Pecihitam.org – Satu di antara harta yang terkena wajib zakat adalah harta tijarah (perdagangan), yang sudah mencapai nisab dan haul. Di dalam al-Qur’an, kita juga dapat menemukan dasar dalil yang digunakan para ulama fiqh dalam menetapkan hukum wajib zakat perdagangan tersebut, seperti pada Q.S. al-Baqarah: 267, Allah berfirman:
یَا أَیُّهَا الَّذِینَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا آَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlan sebagian hasil usaha yang kalian peroleh dan sebagian hasil bumi yang kami keluarkan untuk kalian.” Dasar nas di atas kemudian dijadikan dasar pijakan para sahabat, tabi’in dan ulama salaf dan menyepakati (konsensus/ ijma’) dengan menetapkan harta dagangan sebagai harta yang wajib dizakati.
Dan syarat-syarat dari tijarah (barang dagangan) adalah :
A. Mencapai haul atau genap satu tahun.
Sedangkan permulaan masa haul (satu tahun) dari harta yang terkena zakat tijarah diperinci sebagai berikut :
- Jika harta dagangan dimiliki dengan alat penukar yang berupa “nuqud” (emas atau perak) yang jumlahnya mencapai nisab, maka masa satu tahun terhitung sejak memiliki emas atau perak tersebut, bukan saat memiliki harta dagangan.
- Jika harta dagangan dimiliki dengan alat penukar selain emas dan perak atau dengan nuqud yang jumlahnya tidak mencapai nisab, maka masa satu tahun (haul) terhitung sejak memiliki harta dagangan.
B. Mencapai nisab
Nisabnya harta dagangan menggunakan standar nisab-nya emas atau perak.
Zakat yang dikeluarkan itu adalah dari nilai barang-barang yang diperdagangkan. Jumlah yang dikeluarkan sebanyak seperempat puluh persen, artinya satu dari empat puluh. Syarat wajib zakat tijarah adalah jumlah nilainya ada senisab emas (20 dinar) dan harus sudah bejalan setahun.
Jadi zakat tijarah harus dilakukan setiap tahun sekali. Cara pelaksanaannya ialah setelah tijarah berjalan satu tahun, uang kontan yang ada dan segala macam barang dagangan ditaksir, kemudian jumlah yang didapat dikeluarkan zakatnya 2,5% (dua setengah persen). Semua mazhab sepakat bahwa syaratnya harus mencapai satu tahun.
Untuk menghitungnya pertama-tama harta tersebut diniatkan untuk berdagang, apabila telah mencapai satu tahun penuh dan memperoleh keuntungan, maka ia wajib dizakati.
Imamiyah, disyaratkan adanya modal dari awal tahun sampai akhir tahun. Maka kalau dipertengahan tahun modal tersebut berkurang, maka ia tidak wajjib dizakati. Apabila nilai modal tersebut berkurang, maka hitungan tahun mulai dari awal lagi.
Syafi’i dan Hambali, kalau ia (seseorang) tidak memiliki modal yang mencapai nisab pada awal tahun, juga pada pertengahannya, tetapi pada akhir tahun sudah mencapai nisab, maka ia wajib dizakati.
Hanafi, yang dianggap atau yang dihitung dalam satu tahun, bukan hanya dipertengahan saja. Maka barang siapa yang memiliki harta dagangannya adalah mencapai nishab pada awal tahun, kemudian pada pertengahan tahun berkurang, tapi pada akhir tahun sempurna atau mencapai nishab maka ia wajib dizakati.
Tetapi kalau pada awal ataupun akhir tahun berkurang maka ia tidak wajib dizakati Disyaratkan juga bahwa harga atau nilai barang-barang dagangan tersebut harus mencapai nishab.
Maka nilai harga yang menjadi standar adalah nilai harga emas dan perak.Kalau salah satunya sama atau lebih maka wajib dizakati, tetapi kalau kurang walaupun sedikit, maka tidak wajib dizakati.
Seseorang yang memiliki kekayaan perdagangan masanya berlalu setahun, dan nilainya sudah sampai senishab pada akhir tahun itu maka orang itu wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% di hitung dari modal dan keuntungan, bukan dari keuntungan saja.