Pecihitam.org – Ciri orang sombong adalah enggan untuk mengakui kesalahan dan bertaubat. Sifat ini bisa dilacak dari kisah Iblis yang merasa lebih baik dari Nabi Adam sebagaimana termaktub dalam al-quran. Iblis enggan mengakui kepintaraan Nabi Adam setelah dianugerahi ilmu pengetahuan (al-asmâ’) oleh Allah Swt.
Sifat angkuh Iblis pula membuat ia menolak bersujud kepada Nabi Adam atas titah Allah. Atas kesalahannya itu Iblis sama sekali tidak mengakui dan meminta maaf, bertaubat pada Allah Swt. Pungkasnya, atas kesombongannya, ia didepak dari surga.
Kisah masyhur itu wajib menjadi pelajaran bagi kita. Iblis yang sudah berada di surga saja bisa dikeluarkan, apalagi kita yang sama sekali belum pernah masuk surga. Oleh karenanya sangat penting bagi kita untuk selalu ikhtiar membuang sifat sombong dalam hati. Ikhtiar itu bisa diupayakan dengan jalan taubat. Mengakui segala dosa dan memohon ampunan pada Allah Swt.
Syaikh Ibnu Athaillah as-Sakandari, dalam kitabnya Tajul ‘Arus memberikan petuah apik soal kewajiban seorang hamba agar senantiasa introspeksi diri dan melakukan upaya taubat ilallâh. Beliau berkata:
ياايها العبد اطلب التوبة من الله في كل وقت فان الله تعالى قد ندبك اليها فقال تعالى: وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. وقال تعالى: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Duhai hamba Allah, carilah pertaubatan dari Allah dalam setiap waktu, sungguh Allah Ta’ala menganjurkanmu untuk bertaubat. Allah Ta’ala berfirman: “Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang beriman agar kamu beruntung” (al-Nur: 31). Dan Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri” (al-Baqarah: 222).
Ihwal ini, KH. Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus dalam pengajiannya pernah ndawuh bahwa ayat tersebut menggunakan kata yuhibbu, ini berarti bahwa orang yang bertaubat dan suka membersihkan diri baik lahir maupun batin akan dicintai Allah Ta’ala. Secara batin berarti membersihkan hati dari kotoran seperti sifat iri, dengki, dan takabbur serta sifat tercela lainnya.
Selain secara langsung memohon ampunan kepada Allah Ta’ala, dalam laku taubat ini Syaikh Ibnu Athaillah memberikan kiat bagimana cara kita bertaubat. Beliau mengurainya:
فإن أردت التوبةَ فينبغي لك ألَّا تخلو من التفكُّرِ طول عمرك فتفكَّر فيما صنعت في نهارك، فإن وجدت طاعة فاشكر الله عليها، وإن وجدت معصية فوبِّخْ نفسَكَ على ذلك، واستغفر الله وتب؛ فإنه لا مجلس مع الله أنفعُ لك من مجلسٍ توبِّخ فيه نفسك
Jika engkau menghendaki pertaubatan, seyogianya sepanjang usiamu dipenuhi tafakkur. Bertafakkurlah atas segala apa yang engkau perbuat sepanjang hari-harimu. Jika engkau menemukan ketaatan, bersyukurlah pada Allah. Jika engkau menemukan kemaksiatan maka cela-lah dirimu, mohohlah ampunan pada Allah dan bertaubatlah. Sebab tidak ada majelis yang lebih bermanfaat di sisi Allah bagimu selain majelis yang di dalam majelis itu engkau mencela dirimu sendiri – atas kemaksiatan yang diperbuat.
Mutiara kalam hikmah Syaikh Ibnu Athaillah ini hendaknya dicermati dan dijadikan amalan rutin setiap kita sebagai hamba Allah Swt. Apakah sedari membuka mata hingga menuju petiduran kembali kita banyak melakukan ketaatan atau kemaksiatan? Berapa banyak kita beristigfar dan bersyukur pada Allah al-Karim?
Wallahul muwaffiq.