Ilmu Tauhid Dasar Ahlussunnah wal Jamaah; Hukum Akal

Ilmu Tauhid Dasar Ahlussunnah wal Jamaah, Hukum Akal

Pecihitam.org – Dalam Aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah kita mengenal yang namanya I’tiqad lima puluh, ini adalah gabungan dari 20 sifat-sifat yang wajib bagi Allah, 20 yang mustahil bagi-Nya, 4 sifat yang wajib bagi Nabi, 4 yang mustahil baginya, 1 sifat yang jaiz (harus) bagi Allah dan 1 sifat yang jaiz pada diri Nabi. Ketika di jumlahkan maka semuanya berjumlah 50.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Imam Abu Hasan Al-Asy’ari sebagai salah seorang Imam Besar Ahlussunnah Wal-jama’ah telah menyusun I’tiqad lima puluh tersebut berdasarkan Al-Quran dan Hadits Nabi SAW. Semua itu adalah agar kita umat islam benar benar dapat ma’rifah (mengenal) kepada Allah SWT, sehingga kita tidak jatuh ke dalam jurang kesesatan yang dapat membahayakan Iman. Rasulullah SAW bersabda:

اَوَّلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ

“awal mula agama adalah berma’rifah/mengenal Allah”

Pada beberapa kesempatan ke depan Insya Allah penulis akan mengurai satu persatu tentang I’tiqad lima puluh tersebut lengkap dengan dalilnya, baik dalil Naql maupun dalil aqli. Namun sebelumnya, terlebih dahulu kita simak perihal yang berkaitan erat dengan ilmu kalam/tauhid, yaitu tentang hukum akal.

Baca Juga:  Syarat Menafsirkan Al-Qur’an dari Imam Jalaluddin al-Suyuthi

HUKUM AKAL ( حُكْمُ الْعَقْلِى )

Hukum akal adalah hukum atau suatu ketentuan yang di bangsakan kepada akal pikiran, sehingga dengan adanya ketentuan akal ini kita dapat menetapkan ada dan tiadanya sesuatu perkara.

Perlu di ketahui yang bahwa mengenal hukum akal adalah wajib pada syara’ bagi tiap-tiap mukallaf yaitu muslim yang sudah baligh lagi berakal dan sejahtera (sehat) panca indranya. Baik ia laki-laki atau perempuan, manusia merdeka ataupun hamba sahaya. Hukum akal terbagi kepada tiga:

1.Wajib

Wajib yang di maksud dalam ranah hukum akal adalah sesuatu yang ketiadaannya tidak dapat di benarkan (di percaya) oleh akal. Berbeda halnya dengan pengertian wajib yang terdapat dalam ranah hukum syara’, maka wajib di sana berarti mendapat pahala bila mengerjakan dan berdosa (mendapat siksa) bila di tinggalkan.

Baca Juga:  Ribuan Pengasuh Pondok Pesantren Ini Sepakat Kembalikan Fungsi Masjid

Wajib pada hukum akal dalam artian, akal tidak dapat menerima secara pasti bila sesuatu tersebut tidak ada, akal dengan sendirinya akan menolak ketidak beradaan tersebut setelah menyaksikan tanda-tanda atau bukti-bukti yang berkaitan dengan hal itu, kemudian barulah akal akan mentsubutkan (menetapkan) yang bahwa sesuatu itu ada. Sesuatu yang wajib tersebut Contohnya adalah seperti eksistensi (keberadaan) Allah SWT.

2. Mustahil

Mustahil adalah kebalikan daripada wajib, yaitu sesuatu yang keberadaannya tidak dapat di benarkan oleh akal.

Dalam artian, akal akan menolak mentah-mentah keberadaan tersebut setelah mendapati tanda atau bukti berdasarkan penyaksian dan olah pikir yang mendalam tentang hal itu, selanjutnya akal akan menetapkan yang bahwa hal tersebut tidak ada. Sesuatu yang mustahil itu contohnya seperti adanya sekutu bagi Allah SWT.

3. Jaiz (harus/boleh)

Pengertian Jaiz adalah sesuatu yang antara ada dan tiadanya dapat di terima/di cerna oleh akal. Dalam artian, akal dapat dengan sendirinya membenarkan sesuatu tersebut ada pada suatu ketika dan tiada pada ketika yang lain.

Baca Juga:  Benci Tapi Rindu, Salafi Wahabi Masih Suka Nukil Kitab Ulama Asy'ariyyah

Maksudnya, perkara tesebut boleh saja ada dan boleh saja tidak. Contoh sesuatu yang jaiz antara lain adalah seperti adanya langit dan bumi, diutusnya para Rasul, diampunkannya ahli maksiat serta di azabnya orang yang ta’at dan lain sebagainya. Jaiz ini juga terkadang di istilahkan dengan mumkin dalam ranah ilmu tauhid.

Demikian untuk di ketahui terkait masalah hukum akal sebelum kita masuki dalam pembahasan I’tiqad lima puluh yang InsyaAllah akan kita lanjutkan pada artikel yang lain.

Wallahu A’lam Bisshawaab !

Muhammad Haekal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *