Ini Dalil Dibolehkannya Tayamum Dalam al-Quran dan Hadits

Ini Dalil Dibolehkannya Tayamum Dalam al-Quran dan Hadits

PeciHitam.org – Suci merupakan syarat utama bagi seseorang untuk beribadah. Secara etimologi, tayamum berarti sengaja, adapun secara terminologi adalah sengaja menggunakan debu yang suci untuk mengusap muka dan telapak tangan dalam konteks beribadah kepada Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Menurut Kahar Masyhur di dalam Buku Shalat Wajib Menurut Mazhab yang Empat, kata tayamum menurut bahasa arabnya ialah القصد yang artinya sengaja.

Adapun menurut syara’ tayamum berarti menyapu muka dan dua tangan dengan debu yang menyucikan menurut cara tertentu.

Syafi’iyah dan Malikiyah menambahkan kaidah ini dengan niat karena ia termasuk rukunnya dan cara pengusapannya yaitu hanyalah meletakkan tangan di tanah atau debu yang menyucikan.

Bertayamum disyari’atkan di waktu ketiadaan air atau tidak boleh memakainya dan ada sebab yang memerlukan demikian. Tayamum tersebut ditetapkan berdasarkan dalil, baik dari Al-Quran dan hadits rasul SAW, serta ijma’ para ulama.

Sedangkan menurut Muhammad Ibn Qasim Al-Ghazzi, tayamum ialah menyampaikan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan sebagai gantinya wudhu, mandi atau membasuh anggota disertai syarat-syarat yang sudah ditentukan sebagai rukhshah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat menggunakan air karena beberapa halangan (udzur).

Adapun yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan tayamum, antara lain:

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Berduaan dengan Bukan Mahram?

Firman Allah dalam Surat An-Nisa’ ayat 43 yang berbunyi,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”

Hadis riwayat Amar bin Yasir yang berbunyi:

عن عمار بن ياسر قال سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن التيمم فأمرني ضربة واحدة للوجه والكفين

“Dari Ammar bin Yasir, beliau berkata, “Saya bertanya kepada Nabi SAW tentang tayammum, maka beliau memerintahkan kepadaku (bertayammum) dengan sekali tepukan untuk muka dan kedua telapak tangan.”

Baca Juga:  Ketentuan Pembagian Daging Kurban Menurut Kitab Bidayah al-Mujtahid

Adapun syarat-syaratnya tayamum sebagai berikut:

  1. Apabila seseorang tidak menemukan air yang akan digunakan untuk berwudhu atau untuk mandi junub atau mandi dari haid atau mandi dari nifas. Hal ini berlaku hanya bagi orang yang memang tidak menemukan air sama sekali atau ia menemukan airnya akan tetapi air tersebut sangat dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari dan airnya hanya sedikit.
  2. Apabila ia menemukan air akan tetapi ia tidak dapat menggunakannya, karena ia dalam keadaan sakit yang dalam artian sakitnya tersebut akan bertambah parah jika terkena oleh air (adanya udzur) atau karena bepergian.
  3. Sebagian ulama fiqh memperbolehkan tayamum bagi seseorang yang khawatir terlambat melakukan shalat jika ia harus mengambil wudhu atau mandi.
  4. Masuk waktunya shalat, tidak sah tayamum karena untuk shalat sebelum masuk waktunya. Madzhab Hanafi (al-Hanafiyyah) berpendapat bahwa boleh bertayammum sebelum datang waktu.
  5. Harus dengan debu yang suci yang tidak dibasahi (tidak bercampur dengan sesuatu) dan belum pernah dipakai sebelumnya.
  6. Niat. Dalam kaitannya dengan niat, madzhab Maliki (al-Malikiyyah) dan madzhab Syafi’i (asy-Syafi’iyyah) mereka berkata bahwa niat adalah rukun, bukan syarat. Sedang madzhab Hanafi dan madzhab Hambali beranggapan bahwa niat adalah syarat dalam tayammum dan juga syarat dalam wudlu; dan niat ini bukan sebagai rukun.
  7. Tayamum hanya untuk sekali shalat fardhu. Walaupun sampai shalat fardhu selanjutnya belum batal, namun diwajibkan untuk bertayamum lagi ketika belum bertemu dengan air.
Baca Juga:  Bagaimana Hukum Menahan Hadats Buang Hajat, Kencing dan Kentut Ketika Shalat?

Adapun fardhunya tayamum ialah sebagai berikut:

  1. Niat, orang yang hendak melakukan tayamum haruslah berniat terlebih dahulu karena hendak melakukan shalat atau sebagainya, bukan semata-mata untuk menghilangkan hadas saja, sebab sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadats, hanya diperbolehkan untuk melakukan shalat karena darurat.
  2. Mengusap muka dengan tanah
  3. Mengusap kedua tangan sampai siku.
  4. Tertib, artinya mendahulukan muka daripada tangan.
Mohammad Mufid Muwaffaq