Hukum Mengulang Sembelihan Yang Gagal Pada Proses Pertama

Hukum Mengulang Sembelihan Yang Gagal Pada Proses Pertama

PeciHitam.org – Menyembelih adalah cara yang diatur oleh syariat dengan tujuan agar memperlakukan hewan tersebut dengan baik, yakni membunuh tanpa harus menyiksa sang hewan dengan memperlambat kematiannya. Terdapat beberapa kasus dalam praktik penyembelihan yang tidak berjalan dengan baik, misalnya hewan yang tidak langsung mati atau nadi yang tidak langsung terputus dengan belati. Bermula dari kasus tersebut, bagaimana islam menetapkan hukum mengulang sembelihan yang pada praktiknya belum berhasil dilakukan dengan sekali proses??

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum membahas lebih jauh perihal hukum mengulang sebelihan, baiknya kita simak sabda Nabi terkait adab terhadap hewan sembelihan :

وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبح واليحد أحدكم شفرته فليرح ذبيحته

Artinya: “Dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, tajamkan pisaumu dan senangkanlah hewan sembelihanmu” (HR. Muslim: 3615

Perintah Rasulullah SAW pada dasarnya merupakan kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan, dan diantara syarat sah sembelihan ialah dengan alat yang tajam kemudian menumpahkan darah sembelihan tersebut yaitu dengan memotong urat atau saluran yang terdapat pada leher hewan tersebut.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

ما أنهر الدم وذكر اسم الله عليه فكلوه ليس السن والظفر

Artinya: “Setiap yang ditumpahkan darahnya dengan disebut nama Allah maka makanlah kecuali yang disembelih dengan menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Bukhari: 2308)

Karenanya urat yang terdapat pada leher hewan sembelihan ada empat jenis yaitu tenggorokan atau saluran pernafasan, kerongkongan atau saluran pencernaan dan dua urat besar di sisi samping leher hewan sembelihan tersebut, sehingga para ulama sepakat bahwa jika salah satu dari empat urat tersebut tidak ada yang terpotong maka sembelihan menjadi tidak sah dan dagingnya tidak halal dikonsumsi.

Baca Juga:  Menangis dalam Shalat, Batalkah Shalatnya? Begini Penjelasan Ulama

 Syekh Utsaimin menjelaskan:

فإن لم يقطع االودجين, ولا المريئ, ولا الحلقوم تكون الذبيحة حراما بإجماع العلماء, لأنه ما حصل المقصود من إنهار الدم

Artinya: “Maka jika dua urat besar di sisi leher tidak terpotong begitu juga kerongkongan dan tenggorokan semuanya tidak terpotong maka hukum daging sembelihannya menjadi haram sesuai dengan kesepakatan para ulama karena maksud dari menumpahkan darah di sini tidak tercapai. (Lihat: As-syarhul Mumti’, 7:457)

Adapun para ulama berbeda pendapat perihal batas minimal pada urat leher yang harus dipotong saat melakukan proses penyembelihan.

ويرى الحنفية الاكتفاء بقطع الثلاث منها, ويرى المالكية صحة قطع الحلقوم والودجين دون المريء, ويرى الشافعية والحنابلة صحة قطع الحلقوم والمريء

Artinya: “Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa dicukupkan dengan memotong tiga urat atau saluran dari empat saluran tersebut dan ulama mazhab Maliki berpendapat sahnya sembelihan dengan memotong tenggorokan atau saluran pernafasan dan dua urat di sisi leher tanpa harus memotong kerongkongan atau saluran makanan atau minuman dan ulama mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa sahnya sembelihan dengan memotong tenggorokan dan kerongkongan.” (Lihat: Al-Fiqh Al-Muyassar, 4:18)

Jadi sebaik-baiknya proses sembelihan yaitu dengan memotong empat urat atau saluran yang terdapat pada leher hewan sembelihan tersebut semuanya karena akan menengahi dari perbedaan pendapat para ulama tersebut (Lihat: As-Syarhul Mumti’, 7:457)

Baca Juga:  Hukum Memakan Daging Katak Menurut Pandangan Ahli Fikih

Berhubungan dengan proses sembelihan maka hendaknya dilakukan dengan cepat dan kuat yaitu satu kali proses penyembelihan.

أن يمر السكين أو الآلة بقوة وسرعة ليكون أسرع, ولأن فيه إراحة للذبيح لقوله صلى الله عليه وسلم: (إذا ذبح أحدكم فليجهز)

Artinya: “Dan hendaklah ia mengayunkan pisau atau alat sembelih secara kuat dan cepat agar mempercepat proses sembelihan dan supaya menenangkan hewan sembelihan berdasarkan sabda Rasulullah SAW (Jika seseorang di antara kalian menyembelih hendaklah ia mempercepat proses sembelihan).” (HR. Ahmad: 5864, Lihat: Al-Fiqh Al Muyassar, 4:21)

Tetapi pada beberapa kasus karena kurang hati-hati dalam menyembelih ataupun karena alat yang digunakan kurang tajam maka setelah disembelih ternyata urat leher yang seharusnya putus menjadi tidak putus sehingga membutuhkan penyembelihan untuk kedua kalinya atau mengulang.

Maka dalam hal ini Imam An-Nawawi menjelaskan:

قال أصحابنا: ولو ترك من الحلقوم والمريء شيئا ومات الحيوان فهو ميتة, وكذا لو انتهى إلى حركة المذبوح فقطع بعد ذلك المتروك فهو ميتة

Artinya: “Para Ulama dari Mazhab Syafi’i berkata: dan jika tertinggal sesuatu dari tenggorokan dan kerongkongan tidak terputus sempurna dan hewan tersebut mati maka hukum dagingnya ialah bangkai (haram) dan begitu juga apabila proses sembelihan seperti ini tidak memutus tenggorokan dan kerongkongan secara sempurna namun hewan tersebut hampir mati kemudian diulangi menggorok tenggorokan dan kerongkongan yang tersisa setelahnya maka hukum dagingnya ialah bangkai (haram).” (Lihat: Al-Majmu’, 10:123)

Baca Juga:  Benarkah Tujuan Hukuman Adalah untuk Membalas Tindakan yang Melanggar?? Begini Penjelasannya

Para ulama Syafi’iyah menjelaskan bahwa hewan sembelihan yang halal dagingnya ialah hewan sembelihan yang mana saat awal disembelih hewan tersebut masih segar bugar atau dalam keadaan hidup yang tidak terlihat tanda-tandanya akan segera mati (hayah mustaqirroh). (Lihat: Al-Majmu’, 10:119-126)

Syekh Abu Abdillah al-Malikiy menjelaskan:

فإن عاد عن قرب أكلت سواء رفع اضطرارا أو اختيارا

Artinya: “Jika melakukan sembelihan untuk kedua kalinya dalam waktu yang dekat (segera) entah karena terpaksa atau sengaja maka daging hewan tersebut boleh dimakan” (Minahul Jalil: 2/408)

Jadi kesimpulanya hukum mengulang sembelihan perlu dilihat keadaannya secara teliti:

  • Pertama jika telah disembelih tapi tidak putus urat kerongkongan dan tenggorokan secara sempurna namun terlihat kesakitan dan mendekati kematian selanjutnya dilakukan penyembelihan untuk kedua kalinya maka hukum dagingnya haram karena menjadi bangkai.
  • Kedua jika telah disembelih dengan tidak putus urat kerongkongan dan tenggorokan secara sempurna namun masih terlihat segar bugar atau tidak ada tanda akan mati selanjutnya mengulang penyembelihan untuk kedua kalinya maka dagingnya halal dan hukumnya sah.

Demikianlah hukum mengulang sembelihan tapi perlu digaris bawahi bahwa sembelihan yang kedua kali harus dilakukan segera tanpa jeda waktu yang lama sehingga hal tersebut masih diperbolehkan.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *