PeciHitam.org – Semua rumah tangga yang dibina berlandaskan cinta kasih tidak akan menginginkan adanya percekcokan ataupun pertengkaran. Harapan dalam rumah tangga adem, ayem, tentrem jauh dari kabar miring apalagi berujung kepada perpisahan.
Akan tetapi ada kalanya dalam rumah tangga timbul pertengakaran kecil atau besar. Selama hanya sebatas buih-buih rumah tangga tidak mengapa. Dan suatu ketika, diperlukan juga ketegasan suami dalam membina istri baik dengan verbal atau dengan tindakan.
Tindakan suami kepada istri dalam kerangka mendidiknya harus memperhatikan psikologi dan ketentuan syariat, jangan sampai terlewat batas.
Salah satu bentuk mendidik istri adalah dengan verbal/ kata-kata. Maka sebatas mana hukum suami membentak istri dalam Islam yang diperbolehkan?
Harus ada kejelasan Hukum dan ketentuan batasan dalam kerangka mendidik istri. Tidak boleh semena-mena dalam bertindak lepas dari kendali dan dikuasai nafsu amarah.
Daftar Pembahasan:
Pendidikan dan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Pemimpin lingkup kelurga berada dipundak seorang suami. Ia bertanggung jawab terhadap segala tingkah dan bahtera rumah tangga. Keberhasilan mendidik istri dan anak-anaknya akan menjadikan keluarga berkah sebagaimana keluarga Nabi Ibrahim AS.
Suami bertindak sebagai pemimpin, seyogyanya harus bersikap bijaksana kepada anggota yang dipimpinnya. Tidak boleh semena-mena, dumeh (merasa diri) paling benar dan mempunyai kekuasaan penuh tidak tertandingi.
Model suami yang demikian itu tidak dibenarkan dalam Islam. Setali dua uang, Istri juga harus menjaga diri dan kehormatan baik di depan suami maupun tatkala ditinggal suami mencari nafkah. Sangat tidak dibenarkan jika istri tidak sanggup menjaga martabat diri dan keluarga.
Mengarungi bahtera keluarga ada kalanya terdapat hal ihwal yang menerjang berupa godaan, khilaf dan kesalahan. Tugas seorang pemimpin kepada istri yang melakukan khilaf tidak serta memainkan fisik/ ringan tangan dengan memukul sekehendak hati.
Ada koridor yang disedikan oleh suami untuk memperingatkan istri. Allah SWT menunjukan jalan penyelesaian konflik internal keluarga sebagaimana dalam ayat berikut;
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya; “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar” (Qs. An-Nisa‘: 34)
Ayat ini menunjukan superioritas suami di atas istri, dan suami memiliki otoritas untuk mengatur Istri. Otoritas dan kekuasaan suami harus dipahami sebagai bentuk mendidik untuk kebaikan, bukan dengan kekerasan.
Berbeda bentuk antara pendidikan dan kekerasan, walaupun dalam aplikasinya sangat berdekatan. Pendidikan dengan ketegasan akan terlihat dari cara menyampaikan nilai-nilai kebenaran menggunakan metode cinta, kasih dan sayang. Tidak mengabaikan nilai-nilai perhatian terhadap keluarga.
Ada kalanya menggunakan bentakan dan kata-kata tegas untuk mendidik. Maka memperhatikan hukum suami membentak istri dalam Islam adalah keharusan supaya mengetahui batasan dalam bermuammalah dengan istri.
Sedangkan kekerasan dengan verbal tidak akan mengindahkan hukum suami membentak istri dalam islam. Bentakan dan hentakan kata kasar akan meluncur bak air terjun yang menghujam hati istri.
Model mendidik istri dengan menggunakan kata kasar tanpa aturan Islam dapat dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga.
Hukum Bentakan Suami dalam Islam
Sebagai pemegang otoritas dalam keluarga sebagaimana diamanatkan dalam surat An-Nisaa ayat 34 di atas, maka suami berhak mengatur Istri. Pengaturan suami kepada Istri harus memperhatikan adab tata cara yang dibenarkan Islam.
Salah satu metode untuk memperingatkan istri yang paling umum digunakan adalah membentak dengan suara tinggi. Bentuk bentakan suami kepada Istri apakah bernilai emosional atau pendidikan tidak bisa dinilai secara dzahir.
Setidaknya bagi suami yang melakukan Bentakan harus berpegang pada prinsip syariat. Hukum suami membentak istri dalam kerangka mendidik Diperbolehkan. Sebaliknya, jika memang suami membantak istri dengan motif melepaskan emosi sampai main tangan maka Hukumnya Haram.
Kriteria Hukum Suami membentak Istri dalam Islam diterangkan dengan halus dalam ayat berikut;
وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ
Artinya; “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan Nusyuz–nya, Maka nasehatilah mereka”
Bentuk nasihat dalam setiap kondisi dan budaya pasti memiliki perbedaan. Bentuk nasihat paling lemah lembut adalah dengan memberikan wejangan atau sekedar memperingatkan dengan halus.
Akan tetapi, jika pembangkangan (Nusyuz) terus dilakukan maka kiranya membentak Istri dengan ketegasan diperlukan.
Dalam Konteks ini, Hukum suami membentak Istri dalam Islam diperbolehkan tidak terlepas dari keadaan yang memaksa. Tidak bisa dipungkiri permasalahan keluarga tidak semuanya berbobot sama dan ringan. Terkadang permasalahan yang muncul berat dan membutuhkan intonasi kata keras untuk meluruskan.
Kata yang tegas cenderung keras akan terdengar seperti bentakan. Simpulannya, jika dalam kerangka mendidik Hukum suami membentak Istri dalam Islam diperbolehkan selama tidak menimbulkan kekerasan secara verbal.
Jika kekerasan secara verbal muncul dalam bentakan, bisa dikategorikan Hukum suami membentak Istri dalam Islam dilarang karena sudah bercampur dengan emosi dan nafsu. Ketercampuran emosional dan nafsu amarah dalam berkata tidak dibenarkan dalam Islam.
Adab Suami Kepada Istri dan Sebaliknya
Islam melarang keras adanya pembangkangan istri kepada suami, sebagaimana disebutkan dalam surat an-Nisaa ayat 34. Bahkan suami berhak untuk memukul istri dalam kerangka mendidik dan meluruskan perbuatan istri.
Pembangkangan Istri kepada suami dalam Islam disebut dengan Nusyuz. Jika Istri melakukan ini maka Hukum Suami membentak Istri dalam Islam dibenarkan. Pembenaran ini sebagai konsekuensi tindakan tidak benar dari istri.
Selain dibenarkan oleh syariat untuk membentak Istri dalam kerangka mendidik, suami harus tahu bagaimana cara memperlakukan istri dengan benar sesuai adab. Imam Ghazali dalam kitab Al-Adab fid Din menjelaskan sekurangnya adab suami kepada Istri ada 12.
آداب الرجل مع زوجته: حسن العشرة، ولطافة الكلمة، وإظهار المودة، والبسط في الخلوة، والتغافل عن الزلة وإقالة العثرة، وصيانة عرضها، وقلة مجادلتها، وبذل المؤونة بلا بخل لها، وإكرام أهلها، ودوام الوعد الجميل، وشدة الغيرة عليها
Artinya; “Adab suami Kepada Istri ada 12; yakni Bergaul (menggauli Istri) dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukan cinta kasih (suami kepada Istri), bersikap lapang (sabar) ketika sendirian, tidak selalu menjadikan Istri sebagai tertuduh, memaafkan Istri, menjaga harta Istri, tidak sering berdebat dengan istri, memberi Nafkah yang pantas, memuliakan keluarga Istri, Berjanji dengan baik dan menepatinya, menunjukan Gairah kepada Istri.
Selain adab Suami kepada Istri, perlu diperhatikan pula bagaimana seharusnya istri bertindak sebagai pendamping yang baik. Pokok Utama dari tugas Istri adalah melayani dan taat kepada Suami dengan penuh kesabaran.
Jika suami dan istri, masing-masing memahami peran dan kewajibannya, niscaya akan tercipta keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah dilipui ridha Allah SWT. Ash-Shawabu Minallah.