Hukum Merokok dalam Islam; Benarkah Haram? Ini Penjelasan Ulama

Hukum Merokok dalam Islam; Benarkah Haram? Ini Penjelasan Ulama

PeciHitam.org – Bagi sebagian Masyarakat Jawa Tengah pada khususnya, pasti mengenal Kabupaten Temanggung yang berada dikaki Gunung Sindoro dan Sumbing. Kontur daerah yang menghadap ke Timur banyak mendapat sinar Matahari padi menjadikan Kabupaten ini sangat baik untuk pertanian.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Salah satu Kopi terbaik dan terkhas Dunia tumbuh disepanjang lereng perbukitan Temanggung dan juga Tembakau. Bahkan Temanggung terkenal sebagai Kota Tembakau yang mana tanaman ini sangat vital dan penting peranan ekonomi, sosial dan budaya di Kabupaten ini.

Maka masuk akal jika fatwa Haram Rokok di Temanggung tidak begitu laku atau hanya akan menimbulkan bara api sebagaimana menyalakan rokok itu sendiri. Bagaimana Hukum merokok dalam Islam sebenarnya, di bawah ini penjelasan para Ulama.

Daftar Pembahasan:

Fatwa Rokok, Halal atau Haram?

Meniliti Fatwa Rokok Halal atau Haram memang akan menemukan fakta bahwa perdebatannya sepanas bara apinya tembakau. Berikut Kompilasi Fatwa hukum merokok dalam Islam oleh beberapa Ormas;

  1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai representasi umum Umat Islam di Indonesia menyatakan bahwa Keharaman Rokok terbatas bagi anak dibawah umur dan dengan alasan untuk melindungi anak-anak di bawah umur.
  2. Ormas Muhammadiyah memilih mengeluarkan Fatwa Haram bagi yang menghisap segala produk tembakau. Akan tetapi tidak sampai beranggapan Najis kepada daun Tembakau walaupun pertimbangan hukumnya adalah
  3. Ormas besar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama, lebih memilih membuat fatwa yang “bijak” dan Moderat. Kesan arif dan fleksibel dalam hal Fatwa Rokok ditunjukan oleh NU karena menyediakan Alternatif-alternatif Hukum merokok dalam Islam.

Para ulama NU yang kental tradisi bahtsul masail menganggap rokok mempunyai kemungkinan Hukum yang lebih luas. Bisa jatuh pada hukum Mubah, Mubah (boleh) atau Makruh.

Kondisi Hukum menyesuaikan dengan kondisi orang-orang yang terikat dengan hukum itu sendiri. misal, orang yang sedang dalam perawan medis berat akan terkena hukum haram, dan orang sehat hanya terkena hukum pembolehan. Akan tetapi rekomendasi ke-Makruh-an lebih kuat.

Analisis Hukum Merokok dalam Islam

  1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghukumi Rokok dengan sangat hati-hati dan terlihat memiliki kecenderungan mengakomodir kepentingan dan pendapat berbagai Ormas dan Pemerintah. Pendapat Fatwa MUI yang mengatakan Keharaman berlaku terbatas untuk anak di bawah Umur. Fatwa ini memperlihatkan bahwa akomodasi Hukum oleh MUI.
  2. Muhammadiyah memilih mengeluarkan dengan tegas dan berbeda dengan MUI, walaupun Fatwa ini sering dilanggar oleh beberapa oknum kader. Tradisi dan kebiasaan Rokok masih banyak ditemui di kalangan masyarakat Muhammadiyah.
Baca Juga:  Shalat Munfarid: Pengertian dan Jenis Jenisnya

Pertimbangan hukum pengharaman Rokok oleh Muhammadiyah adalah sebagaimana dalam al Quran sebagai berikut;

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya; “(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung” (Qs. Al-Araf: 157)

Berdasarkan ayat di atas, nalar yang dibangun oleh Muhammadiyah mensejajarkan Tembakau sebagai (الْخَبَائِثَ) maka secara otomatis termasuk dalam kategori Haram.

Arti kata (الْخَبَائِثَ) bermakna barang yang mejijikan, buruk dan busuk. Dan jika ditanyakan lebih lanjut, apakah daun dan tanaman tembakau memiliki sifat demikian.

Nalar kedua Muhammadiyah dalam mengharamkan rokok adalah mendapati adanya unsur Menjatuhkan diri dalam Kebinasaan atau menyebabkan gangguan kesehatan. Anggapan Muhammadiyah yakni mendapati kasus-kasus kesehatan bersumber dari kebiasaan merokok.

Akan tetapi kebiasaan lain yang mengganggu kesehatan seperti mempergunakan bahan bakar fosil, BBM tidak diharamkan, walaupun sama-sama menyebabkan gangguan kesehatan.

Baca Juga:  Nikah Mut’ah, Pernikahan Macam Apa Ini dan Bagaimana Hukumnya?

