Hukum Jabat Tangan dengan Lawan Jenis yang Bukan Mahram

jabat tangan dengan lawan jenis

Pecihitam.org – Terkadang umum terjadi ditengah-tengah masyarakat dalam urusan muamalah yaitu ketika laki-laki dan perempuan bertemu mereka saling jabat tangan padahal mereka bukan mahramnya. Sebetulnya bagaimanakah hukum jabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram tersebut?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Para ulama berbeda pendapat perihal jabat tangan atau salaman (mushafahah) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Mayoritas ulama kecuali madzhab Syafii membolehkan jabat tangan atau salaman (mushafahah) dengan perempuan tua yang bukan mahram sebagaimana keterangan berikut ini:

“Jabat tangan dengan perempuan haram berdasarkan sabda Rasulullah SAW, ‘Aku tidak berjabat tangan dengan perempuan,’ (HR Al-Muwaththa’, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i). Tetapi mayoritas ulama selain madzhab Syafi’I membolehkan jabat tangan dan sentuh tangan perempuan tua yang tidak bersyahwat karena tidak khawatir fitnah. Hanya saja Madzhab Hanbali memakruhkan jabat tangan dengan perempuan dan melarang keras termasuk dengan mahram. Tetapi Madzhab Hanbali membolehkan jabat tangan bagi seorang bapak dengan anaknya dan membolehkan jabat tangan perempuan tua–maaf–buruk rupa”. (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 3, halaman 567).

Baca Juga:  Tidak Tegur Sapa Melebihi 3 Hari, Bagaimana Islam Memandangnya?

Sedangkan Madzhab Syafi’i mengharamkan jabat tangan dan memandang perempuan, sekalipun hanya perempuan tua. Hanya saja Madzhab Syafi’i membolehkan jabat tangan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya dengan dihalangi semisal sarung tangan sebagaimana keterangan berikut ini:

وحرم الشافعية المس والنظر للمرأة مطلقاً، ولو كانت المرأة عجوزاً. وتجوز المصافحة بحائل يمنع المس المباشر

Artinya, “Madzhab Syafi’i mengharamkan bersentuhan dan memandang perempuan secara mutlak, meskipun hanya perempuan tua. Tetapi boleh jabat tangan dengan alas (sejenis sarung tangan atau kain) yang mencegah sentuhan langsung”. (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 3, halaman 567).

Lalu bagaimana dengan jabat tangan seorang laki-laki dan perempuan muda yang bukan mahramnya? Ulama dari empat madzhab dan juga termasuk Ibnu Taymiyah mengharamkan praktik tersebut. Namun ulama dari Madzhab Hanafi memberikan catatan bahwa keharaman itu berlaku sejauh perempuan muda tersebut dapat menimbulkan syahwat. Sebagaimana keterangan berikut ini:

“Perihal jabat tangan seorang laki-laki dengan perempuan muda bukan mahram, ulama Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali dalam riwayat pilihan, serta Ibnu Taimiyah memandang keharamannya. Tetapi Ulama Madzhab Hanafi memberikan catatan keharaman itu bila perempuan muda tersebut dapat menimbulkan syahwat. Sedangkan Madzhab Hanbali mengatakan, keharaman itu sama saja apakah jabat tangan dilakukan dengan alas seperti pakaian, sejenisnya, atau tanpa alas,” (Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 37, halaman 359).

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Taat Kepada Presiden dan Wakil Presiden?

Kemudian perbedaan pandangan ulama perihal jabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram ini juga diangkat oleh Syekh Ali Jum‘ah. Seperti dilansir laman Darul Ifta (Lembaga Fatwa Mesir) nomor 2287 yang diunggah pada 13 Januari 2011 berikut ini:

“Jabat tangan seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya menjadi arena perbedaan pendapat ulama dalam kajian fiqih Islam. Mayoritas ulama memandang haram praktik itu kecuali Madzhab Hanafi dan Hanbali yang membolehkan praktik itu terhadap perempuan tua yang tidak lagi membangkitkan syahwat karena aman dari fitnah… Ketika sebagian ulama membolehkan praktik itu berdasarkan riwayat bahwa Sayyidina Umar RA berjabat tangan dengan perempuan di mana Rasulullah SAW menahan diri dari praktik tersebut, maka penahanan diri Rasulullah dari praktik itu dipahami sebagai bagian dari kekhususan Nabi Muhammad SAW,” (Lihat Syekh Ali Jumah, Darul Ifta, [Mesir, Darul Ifta: 2011], nomor 2287).

Baca Juga:  Inilah Penjelasan Maksud Sabda Nabi "Wudhu Bisa Menghapus Dosa"

Ulama yang membolehkan praktik ini bersandar pada riwayat yang menceritakan praktik jabat tangan dengan perempuan bukan mahram oleh Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar ra.

Mereka menyimpulkan bahwa penahanan diri Rasulullah SAW dari praktik tersebut bersifat khususiyah atau pengecualian yang khusus untuk dirinya sendiri.

Sementara ulama yang mengharamkan mendasarkan pandangannya pada keumuman hadits. Demikian uraian singkat ini. Semoga bisa bermanfaat dan dapat dipahami dengan baik. Wallahua’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *