Hukum Meniup Makanan atau Minuman Panas Menurut Islam

Hukum Meniup Makanan atau Minuman Panas Menurut Islam

Pecihitam.org – Mengkonsumsi makanan atau minuman yang masih panas tentu kurang dapat dinikmati dengan baik. Oleh karenanya banyak orang yang berusaha mendinginkan makanan atau minumannya dengan cara meniup atau mengipasnya. Lalu bagaimana hukum meniup makanan atau minuman panas dalam Islam?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terkait hal ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan Ulama. Namun, Jumhur ulama menyatakan bahwa hukum meniup makanan atau minuman panas adalah makruh tanzih sebab ini kaitannya masalah adab dan kebersihan.

Sementara, sebagian ulama memberikan penjelasan bahwa, Hukum makruh tersebut berlaku dengan anggapan ketika seseorang itu melakukan jamuan makan bersama orang lain dalam satu wadah besar. Dengan kata lain, ia makan bersama orang lain dalam satu wadah yang sama.

Kenapa hal ini dilarang?

Karena dianggap kemungkinan jika dilakukan, orang lain yang ikut makan bersama bisa merasa jijik atau menduga masuknya kotoran atau penyakit dari mulutnya ke dalam wadah bersama itu.

Munculnya Perbedaan pendapat ini berangkat dari hadits riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi berikut ini.

Baca Juga:  Ini yang Harus Kamu Tahu, "Kenapa Ada Larangan Meniup Makanan dan Minuman?"

وعن ابن عباس رضي اللّه عنهما أن النبي نهى أن يتنفس في الإناء أو ينفخ فيه

Artinya, “Dari Ibn Abbas ra., bahwa Nabi SAW melarang pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada bejana”

Akan tetapi, jika kita makan sendirian saja atau makan bersama keluarga, santri, murid, maka larangan tersebut tidak berlaku karena kelompok orang yang makan bersama kita, sangat jarang ditemukan ada yang merasa jijik dengan tindakan peniupan itu.

Penjelasan ini dapat kita temukan dalam Kitab Faidhul Qadir, sebagai berikut:

قوله (نهى عن النفخ في الطعام) لأنه يؤذن بالعجلة وشدة الشره وقلة الصبر قال المهلب : ومحل ذلك إذا أكل مع غيره فإن أكل وحده أو مع من لا يتقذر منه شيئا كزوجته وولده وخادمه وتلميذه فلا بأس

Artinya, “Kata [Nabi Muhammad SAW melarang meniup makanan] karena itu mengisyaratkan sifat tergesa-gesa, rakus dan kurang sabar. Al-Mahlab berkata bahwa poin larangan itu terdapat saat seseorang makan bersama orang lain pada satu wajan. Apabila seseorang makan sendiri atau bersama dengan orang yang tidak menganggap ‘kotor’ apa pun darinya, seperti istri, anak, bujang, dan muridnya, maka tidak masalah,” (Lihat Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1994 M/1415 H], juz VI, halaman 420).

Baca Juga:  Rukun Nikah dalam Islam Ada Lima, Ini Ulasannya

Selanjutnya, Sebahagian ulama dari kalangan Mazhab Maliki dan Hambali berpendapat bahwa hukum meniup makanan atau minuman tidak makruh untuk mendinginkan hidangan tersebut karena menurutnya memakan makanan atau minuman panas justru dapat menghilangkan berkah.

Penjelasan mengenai ini dapat diLihat pada Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Shafwah: 1997 M/1418 H], cetakan pertama, juz XXXXI, halaman 23), yaitu:

وَفِي قَوْلٍ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ : إِنَّهُ لاَ يُكْرَهُ النَّفْخُ فِي الطَّعَامِ لِمَنْ كَانَ وَحْدَهُ. وَقَال الآْمِدِيُّ – مِنَ الْحَنَابِلَةِ – : إِنَّهُ لاَ يُكْرَهُ النَّفْخُ فِي الطَّعَامِ إِذَا كَانَ حَارًّا ، قَال الْمِرْدَاوِيُّ : وَهُوَ الصَّوَابُ إِنْ كَانَ ثَمَّ حَاجَةٌ إِلَى الأَْكْل حِينَئِذٍ

Artinya, “Satu pendapat di sisi Madzhab Maliki menyatakan bahwa meniup makanan tidak dimakruhkan bagi orang yang makan sendirian. Al-Amidi dari Mazhab Hambali mengatakan bahwa hukum meniup makanan tidak makruh bila makanan itu panas. Al-Mirdawi mengatakan bahwa, ini yang benar, (tidak makruh) jika ada keperluan untuk mengkonsumsinya pada saat itu”

Baca Juga:  Ada Ruang Taqlid dan Ijtihad, Jangan Asal Ngomong "Back to Qur'an"

Terlepas dari adanya perbedaan pendapat mengenai perkara ini, namun Mayoritas ulama lebih menyarankan kepada orang yang memiliki cukup waktu agar bisa menunggu dengan sabar hingga makanan dan minumannya cukup dingin.

Sedangkan bagi mereka yang punya hajat, ia dapat mengkonsumsi makanan atau minuman yang masih panas dan boleh mempercepat pendinginan makanan minumannya dengan cara meniup atau dengan bantuan kipas, atau alat bantu lainnya.

Wallahu a’lam

M Resky S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *