Sah kah Hukum Jual Beli Emas Pegadaian Secara Online? Ini Penjelasannya

hukum jual beli emas online

Pecihitam.org – Emas adalah barang yang termasuk katagori ribawi. Jual beli emas, umumnya terjadi di pasaran konvensional. Namun dewasa ini dalam dunia online, transaksi jual beli emas juga sudah mulai diakomodir dalam bentuk perdagangan berjangka namun bersifat satu titik (spot). Lantas bagaimana hukum Jual beli emas secara online tersebut?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun sebelum mebahas mengenai hukum jual beli emas secara online, ada baiknya kita ketahui terlebiih dahulu apa itu barang ribawi, karena hal ini akan berkaitan dengan cara transaksi jual belinya nanti.

Daftar Pembahasan:

Apa Itu Barang Ribawi?

Barang ribawi, yaitu barang yang senantiasa fluktuatif harganya. Adapun menurut para ulama, barang ribawi adalah barang- barang yang apabila diperjual-belikan tidak sesuai dengan kaidah jual beli yang ditetapkan syaria’t dengan syarat-syarat tertentu maka akan terjadi transaksi riba.

Apa saja yang termasuk dengan barang ribawi itu? Simak ulasan dari kitab Manhaju al-Thulab, berikut:

إنما يحرم في نقد وماقصد لطعم تقوتا أوتفكها أوتداويا

Artinya: “Sesungguhnya riba diharamkan dalam emas, perak (nuqud), dan bahan pangan yang berfaedah sebagai sumber kekuatan, lauk pauk dan obat-obatan.” (Syekh Abu Zakaria Yahya Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawy, Manhaju al-Thulâb, Kediri: Pesantren Fathul Ulum, tt.: 1/161)

Keterangan di atas menjelaskan bahwa riba dilarang dalam jual beli barang yang terdiri atas emas, perak, dan bahan makanan. Oleh karena itu, emas dan perak (nuqud) serta bahan makanan dikenal dengan istilah barang ribawi, yaitu barang yang dapat mengakibatkan terjadinya akad riba bila terjadi kelebihan dalam salah satu pertukarannya (jual belinya).

Jual Beli Barang Ribawi

Ada dua model transaksi jual beli barang ribawi yang diperbolehkan dalam syariat, yaitu: Pertama, transaksi barter barang ribawi sejenis, dan kedua, transaksi jual beli barang ribawi tidak sejenis yang disertai instrumen transaksi berupa harga (‘iwadh).

Pertama, Jual Beli barang ribawi yang sejenis.

Di dalam akad muamalah jenis ini, syarat yang harus dipenuhi oleh kedua orang yang saling bertransaksi adalah:

  1. Harus kontan (yadan bi yadin/hulul).
  2. Harus sepadan (tamatsul), yaitu tidak boleh beda timbangan atau takaran.
  3. Harus taqabudl (saling menerima). Tidak boleh salah satu menunda penyerahan bagi barang yang lainnya.
Baca Juga:  Inilah Cara Mengqadha Shalat yang Terlupa Menurut Madzhab Maliki

Kedua, muamalah pertukaran barang ribawi tidak sejenis.

Di dalam akad muamalah jenis ini, yang wajib dilakukan hanya dua, yaitu:

  1. Saling taqabudl (serah terima).
  2. Harus kontan (hulul).

Karena emas termasuk barang ribawi dan jual belinya sudah ditentukan sebagaimana dua cara diatas. Maka bagaimana hukum dan skema jual beli emas secara online, apakah sah?

Hukum Jual Beli Emas secara Online

Banyak sekali platform jual beli emas secara online, namun untuk mememudahkan analogi kita akan menggunakan contoh dari versi Pegadaian.

Pegadaian mengeluarkan sebuah produk baru yang diberi nama Tabungan Emasku. Merujuk pada situs yang dirilis oleh pegadaian, bahwa program ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

Nasabah memiliki buku rekening Tabungan Emasku di Pegadaian dengan jalan mendaftar menjadi nasabah. Nasabah menabung emas dengan jalan jual beli emas dilakukan dengan cara pembeli memesan emas dengan berat 0,01 gram yang harganya disesuaikan dengan besaran harga emas per gramnya pada hari itu.

Jika harga 1 gram emasnya adalah 800 ribu, maka untuk emas dengan berat 0,01 gram, harganya adalah 8 ribu. Jika harga emas mengalami penurunan senilai Rp 500 ribu per gram, maka harga 0.01 gram emas menjadi senilai 7.500 rupiah.

Selanjutnya, karena kecilnya emas yang dibeli, kemudian emas itu disimpan dalam bentuk saldo deposit dalam bentuk berat (gram) yang dibeli. Bila membeli sejumlah 0,02 gram, maka saldo deposit itu juga dituliskan bahwa emas kita adalah 0,02 gram.

