Ini Dia Metode Dakwah Wali Songo, Pendekatan Psikosufistik Adalah Salah Satunya!

Ini Dia Metode Dakwah Wali Songo, Pendekatan Psikosufistik Adalah Salah Satunya!

Pecihitam.org- Dari berbagai kajian tentang Wali songo penulis melihat masih dalam bentuk kajian historis terkait dengan pola dan metode dakwah Wali songo secara umum, misalnya yang ditulis Widji Saksono: Mengislamkan Tanah Jawa, Telaah atas Metode Dakwah Walisongo (2005); Ridin Sofwan, dkk. (2000): Islamisasi di Jawa, Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, menurut Penuturan Babad.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Walisongo telah melahirkan tradisi Islam Jawa yang dialogis, terbuka (inklusif), kultural, dan sufistik sehingga membentuk pola berpikir, sikap dan perilaku keagamaan yang fleksibel, namun tetap berpegang pada nilai-nilai ketauhidan.

Islam yang dikenalkan Walisongo menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang membawa kedamaian, keselamatan bagi seluruh umat, bukan Islam yang penuh dengan simbolisme namun rawan untuk melakukan kekerasan atas nama agama.

Kerangka pemahaman Islam seperti tersebut di atas merupakan hasil penanaman nilai-nilai Islam yang didakwahkan Walisongo yang memiliki latar belakang ajaran Tasawuf.

Sebagaimana yang telah penulis baca dalam literatur yang membahas Walisongo bahwa Walisongo adalah para sufi dan juga para psikolog yang mampu memengaruhi masyarakat Jawa pada masanya untuk menerima dan menjadikan Islam sebagai keyakinan baru yang membawa ketentraman.

Baca Juga:  Kesultanan Buton, La Ode Muhammad Aydrus dan Karya-karyanya

Terkait dengan psikosufistik yang penulis jadikan sebagai kerangka berpikir dalam komunikasi dakwah, penulis melihat bahwa metode dakwah yang dibangun Wali songo mengarah pada pendekatan psikosufistik, yakni sebuah pandangan psikologis dalam memahami ajaran tasawuf sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka pemikiran untuk menentukan sikap dan perilaku beragama yang berpegang pada nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah.

Pendekatan psikosufistik akan mengarahkan umat dalam bersikap dan berperilaku Islami meskipun di tengah berbagai perbedaan dan derasnya perubahan zaman.

Ibaratnya hidup di tengah komunitas yang berbeda agama dan keyakinan, berbeda pemahaman agama, atau di tengah komunitas yang antipati terhadap agama kita, kita tetap berpegang teguh terhadap nilai-nilai ketauhidan dan juga mampu menerapkan nilai-nilai toleransi sehingga dapat hidup berdampingan bahkan dipandang baik oleh komunitas yang berbeda tadi.

Cara pandang, sikap, dan perilaku yang fleksibel, dialogis, dan terbuka itu juga sebenarnya merupakan bagian dari berdakwah, karena bagaimanapun, hanya Allah Jalla Jalaluhu yang Maha Mengetahui dan Berkehendak untuk membuka kesadaran manusia untuk menerima dan memeluk Islam sebagai agama yang rahmatal lil’alamin. Sementara kita sebagai umat Islam hanya ikhtiar (tanpa kekerasan) dan berdoa untuk kebaikan seluruh umat.

Baca Juga:  Wahabi Masih Sering Bid'ahkan Maulid? Jawablah Seperti Ini

Pola komunikasi dakwah yang telah dilakukan Walisongo memuat nilai-nilai psikosufistik yang memiliki potensi untuk dapat diimplementasikan dalam konteks berdakwah di era sekarang ini.

Penulis melihat di era yang telah berkembang pesat berbagai media, pengembangan, dan metode dakwah memang telah meluas di masyarakat. Model-model dakwah pun telah beragam, misalnya model dakwah di media radio, televisi, media cetak (misal: opini, rubrik konseling agama, rubrik khotbah).

Namun pada umumnya masih bersifat informatif kognitif dan dengan pendekatan fiqh saja. Sementara pola komunikasi dakwah yang akan membentuk keseimbangan diri masih sedikit. Komunikasi dakwah psikosufistik akan menjadi alternatif untuk memberikan pencerahan dalam berdakwah untuk mendampingi masyarakat di era modern yang sarat dengan berbagai problem kejiwaan.

Dakwah sebagai proses komunikasi membutuhkan upaya-upaya yang harus dirancang secara strategis sebagaimana sebuah komunikasi yang efektif yang mempertimbangkan efek dari komunikan. Berhasil tidaknya kegiatan dakwah tersebut tidak terlepas dari bagaimana proses komunikasi antarpelaku dakwah (da’i dan mad’u) berlangsung.

Baca Juga:  21 Pesantren Rehabilitasi Narkoba di Indonesia dan Relevansinya dengan Hadis Nabi

Jadi, disinilah kontribusi komunikasi menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan dalam kegiatan dakwah. Artinya, secara teoritis, teori-teori komunikasi sebagai sebuah ilmu akan memberikan kontribusi dalam merancang kegiatan dakwah yang efektif, sehingga pesan-pesan Islam yang menjadi isi materi dakwah dapat tersampaikan dan berefek pada perubahan sikap mad’u ke arah yang lebih baik sesuai tujuan kehidupan Islam, bahagia dunia akherat.

Mochamad Ari Irawan