I’tiraf, Sebuah Syair Abu Nawas Tentang Pengakuan Dosa

i'tiraf

Pecihitam.org – Sebagian besar dari kita pasti sudah mafhum dengan syair I’tiraf Abu Nawas. Syair yang berisikan ungkapan rasa sesal yang begitu dalam akan dosa-dosa itu rasanya sudah akrab di telinga muslim Indonesia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Syair ini banyak dilantunkan di masjid, mushala, langgar dan tempat-tempat ibadah umat muslim. Syair ini juga banyak di aransemen oleh para musisi menjadikannya syair dengan musik-musik islami.

Ada sebuah cerita yang sangat layak untuk kita renungi tentang Abu Nawas. Menurut saya cerita ini erat kaitannya dengan substansi yang disampaikan dalam syair I’tiraf Abu Nawas. Berikut ceritanya

Suatu saat ada tiga orang bertamu kepada Abu Nawas. Tamu itu bertanya dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya:

“Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”
“Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil.” Jawab Abu Nawas.

“Mengapa?” kata orang pertama.
“Karena lebih mudah diampuni oleh Allah,” jawab Abu Nawas.
Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.

Baca Juga:  Siasat Abu Nawas Bikin Prajurit Raja Tak Bisa Buang Air Besar

Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama:
“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”
“Orang yang tidak mengerjakan keduanya,” jawab Abu Nawas.

“Mengapa?” kata orang kedua.
“Jika tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Allah.” jawab Abu Nawas.
Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.

Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama:
“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”
“Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar,” Jawab Abu Nawas.

“Mengapa?” kata orang ketiga.
“Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya jauh lebih besar daripada dosa-dosa besar yang dilakukan oleh sang hamba tersebut.” Jawab Abu Nawas.
Orang ketiga menerima jawaban Abu Nawas. Kemudian ketiga tamu itu pulang dengan perasaan puas.

Karena belum mengerti, seorang murid Abu Nawas yang kebetulan pada saat itu menyaksikan hal tersebut bertanya:

“Wahai guruku, bagaimana dengan pertanyaan yang sama bisa dengan jawaban yang berbeda-beda?” tanya sang murid.
“Manusia itu dibagi menjadi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak, dan tingkatan hati.” Jawab Abu Nawas.

Baca Juga:  Abu Nawas, Sufi Legendaris Sepanjang Zaman, Jangan Baca Nanti Tertawa!

“Apakah tingkatan mata itu?” tanya murid Abu Nawas. “Anak kecil yang melihat bintang di langit. Ia akan mengatakan bahwa bintang itu kecil karena ia hanya melihat dengan menggunakan mata.” Jawab Abu Nawas mengandaikan.

“Apakah tingkatan otak itu?” tanya murid Abu Nawas. “Orang pandai yang melihat bintang di langit. Ia mengatakan bahwa bintang itu besar, sebab ia berilmu.” Jawab Abu Nawas.

“Lalu apakah tingkatan hati itu?” tanya murid Abu Nawas.
“Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. Ia tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan Kemahabesaran Allah.” Jawab Abu Nawas.

Akhirnya murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa mempunyai jawaban yang berbeda.

Baca Juga:  Keutamaan Ilmu dalam Islam, Ibarat Pohon yang Berbuah Lebat

Kiranya cerita ini memiliki keterkaitan dengan substansi bait-bait dalam syair I’tiraf Abu Nawas.

Dalam syi’irnya Abu Nawas mengatakan bahwa dosanya bagaikan hitungan pasir karena begitu banyaknya. Namun ia membangun rasa optimistis dalam dirinya bahwa pengampunan Allah jauh lebih besar dan banyak jika dibandingkan dosa Abu Nawas.

Pada puisi atau syi’ir I’tiraf pula, kita yakini bahwa Abu Nawas termasuk dalam tingkatan hati, seperti yang Abu Nawas jabarkan saat menjawab orang ketiga pada cerita tersebut diatas.

*Dari buku kumpulan kisah Abu Nawas

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *