 19)
Nabi Muhammad Berjiwa Kaya
Sejak kecil, kita seringkali dijejali informasi bahwa Nabi Muhammad bukanlah orang kaya. Hanya bermodalkan fakta bahwa nabi tidur dalam keadaan perut lapar, bukan berarti Nabi hidup miskin. Justru hal tersebut menunjukkan bahwa nabi hidup sederhana dan tidak bermewah-mewahan.
Jikalau pun Nabi menghendaki, dengan kekuasaannya sebagai pemimpin negara sekaligus pemimpin agama, tentu beliau mampu mendapatkan itu semua karena memiliki privilege lebih.
Apalagi jika beliau mau meminta secara langsung kepada Allah SWT, niscaya akan dikabulkan-Nya.
Rasulullah SAW merupakan pribadi yang berjiwa kaya. Beliau juga merupakan pribadi yang begitu giat dan ulet, sehingga tercapainya kekayaan bukanlah hal yang mustahil.
Dengan harta kekayaan yang Nabi Muhammad miliki, juga semakin meningkatkan kepeduliannya terhadap orang-orang yang di sekelilingnya.
Jika dilihat dari keturunan, Rasulullah SAW lahir dari kaum Quraisy yang identik sebagai pedagang ulung. Hal ini disebabkan karena konon daerah yang dihuni oleh kaum Quraisy merupakan jalur perdagangan.
Sehingga tidak heran jika sedari kecil, Rasulullah pun sudah terbiasa mencari hartanya dengan cara berdagang. Kredibilitas beliau sebagai seorang pedagang bahkan dijuluki sebagai seorang yang terpercaya (Al-Amin).
Muhammad Al-Amin, begitu sematan di belakang nama Rasulullah SAW ketika remaja. Siapapun dagangannya yang dibawa oleh Rasulullah SAW selalu mendapatkan keuntungan secara adil dan jujur.
Tak ada yang Rasulullah sembunyikan, dan tak ada yang tak diberitahukan secara transparan. Rasulullah bukan kaya karena harta warisan. Bukan pula kaya karena menjadi raja. Beliau memiliki usaha yang luas, Rasulullah bahkan membangun masjid raya dengan hartanya sendiri.
Harta Kekayaan Nabi Muhammad
Dari hasil dagang ini, Rasulullah kemudian memperoleh harta kekayaannya. Namun begitu, beliau tak pernah merasa bahwa harta yang diperolehnya adalah miliknya seorang diri.
Tercatat, neraca dagang Rasulullah berupa 1,216,343 gram emas atas usaha Rasulullah, 1,251.601 gram emas atas pembiayaan (investasi dan sedekah), serta 15 bidang tanah dengan masing-masing harga jual sebesar 25,5 kilogram (kg) emas yang diwakafkan.
Berdasar catatan di atas saja, jika dikonversikan pada nilai tukar saat ini tentu hasilnya fantastis. Jika dirupiahkan, emas yang dimiliki oleh Rasulullah bernilai 10 T lebih. Sedangkan 15 bidang tanah tersebut dikonversikan ke rupiah sekitar 20 M.
Dari sumber-sumber harta beliau, tak heran rasanya jika Rasulullah kerap memberikan hartanya kepada banyak orang. Beliau adalah orang yang sangat-sangat dermawan.
Atas kedermawanannya yang tak tertandingi itu, malaikat Jibril bahkan pernah menyebut bahwa kedermawanan Nabi Muhammad SAW atas hartanya kepada orang lain (terlebih di bulan Ramadhan) melebihi kedermawanan angin yang berhembus sekalipun.
Rasulullah bukanlah miskin, lebih tepatnya Rasulullah adalah orang yang zuhud, atau menafkahkan hartanya untuk jalan kebaikan, kemanusiaan, dan agama.
Tak berhenti sampai di situ. Kaum orientalis juga sering menuduh Rasulullah SAW bisa memiliki kekayaan berkat sumber kekayaan Sayyidah Khadijah.
Padahal, Rasulullah SAW sebagai suami merupakan sosok yang berkewajiban memberikan nafkah keluarga dan kepemimpinan itu berada di tangan kaum lelaki.
Bahkan, mahar Rasulullah SAW kepada Sayyidah Khadijah bukan hanya sembarang mahar. Mahar Nabi saat menikahi Sayyidah Khadijah berupa 20 unta bakrah. Unta-unta yang diberikan Nabi Muhammad SAW merupakan jenis unta yang terbaik dan berkualitas.
Jika unta dengan kualitas terbaik itu diasumsikan seharga Rp 50 juta per ekor, maka mahar Rasulullah SAW kepada Khadijah kala itu mencapai Rp 1 miliar jika dikonversikan ke dalam mata uang Indonesia.
Tentu saja, jumlah ini bukanlah hal yang mudah. Itu artinya, sebelum menikahi Khadijah, Rasulullah SAW merupakan pribadi yang siap dengan pernikahan.
Termasuk siap dengan mahar dengan maksud memuliakan calon istrinya. Sehingga, tidaklah mungkin Rasulullah SAW merupakan pribadi yang berjiwa miskin apalagi menjadi orang miskin.
Rasulullah memang pernah berdoa agar bisa menjadi bagian dari orang miskin. Hal tersebut merupakan bentuk sikap tawadhu’ beliau, sebab Rasulullah juga menginginkan agar dapat berkumpul dengan mereka di hari kiamat nanti.
Orang miskin mudah dihisab di hari kiamat. Mereka tidak memiliki banyak harta dibanding orang kaya, sehingga mereka lebih dahulu masuk surga. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Mahmum bin Labid, Rasulullah SAW bersabda:
اثْنَتَانِ يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدَمَ الْمَوْتُ وَالْمَوْتُ خَيْرٌ لِلْمُؤْمِنِ مِنَ الْفِتْنَةِ وَيَكْرَهُ قِلَّةَ الْمَالِ وَقِلَّةُ الْمَالِ أَقُلُّ لِلْحِسَابِ
Artinya: “Dua hal yang tidak disukai oleh manusia: kematian, padahal kematian itu baik bagi muslim tatkala fitnah melanda, dan yang tidak disukai pula adalah sedikit harta, padahal sedikit harta akan menyebabkan manusia mudah dihisab (pada hari kiamat)” (HR. Ahmad)
Dalam hadis lain juga menyebutkan keinginan beliau agar menjadi bagian dari orang-orang miskin. Sebab, dekat dengan orang miskin berarti semakin dekat dengan Allah pada hari kiamat. Berikut hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ « اللَّهُمَّ أَحْيِنِى مِسْكِينًا وَأَمِتْنِى مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِى فِى زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « إِنَّهُمْ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا يَا عَائِشَةُ لاَ تَرُدِّى الْمِسْكِينَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ يَا عَائِشَةُ أَحِبِّى الْمَسَاكِينَ وَقَرِّبِيهِمْ فَإِنَّ اللَّهَ يُقَرِّبُكِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku bersama dengan orang-orang miskin pada hari kiamat”. ‘Aisyah berkata, “Mengapa –wahai Rasulullah- engkau meminta demikian?” “Orang-orang miskin itu masuk ke dalam surga 40 tahun sebelum orang-orang kaya. Wahai ‘Aisyah, janganlah engkau menolak orang miskin walau dengan sebelah kurma. Wahai ‘Aisyah, cintailah orang miskin dan dekatlah dengan mereka karena Allah akan dekat dengan-Mu pada hari kiamat”, jawab Rasul SAW. (HR. Tirmidzi)
Itulah tadi gambaran bagaimana harta kekayaan Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad saw., dari keduanya kita bisa mempelajari bagaimana seharusnya bersikap ketika menjadi seseorang yang memiliki harta.