Jika suatu ketika kita mampu membeli tambahan seberat 1 gram, maka saldo deposit kita otomatis bertambah menjadi 1,02 gram, hasil penjumlahan dengan transaksi sebelumnya.

Kemudian jika kita ingin mencetak emas dari saldo deposit E-Mas yang kita miliki, maka diperlukan adanya transaksi baru, yaitu:

  • Pertama, jika saldo deposit kita minimal telah mencapai 1 gram.
  • Kedua, ada biaya cetak yang harus dibayarkan oleh pembeli, misalnya untuk 1 gram emas, dikenakan biaya cetak sebesar 10 ribu, 2 gram emas dikenakan tarif 20 ribu, dan kelipatan seterusnya.
Baca Juga:  Menikah Saat Hamil, Bagaimana Hukumnya?

Nah karena yang akan dibahas adalah jual beli barang ribawi, untuk mengeatahui cara transaksinya maka kita ketahui dahulu bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai status uang. Sebagian berpendapat, uang termasuk barang ribawi sedangkan sebagian ngatakan bukan. Kita akan bahas keduanya.

Jika Uang Dianggap Barang Ribawi

Pertama, jika dengan asumsi bahwa uang termasuk barang ribawi, maka menjadikan jual beli emas sebagai salah satu bentuk pertukaran model muamalah pertukaran barang ribawi yang sejenis. Untuk itu harus memenuhi syarat kontan, harus sama takarannya, kalibrasinya, ukurannya, dan harus saling diserahterimakan.

Perlu digarisbawahi ketiga syarat ini tidak mampu dipenuhi oleh jual beli sistem kredit. Maka jual beli emas secara kredit tidak sah dan tidak diperbolehkan karena tidak memenuhi syarat taqabudl (saling serah terima harga dan barang).

Sekarang mari kita cermati pada produk tabungan emas! Dalam produk tabungan emas, berlaku hal-hal sebagai berikut:

  1. Berat emas yang dibeli sudah diketahui, hanya saja belum dicetak.
  2. Harga per gramnya juga diketahui dengan pasti dan real time (saat itu juga).
  3. Penyerahannya juga real time dalam saldo tabungan, dan emasnya dititipkan ke pegadaian.

Dengan mencermati karakteristik tabungan ini, maka dalam akad tabungan ini sudah memenuhi ketiga syarat pertukaran barang ribawi yang sejenis, yaitu: 1. harus kontan 2. sejenis 3. saling serah terima.

Dengan demikian, hukum tabungan emas ini adalah sah secara fiqih karena tidak termasuk akad kredit.

Adapun pencetakan emas, setelah 1 gram, 5 gram atau 10 gram, adalah merupakan akad yang baru dan tidak ada hubungannya dengan akad tabungan. Akad pencetakan tersebut sama halnya dengan akad istishna’, yaitu akad pesan cetak barang dengan ujrah (upah) yang baru.

Baca Juga:  Kenapa Harus Merapatkan Shaf Shalat? Ini Penjelasannya

Jika Uang Dianggap Bukan Barang Ribawi

Jika uang dianggap sebagai bukan barang ribawi,maka kredit emas pun juga diperbolehkan. Mengapa?

Karena jika uang bukan barang ribawi, menjadikan transaksi muamalah di atas sebagai bentuk pertukaran barang ribawi dengan barang non-ribawi.

Pertukaran antara barang ribawi dengan non-ribawi bisa dilakukan dengan jalan apapun dan bagaimanapun termasuk kredit. Mau kredit emas 1 gram dengan cicilan 9 ribu per 0.01 gramnya juga boleh. Adapun syarat yang harus dipenuhi hanya dua, yaitu:

  1. Harga emasnya harus maklum (diketahui secara jelas)
  2. Masa tutup pelunasan juga maklum (diketahui secara jelas)

Jika kedua syarat ini, tidak terpenuhi, maka menjadikan jual belinya menjadi tidak sah disebabkan rusak akadnya atau bahkan jatuh pada riba al-yad, yaitu jual beli barang ribawi dengan barang non-ribawi tanpa adanya kepastian waktu pelunasan yang disebutkan.

Dengan demikian, hukum jual beli emas secara online adalah sah dan diperbolehkan. Adapun mengenai kebolehan jual beli kredit emas terletak pada status uang apakah termasuk barang ribawi atau bukan.

Namun, pendapat yang maoritas ulama saat ini adalah menganggap bahwa uang adalah masuk kedalam barang ribawi dengan asumsi bahwa ia setara emas. Sehingga jika jual beli emas, harus menggunakan cara muamalah antara barang ribawi sejenis.

Sedangkan pendapat bahwa uang bukan barang ribawi merupakan pendapat yang shahih juga, namun tidak dipilih karena mashlahat bila diterapkan, akan rawan dengan fluktuasi harga.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik