Hukum Jual Beli Hewan Aduan Menurut Madzhab Syafii

hukum jual beli hewan aduan

Pecihitam.org – Dimasyarakat ada kebiasaan sebagian orang yang suka mengadu hewan, hal inilah yang akhirnya membuka peluang bagi banyak pedagang untuk menjual hewan-hewan yang biasanya di jadikan sebagai hewan aduan. Hewan yang biasanya di adu adalah ayam, ikan cupang, domba, kerbau dan hewan aduan lainnya. Lalu bagaimana pandangan fiqh tentang hukum jual beli hewan aduan ini?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Menurut madzhab Syafi’i, yang mengembalikan lagi kepada asal hukum dari jual beli. Pada prinsipnya jual beli di hukumi mubah sebagai kegiatan ekonomi dan sosial dalam masyarakat apabila sesuai dengan syarat dan ketentuan tentang jual beli. Sebagaimana yang di sebutkan dalam Kitab Raudhatut Thalib karya Ibnu Muqri, sebagai berikut,

ويصح بيع جا رية الغناء وكبش انطاح وديك الهريش ولو زاد الثمن لذلك) قصد أو لا للأن المقتصودأصا لة الحيوان

“Penjual budak perempuan penyanyi, kambing aduan, dan ayam sabungan sah menurut syara’ meskipun harganya di naikkan untuk kepentingan tersebut atau tidak karena produk yang di maksud pada asalnya adalah hewan (bukan hewan aduan),”

Baca Juga:  Ini Dia Hukum Membaca Al-Qur’an di HP Tanpa Wudhu!

Hukum kegiatan jual beli hewan aduan menurut Madzhab Syafi’i hukumnya haram, sekalipun awalnya kegiatan jual beli itu di hukumi mubah. Namun yang menjadikannya haram adalah kegunaan dari obyeknya yaitu hewan yang sengaja di jadikan sebagai hewan aduan. Mengadu hewan sama saja dengan berlaku dzolim terhadap makhluk Allah Swt dengan menyiksa hewan yang ia jual belikan.

فلو باع العنب ممن يتخذه خمرا) بأن يعلم أو يظن منه. (ونحو ذلك) من كل تصرف يفضي الى معصية كبيع الرطب ممن يتخذه نبيذا وبيع ديك الهراش وكبش النطا ح ممن يعاني ذللك (حرم) لأنه تسبب الى معصية

Artinya : “ (Bila seseorang menjual anggur yang akan di fermentasi menjadi khamr) baik ia mengetahui atau menduga (dan sejenisnya) dari segala tasaruf yang dapaat mengantarkannya pada maksiaat seperti penjuaalan kurma untuk fermentasi arak dan penjualan ayam serta kambing aduan yang di maksudkan untuk itu (haram[penjualannya]) karena menjadi sebab pada maksiat”. ( Lihat Kitab Raudhatut Thalib karya Ibnu Muqri, Juz VIII, halaman 68).

Jadi, apabila seseorang yang dengan sengaja menjual hewan ataupun barang jualan lainnya dengan tujuan yang melanggar syari’at maka jual beli tersebut hukumnya haram. Sekalipun ia hanya tidak tahu dan sekedar menduga bahwa hewan yang di jualnya akan di jadikan hewan aduan sehingga dapat menimbulkan maksiat di dalamnya maka tetap saja tidak di perbolehkan.

Baca Juga:  Perhatikan! Begini Cara Mentasharufkan Wasiat dalam Pembagian Waris

Pendapat Madzhab Syafi’i ini berdasarkan dengan Firman Allah Swt dalam Surat Al-Maidah ayat 2:

ولا تعا ونوا على اللأثم والعدوان

“Jangan kalian saling membantu untuk (perbuatan) dosa dan kedzaliman,” (QS. Al-Maidah : 2)

Adapun hukum haram tersebut adalah maksud dan tujuan dari penjualan hewan aduan. Dan tidak mengubah hukum asal dari kegiatan jual beli di perbolehkan (mubah). Namun, jika penjual tersebut mengetahui atau dengan sengaja menjualnya sebagai hewan aduan, maka hal inilah yang tidak di perbolehkan.

Maka, hukum jual beli hewan aduan menurut Madzhab Syafi’i adalah haram. Walaupun kegiatan jual belinya hukumnya mubah, namun yang menjadikannya haram adalah apabila si penjual hewan mengetahui dan dengan sengaja menjualnya sebagai hewan aduan.

Baca Juga:  Begini Ketentuan Sujud yang Benar Menurut Madzhab Syafi’i

Kenapa di hukumi haram? Karena jika menjualnya sebagai hewan aduan maka sama saja ia mengawali suatu perbuatan maksiat. Mengadu hewan sama saja dengan judi, dan juga berbuat dzolim terhadap makhluk Allah Swt. Sehinga terdapat banyak maksiat di dalamnya. Demikian, wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik