Pecihitam.org – Bagi kebanyakan kaum muslimin Indonesia, segala sesuatu yang berhubungan dengan Mekah dan Madinah adalah suatu keistimewaan dan mengandung beberapa keutamaan. Dengan cara pandang demikian, bisa jadi jamaah haji ketika pulang ke tanah airnya membawa batu atau tanah haram yang diambil baik dari kota Mekkah maupun Madinah untuk mendapatkan keberkahannya.
Bagaimanakah pandangan hukum fiqih terhadap fenomena di atas, mengingat adanya larangan membawa keluar sesuatu yang ada di tanah haram yakni Kota Mekah dan Madinah untuk dibawa ke luar ke tanah halal termasuklah ke negeri asal orang yang melakukan haji?
Mengenai hukum membawa batu tanah haram, para ulama berbeda pendapat. Setidaknya mereka terbagi kedalam dua kelompok. Pertama, mereka yang mengharamkan. Kedua, mereka yang memakruhkan. Dan kendatipun terjadi perbedaan pendapat diantara mereka, ternyata tidak ada yang menghukumi mudah. Paling banter, mereka menghukuminya makruh.
Pendapat Pertama
Pendapat pertama ini merupakan yang mu’tamad atau yang boleh dijadikan pegangan. Dalam pandangan pendapat pertama ini, haram bagi seseorang yang melakukan ibadah haji untuk membawa batu tanah Haram ke tanah halal. Dan kalaupun seseorang terlanjur membawa batu tanah haram, maka harus dikembalikan.
Dijelaskan di dalam kitab Majmu’ Syarh Muhadzab karya Imam Nawawi sebagai berikut:
الثالثة: قال المصنف لا يجوز إخراج تراب الحرم وأحجاره إلى الحل، هذه عبارة المصنف، وكذا قال المحاملي في كتابيه «المجموع» و «التجريد»: لا يجوز إخراجهما
Ketiga: Mushannif berkata, tidak boleh mengeluarkan debu dalam dan batu tanah haram ke tanah halal. Ini adalah ibarat mushannif. Begitu juga Imam Al-Muhamiki berkata di dalam dua kitabnya, Al-Majmuk dan Al-Tajrid, tidak boleh membawa keluar debu dan batu tanah haram.
Juga dijelaskan dalam kitab Al-Hawi Al-Kabir karya Imam Al Mawardi pada Juz I halaman 314 sebagai berikut:
فَإِنْ أَخْرَجَ مِنْ حِجَارَةِ الْحَرَمِ أَوْ مِنْ تُرَابِهِ شَيْئًا فَعَلَيْهِ رَدُّهُ إِلَى مَوْضِعِهِ وَإِعَادَتُهُ إِلَى الْحَرَمِ
Maka apabila mengeluarkan batu atau tanah haram, maka dia diharuskan mengembalikan ke tempatnya dan memasukkan ke tanah haram.
Pendapat Kedua
Saat ini diambil oleh beberapa kalangan dari ulama mazhab Imam Syafi’i. Pendapat ini menyatakan makruh hukumnya membawa tanah atau batu dari tanah Haram ke tanah halal.
Ulama yang mendukung pendapat ini di antaranya Abu Hamid, Qadhi Husain, Imam Al-Baghawi, Imam Al-Mutawalli dan Imam Rafi’i.
Masih diambil dari kitab Al-Majmu Syarh Muhaddzab
وقال كثيرون، أو الأكثرون من أصحابنا: يكره إخراجهما، فأطلقوا لفظ الكراهية. ممن قال يكره: الشيخ أبو حامد في تعليقه، وأبو علي البندنيجي، والقاضي حسين والبغوي والمتولي وصاحب العدة والرافعي وآخرون
Berkata sebagian besar dari para sahabat kami: Dimakruhkan mengeluarkan batu dan tanah haram. Mereka menggunakan lafadz karahah (makruh). Di antara mereka yang mengatakan ini adalah Syaikh Abu Hamid di dalam ta’liq-nya, Abu Ali Al Bandaniji,, Imam Al-Baghawi, Imam Al-Mutawalli, Pengarang Kitab Uddah, Imam Rafi’i dan ulama-ulama lainnya.
Demikianlah penjelasan kami tentang membawa tanah dan batu dari tanah Haram ke tanah halal, seperti Indonesia. Ada dua pendapat tentang hal ini. Namun dari dua pendapat itu yang dinilai paling kokoh adalah pendapat pertama. Dan inilah pendapat yang diambil oleh Imam Syafi’i. Wallahu a’lam bisshawab!