Inilah Kedudukan Nabi Muhammad Saw di dalam al-Qur’an

kedudukan nabi muhammad

Pecihitam.org – Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir yang diutus oleh Allah swt yang derajatnya melebihi nabi-nabi sebelumnya. Dalam riwayat disebutkan bahwa Nabi Adam adalah Bapaknya Jasad dan Nabi Muhammad bapaknya Ruh. Secara ruh ia lebih dulu dari para Nabi, sedangkan secara jasad/lahiriah ia adalah nabi yang terakhir di utus.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Karena itu, saya akan memaparkan sebagian kecil tentang kedudukan Nabi Muhammad saw menurut al-Qur’an agar kita semua tahu tentang kedudukan Rasulullah saw.

Pertama, merujuk kepada Qs. Al-Anfal ayat 33 Allah swt berfirman:

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (33)

Artinya: Allah tidak akan menyiksa mereka selama kamu (muhammad) di tengah mereka dan Allah tidak akan menghukum mereka sementara mereka memohon ampun.

Allah swt menyebutkan bahwa ada dua hal yang menyebabkan adzab Allah swt akan jauh dari manusia, yaitu dengan kehadiran Rasulullah saw dan kedua dengan senantiasa melakukan istighfar. Ajaibnya al-Qur’an mendahulukan menyebut kehadiran Nabi Muhammad saw lalu menyebutkan istighfar.

Lalu pertanyaannya bagaimana dengan wafatnya Nabi saw? apakah Nabi saw masih memiliki fungsi menghindarkan kita dari adzab Allah atau tidak? Kalau masih berfungsi lalu bagaimana cara menghadirkan Nabi saw agar adzab itu jauh dari kita?

Baca Juga:  Olahraga Gulat Ala Rasulullah, Apakah Ini Termasuk Sunnah?

Kehadiran Nabi saw harus dimaknai dalam dua aspek, kehadiran secara lahiriah dan kehadiran secara ruhani. Secara jasad/lahiriah Nabi saw telah wafat, namun secara ruhaniyah Nabi saw masih tetap ada. Lalu bagaimana cara menghadirkan secara ruhaniyah?

Dengan shalawat. Dengan shalawat pada hakikatnya kita sedang mengundang Nabi saw untuk hadir menemui kita sebagai pecintanya. Ada banyak catatan sejarah Nabi saw hadir secara ruhaniah pada ulama-ulama tertentu.

Kedua, Nabi Muhammad saw adalah manusia sebaik-baik teladan sepanjang masa di antara para Nabi yang lain lihat Qs. Al-Ahzab ayat 21 Allah swt berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ … (21)

Artinya: Sungguh pada diri Rasullah terdapat suri teladan yang baik…

Al-Qur’an melekatkan huswatun hasanah hanya pada dua nabi, yaitu Nabi Ibrahim lihat Qs. Al-Mumtahanah ayat 4, dan Nabi Muhammad saw. Selain itu, Nabi Muhammad saw adalah manusia yang penuh empati, penuh kasih, raufur rahim.

Empati adalah kemampuan merasakan penderitaan, kebahagiaan yang orang lain rasakan. Barangkali dengan sifat empati ini Rasulullah saw sering kali menangis dan kasihan terhadap orang lain. Kebahagiaannya adalah saat umatnya merasakan kebahagiaan, penderitaannya saat umatnya merasakan penderitaan.

Baca Juga:  Pembelajaran Kitab Fiqh Lintas Madzhab di Pondok Pesantren dalam Membumikan Toleransi

Iman Ja’far ash-Shadiq pernah berkata “jauh kaum membuat sedih Rasulullah saw”. Bagaimana kami bisa membuat Rasullah saw sedih sementara ia sudah wafat? Tanya sahabatnya. Kalian mengaku beriman kepadanya, tetapi kalian melanggar perintahnya.

Ketiga, merujuk kepada Qs al-Ahzab ayat 56 Allah swt berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (56)

Artinya: Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada Nabi Muhammad, wahai orang-orang beriman bershalawatlah kepadanya dan berilah salam dengan (sebaik-baiknya) salam.

Al-Qur’an menggambarkan bahwa para malaikat dan Allah swt senantiasa bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. Secara spesifik hanya Nabi Muhammad saw yang senantiasa mendapatkan shalawat dari para malaikat dan Allah swt.

Ini bukan berarti para Nabi as tidak mendapatkan shalawat dari malaikat dan Allah swt, tetapi yang diabadikan dalam al-Qur’an hanyalah Nabi Muhammad saw. Ini menunjukkan posisi Nabi saw yang berbeda dengan para nabi yang lain.

Satu-satunya perintah Allah swt yang tidak memiliki syarat yang bermacam-macam adalah perintah melakukan shalawat. Sebagian ulama berkata bahwa segala perintah Allah swt itu tidak disertai contoh oleh Allah swt. Shalat, puasa, haji, zakat dan lain sebagainya itu perintah Allah swt tanpa diberi contoh langsung.

Baca Juga:  Hak Cipta dalam Perspektif Hukum Islam

Namun perintah shalawat itu perintah yang dicontohkan langsung oleh Allah swt dan para malaikatnya. Karena itu, ketika kita bershalawat pada hakikatnya kita sedang “bersama” Allah dan para malaikatnya melakukan shalawat kepada Nabi Muhammad saw.

Masih ada beberapa surah dan ayat di dalam al-Qur’an yang menggambarkan tentang kedudukan Nabi Muhammad saw yang mungkin belum begitu diperhatikan selama ini. Insya Allah dilain waktu akan saya tulis tentang Nabi saw. Walaupun sebenarnya al-Qur’an itu adalah tentang Nabi Muhammad saw yang tertulis, sementara Nabi Muhammad saw adalah al-Qur’an yang mewujud.

Wallahu A’lam bis Shawab.

Muhammad Tahir A.