PeciHitam.org – Menghias rumah merupakan hal yang sangat wahar dilakukan oleh setiap masyarakat. Siapapun menginginkan rumahnya terlihat rapi, indah dan bersih. Salah satu upaya dalam menghias rumah ialah lukisan baik itu bergambar pemandangan, gambar tokoh berpengaruh, maupun lukisan keluarga, atau bisa juga gambar hewan di alam liar.
Lalu, bagaimana hukum memajang gambar makhluk bernyawa dalam Islam? Berikut ini akan kami jelaskan hukum memajang gambar makhluk bernyawa tersebut.
Menurut Sayyid Alawi al-Maliki dalam kitabnya yang berjudul Majmu’ wa ar-Rasa’il menjelaskan bahwa para ulama sepakat atas keharaman suatu gambar ketika memenuhi lima kategori berikut:
فعلم أن المجمع على تحريمه من تصوير الأكوان ما اجتمع فيه خمسة قيود عند أولي العرفان أولها ؛ كون الصورة للإنسان أو للحيوان ثانيها ؛ كونها كاملة لم يعمل فيها ما يمنع الحياة من النقصان كقطع رأس أو نصف أو بطن أو صدر أو خرق بطن أو تفريق أجزاء لجسمان ثالثها ؛ كونها في محل يعظم لا في محل يسام بالوطء والامتهان رابعها ؛ وجود ظل لها في العيان خامسها ؛ أن لا تكون لصغار البنان من النسوان فإن انتفى قيد من هذه الخمسة . . كانت مما فيه اختلاف العلماء الأعيان . فتركها حينئذ أورع وأحوط للأديان “
Maka dapat dipahami bahwa gambar yang disepakati keharamannya adalah gambar yang terkumpul di dalamnya lima hal. Pertama, gambar berupa manusia atau hewan. Kedua, gambar dalam bentuk yang sempurna, tidak terdapat sesuatu yang mencegah hidupnya gambar tersebut, seperti kepala yang terbelah, separuh badan, perut, dada, terbelahnya perut, terpisahnya bagian tubuh. Ketiga, gambar berada di tempat yang dimuliakan, bukan berada di tempat yang biasa diinjak dan direndahkan. Keempat, terdapat bayangan dari gambar tersebut dalam pandangan mata. Kelima, gambar bukan untuk anak-anak kecil dari golongan wanita. Jika salah satu dari lima hal di atas tidak terpenuhi, maka gambar demikian merupakan gambar yang masih diperdebatkan di antara ulama. Meninggalkan (menyimpan gambar demikian) merupakan perbuatan yang lebih wira’i dan merupakan langkah hati-hati dalam beragama”.
Jika merujuk pada pendapat Sayyid Alawi di atas, maka memajang gambar makhluk bernyawa yang biasa terdapat di rumah-rumah dapat digolongkan sebagai suatu gambar yang masih diperbolehkan. Hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya lima syarat di atas. Salah satunya ialah memiliki bayangan. Seperti yang kita sering jumpai bersama, lukisan tersebut biasanya berwujud datar.
Imam Nawawi dan Ibnu Hajar al-Asqalani juga memberikan respon mengenai hal tersebut, pendapat keduanya ini dikutip dalam kitab Rawi’ al-Bayan sebagai berikut;
وقال الإمام النووى: إن جواز اتخاذ الصور إنما هو إذا كانت لا ظل لها وهى مع ذلك مما يوطأ ويداس أو يمتهن بالاستعمال كالوسائد وقال العلامة ابن حجر فى شرحه للبخارى حاصل ما فى اتخاذ الصور أنها إن كانت ذات أجسام حرم بالإجماع
Imam Nawawi menjelaskan bahwa boleh menggunakan gambar hanya ketika tidak memiliki bayangan, selain itu gambar tersebut juga biasa diinjak atau direndahkan penggunaannya, seperti bantal.”
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani saat mensyarahi kitab Imam Bukhari mengatakan, “Kesimpulan dalam penggunaan gambar bahwa sesungguhnya jika gambar memiliki bentuk tubuh (jism) maka haram secara ijma’.
Kemudian Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi, seorang ulama Mesir dalam kitabnya Mausu’ah Fatawa as-Sya’rawi, menyatakan kebolehannya sebagai berikut:
س: ما القول فيمن يزينون الحائط برسوم بعض الحيوانات؟ هل هذه ينطبق عليها ما ينطبق على التماثيل البارزة المجسدة من تحريم؟ (ج): يقول فضيلة الشيخ الشعراوى: لا شيء في ذلك، ولكن ما حرم هو ما يفعله البعض لتقديس وتعظيم هذه الحيوانات، أما أن ترسم لكي يستعمل في الزينة فلا مانع من ذلك “
Pertanyaan: ‘Bagaimana pendapat anda tentang orang yang menghiasi tembok dengan gambar/lukisan sebagian hewan? Apakah berlaku pada permasalahan ini suatu hukum yang berlaku pada patung yang berbentuk jasad yakni hukum haram?’”
“Syekh as-Sya’rawi menjawab: ‘Hal di atas tidak perlu dipermasalahkan, hal yang diharamkan adalah perbuatan yang dilakukan sebagian orang berupa mengultuskan dan mengagungkan gambar hewan tersebut. Sedangkan melukis hewan dengan tujuan untuk digunakan menghias (tembok) maka tidak ada larangan untuk melakukannya”
Pendapat inilah yang paling banyak diikuti karena menjelaskan mengenai esensi atau tujuan pokok digunakannya gambar makhluk bernyawa tersebut ialah sebagai sarana dalam menghias rumah. Sedangkan inti dari larangan memajang gambar tersebut ialah larangan mengkultuskan atau mengagungkan gambar tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum memajang gambar makhluk bernyawa diperbolehkan. Sedangkan keharaman memajang gambar yang disepakati oleh para ulama hanya berlaku pada gambar atau lukisan makhluk hidup yang memiliki bentuk (jism) atau memiliki bayangan dan diagungkan oleh pemiliknya, misalnya patung. Hal ini disebabkan karena kekhawatiran adanya pengkultusan yang berlebihan terhadap gambar tersebut.