Nalar ketiga Merokok membahayakan diri sendiri dan orang lain, karena mengandung zak adiktif. Akan tetapi penelitian akhir-akhir ini banyak menunjukan fungsi positif dari zat dalam Tembakau.

Nalar keempat rokok mengandung zat racun, Kelima; Merokok dimasukkan kedalam perbuatan Mubazir, dan Keenam; Merokok bertentangan dengan Maqashid Syariah/ Tujuan dasar Syariah.

Untuk menanggulangi perbuatan Haram (Versi Muhammadiyah) Ormas ini secara aktif ikut serta dalam pengendalian rokok dengan mendirikan Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) dibeberapa daerah pusat para Perokok, yang konon MTCC ini dibiayai oleh grup Bloomberg.

MTCC bergerak aktif dalam menampik dan membendung para perokok di Indonesia. Cara MTCC ini adalah dengan banyak menciptakan kawasan tanpa Asap Rokok diberbagai fasilitas publik.

Tidak cukup menghukumi Rokok Konvensional dengan Tembakau Haram, Muhammadiyah baru-baru ini merilis Fatwa Keharaman Rokok Elektrik atau terkenal dengan Vape. Pertimbangannya hampir sama dengan Rokok Konvensional.

  1. Alternatif Hukum merokok dalam Islam bisa jatuh Mubah (boleh), Haram dan Makruh. Pertimbangan munculnya 3 alternatif hukum berdasar pertimbangan dalil Naqli-Aqli (dalil Teks dan Konteks).

Asal Hukum Rokok adalah Boleh, atau Mubah. Orang-orang dengan kondisi normal diperbolehkan untuk merokok atau tidak merokok, tinggal pilihan masing-masing. Jika konsumsinya berlebihan akan jatuh kepada Hukum Makruh atau Tidak Disukai Allah SWT. Maka mengkonsumsi Tembakau dengan jumlah berlebihan tidak dianjurkan.

Alternatif ketiga adalah Haram, jika jelas-jelas merokok menyebabkan kemadlaratan atau banyak secara langsung bagi penghisapnya. Misal seseorang dengan resiko jantung atau penyakit paru, maka bisa dihukumi Haram merokok.

Analisis Hukum dalam merokok Jatuh dalam Mubah atau Makruh atau Haram tergantung jenis “SEBAB” atau Illat alasan hukum yang mendasarinya. Hal ini merupakan sari pendapat dari Syaik Mahmud Syaltut, Syaikh Wahbah Zuhailli dan Syaikh Abdurrahman Baalawi.

Hukum Merokok dalam Islam Menurut Sayyid Alwi bin Ahmad Assegaf

Kitab yang ditulis oleh Sayyid Alwi bin Ahmad Assegaf dalam kitab Sabatu Kutubin Mufidatin (Kumpulan 7 kitab Bermanfaat) banyak alternatif yang dicantumkan membahas Hukum merokok dalam Islam. Paba kitab Ketiga bab Qamul Shahawat dijelaskan bahwa pendapat terkait tembakau untuk merokok ada 3 bentuk Hukum.

Baca Juga:  Ingin Menikah Dengan Sepupu? Ini Dia Dalilnya!

Pertama; Abu Bakar ibnu Qasim al-Ahdal, Husain al-Mahlaa, Sayyid Abdullah bin Alwi al-Haddad mengkategorikan Tembakau kedalam bentuk Hawadits. Maka kemungkinan Hukumnya adalah Haram

Kedua; Tembakau dan Produk turunannya tidak Haram adalah pendapat Muhammad bin Ismail , Syaikh Abdul Ghani An-Nablusi dan Ulama dari Syafiiah Jamal Az-Zayadi.

Alasannya karena ketiadaan Nash atau dalil yang mengharamkan Temabakau oleh karenanya pengharaman adalah alasan yang mengada-ada. Ulama-ulama tersebut tidak menemukan tabir dalil Naqli dan Aqli untuk mengharamkan tembakau dan rokok.

Ketiga; Pendapat yang adalah pendapat Ulama yang menganggap rokok tidak ditemukan dalil halal atau haramnya. Maka tidak perlu disematkan hukum padanya.

Pendapat Ormas atau para Ulama di atas banyak menyebutkan sumber dan referensi dalam Kitab-kitab mutabar. Oleh karenanya, tidak memerlukan pemaksaan untuk mengikuti fatwa tertentu. Seorang yang memaksakan sebuah fatwa adalah sebuah kesalahan dalam memahami sumber hukum islam.

Pandangan hukum, apalagi dalam Fiqh, banyak sekali mengandung unsur subjektifitas. Muslim yang hidup dikalangan pesantren akan sangat faham bahwa perbedaan pendapat dalam fiqh sangat banyak dan maklum dengannyya dengan tidak membesar-besarkan, apalagi dikawal. Karena sifat dasar keislaman adalah keyakinan bukan pemaksaan. Ash-shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq