Inilah Perbedaan Pendapat Ulama Fiqh tentang Hukum Menjual Ular Piton

hukum menjual ular piton

Pecihitam.org– Berbicara tentang ular, geli campur takut rasanya. Ular termasuk hewan yang berbahaya, apalagi kalau jenis yang berbisa, seperti King Cobra. Tapi, ada juga ular yang bisa dijinakkan, seperti ular piton. Biasanya, setelah jinak, ular ini dijual. Di sinilah persoalannya, bagaimana hukum menjual ular piton maupun jenis ular lainnya?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mengenai hukum menjual ular piton, para ulama berbeda pendapat. Dan perbedaan pendapat tersebut yang akan ditampilkan dalam tulisan ini, dalam rangka menjelaskan duduk perkara kenapa mereka bisa berbeda pendapat tentang hukum menjual ular piton ini.

Daftar Pembahasan:

Ular Piton

Dikutip dari Wikipedia, ular piton atau ular sanca adalah sebutan umum untuk semua jenis ular pembelit yang diklasifikasikan sebagai familia Pythonidae.

Piton atau sanca tersebar luas di daerah beriklim panas dan tropis Afrika, Asia, dan Australia. Salah satu spesies sanca, yaitu sanca kembang (Malayopython reticulatus) merupakan ular terpanjang di dunia.

Hukum Menjual Ular Piton

Sebagaimana disebutkan di awal, para ulama berbeda pendapat tentang hukum menjual ular piton maupun jenis ular lainnya.

Menurut Madzhab Syafii

Menurut para ulama madzhab Syafi’i, hukum menjual ular piton adalah Haram atau tidak diperbolehkan.

Mereka beralasan bahwa ular piton tidak ada manfaatnya atau tidak bisa dimanfaatkan, sementara salah satu syarat sah jual beli dalam madzhab Syafi’i adalah benda yang dijual harus ada manfaatnya.

Selain tidak ada manfaatnya, alasan mazhab Syafi’i tidak memperbolehkan hukum jual beli ular piton adalah ular dihukumi najis, sementara syarat jual beli lainnya dalam madzhab Syafii adalah benda yang dijual harus suci atau tidak najis.

Dua syarat di atas, sebagaimana diterangkan dalam Bab Buyu’ (Jual Beli) dalam kitab Fathul Qarib yang merupakan kitab ‘wajib Fiqh Syafii

Baca Juga:  Bagaimanakah Hukum Anak Kecil Melakukan Jual Beli, Seperti Membeli Eskrim?

وَيَصِحُّ بَيْعُ كُلِّ طَاهِرٍ مُنْتَفَعٍ بِهِ مَمْلُوْكٍ. وَصَرَّحَ الْمُصَنِّفُ بِمَفْهُوْمِ هَذَا الْأَشْيَاءِ فِيْ قَوْلِهِ. وَصَرَّحَ الْمُصَنِّفُ بِمَفْهُوْمِ هَذَا الْأَشْيَاءِ فِيْ قَوْلِهِ. وَلَا يَصِحُّ بَيْعُ عَيْنٍ نَجِسَةٍ. وَلَا مُتَنَجِّسَةٍ كَخَمْرٍ وَدُهْنٍ وَخَلٍّ مُتَنَجِّسٍ وَنَحْوِهَا مِمَّا لَايُمْكِنُ تَطْهِيْرُهُ. وَلَا بَيْعُ مَا لَا مَنْفَعَةَ فِيْهِ كَعَقْرَبٍ وَنَمْلٍ وَسَبُعٍ لَايَنْفَعُ

Hukumnya sah menjual setiap barang yang suci, memiliki manfaat dan dimiliki.

Mushannif menjelaskan mafhum dari perkara-perkara ini di dalam perkataan beliau. Tidak sah menjual barang najis dan barang yang terkena najis seperti khamr, minyak, cuka yang terkena najis dan sesamanya yaitu barang-barang yang tidak mungkin untuk disucikan lagi.

Tidak sah menjual barang yang tidak ada manfaatnya seperti kalajengking, semut, binatang buas yang tidak bermanfaat.

Menurut Madzhab Maliki dan Hanafi

Sementara itu, menurut mazhab Maliki dan Hanafi, boleh hukumnya menjual ular piton atau jenis ular lainnya atau binatang melata lainnya seperti kalajengking dan tikus.

Mereka beralasan, karena pada hakikatnya setiap makhluk yang diciptakan oleh Allah di muka bumi bisa diambil manfaatnya, begitu juga dengan ular piton maupun jenis ular lainnya.

Dan dalam Madzhab Hanafi, memang tidak ada syarat harus sucinya benda yang jual. Bahkan mereka memperbolehkan jual beli kulit babi dan kulit bangkai. Tolak ukurnya, menurut mereka, selagi bisa dimanfaatkan, maka boleh diperjualbelikan.

Dasar Pengambilan Dalil

Diskusi ta’bir atau ibarat yang menjelaskan tentang perbedaan pendapat mereka dalam hal hukum menjual ular piton ini, disebutkan dalam beberapa kitab.

Dalil Madzhab Syafii

فلا يصح بيع حشرات لا تنفع وهي صغار دواب الارض كحية وعقرب وفأرة وخنفساء إذ لا نفع فيها يقابل بالمال

Maka tidak sah menjual-belikan hewan melata yang tidak bermanfaat yakni binatang-binatang kecil yang melata di bumi seperti ular, kalajengking, tikus dan kumbang karena tidak ada manfaat darinya yang dapat ditukar dengan harta. (Hasyiyah al-Jamal Juz III halaman 25)

Baca Juga:  Bagaimanakah Hukum Tidur Telanjang Menurut Islam?

Dalil Madzhab Maliki

ويصح بيع الحشرات والهوام كالحيات والعقارب اذا كان ينتفع به والضابط عندهم (المالكية) ان كل ما فيه منفعة تحل شرعا لان الاعيان خلقت لمنفعة الانسان بدليل قوله تعالى هو الذي خلق لكم ما فى الارض جميعا

Boleh menjual belikan binatang melata dan berbisa seperti ular dan kalajengking bila memang memberi manfaat. Tolak ukurnya menurut mereka (ulama Malikiyah) adalah semua yang bermanfaat itu halal menurut syara’ karena semua makhluk yang ada memang di ciptakan untuk kemanfaatan manusia dengan dalil firman Allah Ta’ala, ‘Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu Juz IV halaman 446-447)

Dalil Madzhab Hanafi

وكذلك يصح بيع الحشرات والهوام كالحيات والعقارب اذا كان ينـتفع بها. والضابط فى ذلك ان كل مافيه منفعة تحل شـرعا فإن بيعه يجوز

Dan demikian juga sah jual beli serangga dan binatang melata seperti ular dan kalajengking ketika ada manfaatnya. Ukuran manfaatnya adalah semua yang bermanfaat itu halal menurut syara’ , maka menjualnya boleh. (Al-Fiqh ‘ala Madzaahib al-Arba’ah Juz II halaman 232)

ولم يشترط الحنفية هذا الشرط (ان يكون البيع طاهرا لا نجسا) فأجازوا بيع النجاسات كشعر الخنزير وجلد الميتة لانتفاع بها الا ما ورد النهي عن بيعه منها كالخمر والخنزير والميتة والدم كما اجازوا بيع الحيوانات المتوحشة والمذحس الذي يمكن الانتفاع به فى الأكل والضابط عندهم ان كل ما فيه منفعة تحل شرعا فإن بيعه يجوز لأن الأعيان خلقت لمنفعة الإنسان

Baca Juga:  Puasa Bagi Ibu Menyusui? Ini Hukumnya!

Kalangan Ulama Hanafi tidak mensyaratkan sarat ini (barang yang dijual harus suci dan bukan najis). Karenanya, menurut mereka boleh menjualbelikan barang-barang najis seperti bulu babi dan kulit bangkai karena bisa dimanfaatkan kecuali yang memang terdapat larangan untuk menjual belikannya, seperti minuman keras, (daging) babi, bangkai dan darah, sebagaimana mereka yang juga membolehkan binatang buas dan najis yang bisa dimanfaatkan untuk dimakan. Adapun tolak ukurnya menurut mereka adalah semua yang beranfaat itu halal menurut syara’, karena semua makhluk yang ada memang diciptakan untuk kemanfaatan manusia”. (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu Juz IV halaman 181-182)

Kesimpulan

Demikian kajian fiqih kali ini yang membahas tentang hukum menjual ular piton atau jenis ular lainnya atau jenis binatang melata lainnya seperti kalajengking dan tikus.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum menjual binatang-binatang yang disebutkan tadi terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama.

Ada yang mengatakan haram, seperti yang disampaikan oleh ulama-ulama Maszhab Syafi’i. Ada pula yang mengatakan boleh, seperti yang diambil oleh pengikut Madzhab Maliki dan Hanafi. Wallahu a’lam bisshawab!

Faisol Abdurrahman