Hukum dan Batasan Anak Boleh Melihat Aurat Ibunya Sendiri

hukum anak melihat aurat ibunya

Pecihitam.org – Salah satu orang yang dibolehkan melihat aurat perempuan adalah anaknya sendiri karena ia termasuk mahram. Namun, sampai mana batas aurat yang boleh dilihat oleh anaknya sendiri? Dan bagaimana hukum seorang anak yang mengintip ibunya mandi?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Daftar Pembahasan:

Aurat Laki-laki dan Perempuan

Seputar masalah aurat perempuan sebenarnya sudah sering dibahas, beberapa terjadi perbedaan pendapat ulama mengenai batasan-batasan aurat antara perempuan dan laki-laki (batasan aurat wanita lengkapnya bisa dibaca disini).

Terkait aurat wanita secara umum dapat kita lihat dalam surah an-Nur (24): 31, Allah SWT berfirman:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي اْلإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .

Katakanlah kepada para wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” [QS. an-Nur (24); 31].

Dalam ayat di atas, selain menjelaskan tentang perintah menjaga pandangan dan memelihara kemaluan, Allah Swt juga menjelaskan tentang larangan seorang perempuan menampakkan perhiasan/aurat pada laki-laki yang bukan mahramnya.

Baca Juga:  Inilah 3 Tingkatan Taubat, Salah Satunya Tidak Harus Melakukan Dosa Baru Taubat

Selain itu juga dijelaskan siapa saja yang diperbolehkan melihat bagian-bagian dari perhiasan/aurat wanita. Dalam ayat tersebut dijelaskan anak termasuk orang yang boleh melihat aurat ibunya karena ia termasuk mahram.

Pertanyaannya, bagian mana saja dari perhiasan/aurat perempuan yang boleh dilihat oleh mahramnya tersebut?

Secara garis besar ketika berbicara mengenai batasan aurat wanita, para ulama mengklasifikasikannya menjadi tiga kelompok.

  • Pertama, aurat wanita ialah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Sebagian ulama menyebut bagian ini sebagai perhiasan/aurat bagian luar (az-zinah adz-dhahirah).
  • Kedua, anggota wudlunya; yaitu leher ke atas, lengan ke bawah, dan betis ke bawah. Para ulama menyebut bagian aurat wanita ini sebagai perhiasan/aurat bagian dalam (az-zinah al-bathinah).
  • Ketiga, antara pusar dan lutut.

Selain tiga klasifikasi di atas, ada pula ulama yang mengklasifikasikannya ke dalam dua bagian, yaitu aurat kubra (aurat besar) dan aurat sughra (aurat kecil).

Aurat kubro bagi laki-laki adalah sesuatu dari pusar sampai alat kelamin. Sedangkan bagi perempuan adalah sesuatu dari dada kebawah hingga alat kelamin. Adapun aurat sugra, baik bagi laki-laki maupun perempuan adalah selain dari aurat kubra di atas.

Batasan Aurat Perempuan dengan Mahram

Ada beberapa pendapat terkait batas aurat mana dari wanita yang boleh dilihat oleh mahramnya. Berikut pendapat menurut 4 madzhab fiqih.

Madzhab Syafi’i

Menurut madzhab Syafii aurat wanita saat bersama dengan laki-laki mahram sama dengan aurat wanita dengan sesama wanita yaitu antara pusar sampai lutut. Baik mahram karena nasab, sepersusuan atau pernikahan, tidak diperbolehkan melihat aurat yang terdapat di antara pusar dan lutut. Tapi di luar itu boleh melihatnya. Hal ini sebagaimana keterangan Imam Khatib asy-Syarbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj juz I halaman 185 dan juz III halaman 131.

Baca Juga:  Hukum Mendoakan Non Muslim, yang Boleh dan Tidak Boleh

Madzhab Maliki

Merujuk keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina’ juz V halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214, Madzhab Maliki berpendapat bahwa aurat perempuan di depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala dan leher.

Madzhab Hanbali

Ulama Madzhab Hanbali berpendapat bahwa mahram hanya boleh melihat bagian aurat yang biasa nampak ketika wanita beraktivitas (illa ma zhahara minha). Sebagaiman keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina’ juz V halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214.

Yang dimaksud dengan bagian yang biasa nampak ketika beraktifitas adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala, leher, tangan dan saq (antara lutut sampai telapak kaki) selain itu tidak boleh melihatnya. Karena bagian anggota badan yang lebih dari itu, tidak ada kepentingan mendesak baginya untuk melihatnya seperti dada, punggung dan semacamnya.

Madzhab Hanafi

Menurut madzhab hanafi, aurat wanita di depan laki-laki mahram adalah sama dengan pendapat Madzhab Maliki dan Hanbali yaitu selain wajah, kepala dan leher ditambah dada. Laki-laki boleh memandang dada wanita mahram apabila tidak syahwat menurut madzhab ini. Hal ini berdasarkan keterangan dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin juz I halaman 271.

Hukum Anak Melihat Aurat Ibunya

Berdasarkan penjelasan batasan-batasan aurat antara mahram diatas, dapat disimpulkan bahwa jika anak sudah baligh maka tidak boleh melihat aurat ibu kandungnya sendiri kecuali bagian yang biasa tampak.

Baca Juga:  Min Atsari Sujud dengan Akhlak atau Min Atsari Karpet dengan Jidat Hitam?

Adapun ketika mandi, jelas semua anggota tubuh dapat terlihat. Oleh karena itu, tidak diperkenankan bagi anak untuk melihat apalagi mengintip ibunya sendiri ketika mandi.

Di samping itu, tindakan mengintip orang mandi hakikatnya adalah tindakan yang tidak terpuji. Karena di sana ada upaya untuk mencari tahu sesuatu yang sesungguhnya bersifat rahasia dan tidak boleh dilihat.

Mengintip siapa pun yang sedang mandi sesungguhnya sama sekali tidak diperkenankan dalam Islam. Apalagi mengintip ibu sendiri. Hal ini dikhawatirkan juga akan mengakibatkan penyimpangan orientasi seksual, yakni anak suka terhadap orang tuanya sendiri. Naudzubillahimindzalik.

Adapun apabila sang anak masih kecil atau belum baligh, maka perlu diberikan pendidikan yang bersifat edukatif, agar anak memiliki pengetahuan terkait aurat dan segala hal yang berhubungan dengannya.

Edukasi dan pemahaman tersebut bisa dimulai sejak dini misalnya, memisah ranjang anak dan orang tua ketika anak sudah hampir baligh, anak diajarkan mandi sendiri, anak diberi tahu agar tidak membuka aurat di depan orang lain, untuk anak perempuan diajarkan untuk memakai jilbab, dan lain sebagainya.

Demikian semoga bermanfaat dapat menjadi perhatian bersama. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik