Hukum Mengancam Cerai Istri, Bolehkah Dalam Islam?

Hukum Mengancam Cerai Istri, Bolehkah Dalam Islam?

PeciHitam.org – Dalam sebuah pernikahan, akan ada masanya sebuah pasangan bersitegang dan mengeluarkan ancaman, bahkan sering ditemukan banyak suami yang mengancam cerai istrinya. Lalu, bagaimanakah Islam mengatur hal ini? Bagaimana Hukum Mengancam Cerai Istri bagi suami? Apakah ancaman tersebut menyebabkan jatuhnya talak?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum berbicara jauh tentang ancaman talak atau cerai, tentu harus diketahui terlebih dahulu bagaimana hakikat ancaman itu sendiri. Setelah mengetahui, baru dilihat apakah ancaman talak dapat menjatuhkan talak atau tidak.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2019), kata mengancam bermakna (1) menyatakan maksud, niat, atau rencana untuk melakukan sesuatu yang merugikan, menyulitkan, menyusahkan, membahayakan, mencelakakan pihak lain; (2) memberi pertanda atau peringatan mengenai kemungkinan malapetaka yang akan terjadi.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa mengancam adalah menyampaikan sesuatu yang akan merugikan pihak lain, baik disyaratkan dengan terjadinya sebuah peristiwa atau tidak. Namun yang jelas sesuatu yang diancamkan belum dilakukan.

Berbeda halnya jika ancaman itu sebagai puncak dari kemarahan. Ancaman itu benar-benar dilakukan oleh si pengancam jika perkara yang disyaratkan terjadi. Dengan kata lain, ancaman hakikatnya adalah menyampaikan sesuatu yang akan dilakukan: mungkin jadi dilakukan, mungkin juga tidak.

Karena itu, ancaman tanpa syarat seperti ungkapan, “Saya pukul kamu!” bisa diartikan, “Akan saya pukul kamu!” Sedangkan aktivitas memukulnya belum dilakukan. Mungkin dilakukan, mungkin juga tidak.

Bila tujuan si pengancam mengatakan itu adalah menakuti-nakuti pihak yang diancam agar tidak pulang malam lagi, biasanya ia tidak jadi memukulnya walau si terancam kalau pulang malam. Berbeda jika ia mengatakan itu sebagai puncak kekesalannya, tentu ia benar-benar memukulnya jika si terancam pulang malam.

Pertanyaannya, bagaimana dengan ungkapan seorang suami kepada istrinya, “Jika kamu memasukkan laki-laki itu lagi ke rumah, saya cerai kamu!” Apakah ia dapat menjatuhkan talak? Jawabannya, jika itu sebagai ancaman, tentu saja tidak jatuh. Sama halnya, orang yang mengancam akan menampar tadi.

Baca Juga:  Tata Cara Sholat Tahajud dan Bacaannya

Ancaman talak di atas dapat diartikan, “Jika kamu memasukkan laki-laki itu lagi ke rumah, akan saya cerai kamu!” Terlebih jika tujuan ancaman itu sekadar menakut-nakuti dan tak bermaksud menjatuhkan talak, si suami tidak jadi menceraikan walau si istri benar memasukkan laki-laki itu lagi ke rumah.

Dikecualikan jika ungkapan itu sebagai puncak kemarahan, ia benar mencerainya setelah diketahui istrinya melakukan hal tersebut. Namun, talaknya tetap harus diucapkan lagi, karena yang tadi hanya sekadar ancaman.

Dalam bahasa Arab, kata kerja yang bisa disisipi kata akan salah satunya adalah fiil mudhari. Sementara ungkapan talak dengan fiil mudhari tidak dianggap jatuh, sebagaimana petikan berikut.

ألفاظ صريحة: وهي الألفاظ الموضوعة له، التي لا تحتمل غيره، وهي لفظ الطلاق وما تصرَّف منه، من فعل ماض، مثل: طلَّقتك، أو اسم فاعل، مثل: أنت طالق، أو اسم مفعول، مثل: أنت مطلقة. فهذه الألفاظ تدل على إيقاع الطلاق، دون الفعل المضارع أو الأمر، مثل: تطلقين واطلقي.

Artinya: “Ungkapan-ungkapan sharih (tegas) adalah ungkapan-ungkapan yang dibuat untuk tujuan menjatuhkan talak, di mana ia tidak memiliki makna selain makna talak. Ungkapan sharih adalah ungkapan yang mengandung kata talak itu sendiri, fi‘il madhi yang diderivasi dari kata itu, seperti ungkapan thallaqtuki (Saya [telah] menalak/menceraikan kamu); isim fiil bermakna maf‘ul, seperti anti thaliq (Kamu [telah] tertalak); atau ism maf‘ul, seperti anti muthallaqah (Kamu [telah] ditalak). Semua ungkapan itu menunjukkan jatuhnya talak. Namun dikecualikan kata talak dalam bentuk fi’il mudhari seperti tathluqin (Engkau akan tertalak), dan fiil amr seperti Uthluqi (Talaklah engkau!)” (Al-Fiqh al-Muyassar fi Dhau al-Kitab wa al-Sunnah, [Madinah: Majma Malik Fahd], 1424, jilid 1, hal. 313).

Dari pendapat diatas, sudah jelas bahwa Hukum Mengancam Cerai Istri tidak menyebabkan jatuhnya talak itu sendiri.

Baca Juga:  Inilah Tata Cara Mandi Junub dari Kitab Bulughul Maram

salah satu contoh ancaman yang benar-benar diwujudkan pun dinyatakan dengan bentuk fiil mudhari adalah ancaman Qabil kepada saudaranya habis dalam ayat dibawah ini:

قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ 

 “Qabil berkata, “Aku benar-benar akan membunuhmu!” Habil menjawab, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) orang-orang yang bertakwa,” (QS al-Mai’dah [5]: 27).

Ini artinya ancaman tidak sampai menyebabkan jatuhnya talak. Sebab, ancaman mengandung makna mustaqbal (masa mendatang) yang biasa diungkapkan dengan fiil mudhari. Sedangkan fiil mudhari bukan redaksi menjatuhkan talak.

Sekilas, ungkapan “Aku cerai kamu!” atau “Jika kamu memasukkan laki-laki itu lagi ke rumah, saya cerai kamu!” seperti ungkapan sharih. Sedangkan ungkapan sharih dihukumi jatuh walaupun tidak disertai niat. Namun, akibat perbedaan sistem bahasa Arab dan sistem bahasa Indonesia, keduanya terlihat sama.

Padahal, jika maksudnya sebagai ancaman, mestinya berbunyi, “Akan kucerai kamu!” sebagaimana ancaman dalam bahasa Arab yang diungkapkan dengan fiil mudhari. Sayangnya, dalam bahasa lisan, kata akan seringkali dilesapkan.

Kemudian, jika ingin dianggap ungkapan sharih, ungkapan itu harus berbunyi, “Aku [telah] menceraikanmu.” Namun, dalam bahasa lisan, kata telah seringkali dilesapkan, dan kata menceraikan disingkat menjadi ceraikan.

Sehingga tak salah pula jika ada yang mengatakan bahwa ungkapan yang ini seperti ungkapan kinayah yang talaknya tidak jatuh bila tanpa niat, karena mengandung beberapa kemungkinan makna.

Karenanya, jika ungkapan itu ingin menjadi ungkapan sharih, harusnya berbunyi, “Aku menjatuhkan talak kepadamu bila kamu memasukkan laki-laki itu lagi ke rumah,” tanda bernada ancaman atau pertanyaan. Sulitnya, bahasa lisan itu bisa ditarik kepada makna lain sesuai dengan intonasinya.

Contohnya, “Jika kamu begitu lagi, saya cerai kamu!” (diakhiri tanda seru sebagai tanda ancaman). Atau, “Jika kamu begitu lagi, saya cerai kamu.” (diakhiri tanda titik, sehingga mirip ungkapan sharih, “Saya menceraikanmu.”). Atau, “Jika kamu begitu lagi, saya cerai kamu?” (diakhiri tanda tanya, sehingga tak menjatuhkan talak).

Baca Juga:  Bagaimana Cara Wudhu Muslimah di Tempat Terbuka?

Tapi, tak sedikit pula orang yang menganggap bahwa ungkapan “Jika kamu begitu lagi, saya cerai kamu!” ini sebagai ungkapan talak ta’liq sharih, yakni talak yang dipersyaratkan atau digantungkan jatuhnya pada perkara lain. Hal ini tak lain disebabkan oleh kemiripan di atas, sebagaimana yang telah dijelaskan.

Namun inilah pendapat yang dapat kita pilih saat ini di tengah banyaknya orang yang dengan mudahnya mengumbar ancaman talak. Sebab, jika ancaman talak dianggap menjatuhkan talak, berapa banyak orang yang jatuh talaknya.

Padahal, kebanyakan dari mereka sesungguhnya sekadar menyimpan motif mengancam alias menakut-nakuti, bukan benar-benar berencana untuk bercerai.

Hanya saja sebagai bentuk kehati-hatian, agar keluar dari pendapat orang yang mengatakan ungkapan “Saya cerai kamu!” ini sebagai ungkapan sharih, maka sebaiknya para suami lebih arif dan bijak dalam melontarkan kata-kata talak atau cerai. Sebab, dalam urusan nikah, talak, dan rujuk, bercanda atau sendau gurau pun dianggap seriaus (HR Ibnu Majah).

Begitulah, beberapa pendapat mengenai Hukum Mengancam Cerai Istri yang menjadi perdebatan di kalangan ulama, khususnya mengenai apakah hal tersebut menyebabkan jatuhnya talak atau tidak.

Jadi, sebagai seorang suami, setidaknya perlu berhati hati dalam mengeluarkan ucapan yang takutnya dapat menyakiti sang istri.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *