Jangan Terlalu Tekstual! Mari Pahami Maksud Hadits “Ketidaksuksesan Kepemimpinan Seorang Perempuan”

Maksud Hadis tentang Ketidaksusesan Kepemimpinan Seorang Perempuan

Pecihitam.org – Ketika membahas tentang sosok pemimpin, tentu tidak sedikit yang beranggapan bahwa hanya kaum laki laki-saja yang pantas menduduki jabatan kepemimpinan itu. Dan pemahaman ini dari dulu sampai sekarang masih saja tetap bertahan, sehingaa kepemimpinan seorang perempuan dihujat tidak akan membawa kejayaan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bahkan beberapa kalangan saking fanatiknya kerap membawakan hadis Nabi berikut untuk menolak kepemimpinan seorang perempuan.

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً

Tidak akan bahagia suatu kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita. (HR. Bukhari)

Sekilas hadis ini mendeskreditkan kepemimpinan seorang perempuan. Tapi apakah benar kepemimpinan seorang wanita seolah menjadi ancaman yang bakal membuat pihak atau golongan yang dipimpinnya hancur berantakan?

Jika tidak, lantas bagaimana fiqhul hadis (cara memahami hadis) yang bersumber dari sahabat Abi Bakrah tersebut? Karena ketika menoleh jauh ke belakang melihat catatan sejarah terkait kepemimpinan perempuan, tentu kita akan mendapati betapa anggun dan agungnya Ratu Balqis, seorang pemimpin perempuan bagi negeri Saba’.

Al-Quran menggambarkannya sebagai seorang perempuan yang yang sangat bijak, tidak otoriter dan selalu meminta saran pada rakayatnya dalam mengambil keputusan.

Salah satunya seperti diabadikan dalam QS. An-Naml berikut


قَالَتْ يٰٓاَيُّهَا الْمَلَؤُا اَفْتُوْنِيْ فِيْٓ اَمْرِيْۚ مَا كُنْتُ قَاطِعَةً اَمْرًا حَتّٰى تَشْهَدُوْنِ

Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar! Berilah aku pertimbangan dalam perkaraku (ini). Aku tidak pernah memutuskan suatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelis(ku).” (QS. An-Naml ayat 32)

Pembahasan Hadits

Secara tekstual dapat dipahami bahwasanya kaum yang dipimpin oleh seorang perempuan pastilah tidak akan sukses. Tapi suatu hadis tidaklah dipahami serta merta secara tekstual. Hadis di atas mesti dipahami secara kontekstual dengan mengetahui asbabul wurud, fiqhul hadis dan semacamnya.

Mengapa? Sebab kita perlu memahami kondisi dan keadaan pada saat Nabi Saw. mengungkapkan hadits tersebut yang sudah jauh berbeda dengan keadaan dan kondisi sekarang ini. Atau, istilah lainnya ialah mencermati keadaan yang sedang berkembang (social setting). Sehingga alangkah baiknya jika kita memperhatikan yang namanya asbabul wurudnya.

Asbabul Wurud

Hadits tersebut disampaikan Rasulullah Saw. sehubungan dengan peristiwa sebagaimana diceritakan dalam riwayat Ahmad bin Hanbal berikut:

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 514-516 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Telah sampai kabar dari Aswad bin Amir, dari Hammad bin Salamah, dari Humaid, dari al Hasan, dari Abi Bakrah bahwasanya seorang laki-laki dari bangsa Persia telah melaporkan kepada Nabi Saw. sesungguhnya Allah Swt. telah membunuh Kisra (Kaisar Persia), dan dilaporkan pula bahwa anak perempuan Kisra telah menggantikan ayahnya sebagai Kisra, lalu Nabi Saw. bersabda yang artinya sebagai berikut

Tidak beruntung suatu kaum  yang dipimpin oleh seorang perempuan

Dalam catatan sejarah dikatakan bahwa anak perempuan pengganti Kaisar Persia tersebut bernama Buwaran binti Syairawih bin Kisra bin Abarwaiz bin Hurmuz Anusyirwan.

Mungkin kita sempat bertanya tentang mengapa yang menjadi pengganti Kaisar bukanlah anak laki lakinya? Itu tidak lain karena Putra mahkota Kisra atau saudara Buwaran mati terbunuh tatkala melakukan kudeta kekuasaan. Sehingga mau tidak mau, Buwaran yang saat itu masih muda diangkat menjadi Kisra Persia.

Adapun jika kita simak Sabda Nabi Saw. usia mendengar kabar terkait diangkatnya Buwaran menjadi Kisra Persia, beberapa riwayat mengatakan bahwa ini sesuai dengan doa Nabi Saw. yang ketika menyurati Kaisar Persia, Syairawih bin Barwais bin Anusyirwan agar memeluk Islam.

Namun rupanya sang Kaisar malah menolak ajaran tersebut dan merobek surat Nabi Saw., maka Nabi Saw. pun berdoa sebagaimana dalam Riwayat Imam Bukhari dalam Kitab al Maghazi, Bab Kitab al-Nabi ila Kisra wa Qaishar, no. 4072

Sesungguhnya Ibn Abbas memberitakan bahwasanya Rasulullah Saw., mengutus Abdullah bin Huzafah al Sahmiy membawa surat beliau ke Kisrah. Nabi menyuruh Abdullah menyerahkan kepada penguasa Bahrain, kemudian kepada Kisrah. Ketika Kisrah selesai membacanya, dia lalu merobek (Surat itu), saya (Al Zuhri) menduga Ibn al Musayyab berkata, maka Rasulullah Saw., berdoa agar (Allah) merobek setiap yang merobek (Suratnya)”

Di isisi lain, keadaan yang sedang berkembang pada saat hadits tersebut disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw. rupanya derajat kaum perempuan dalam masyarakat memang berada di bawah derajat kaum laki-laki.

Sehingga bisa dikatakan bahwa perempuan pada masa itu tidak dipercaya untuk mengurus kepentingan masyarakat umum terlebih jika itu terkait masalah kenegeraan.

Jadi ketika Nabi Saw. menyabdakan terkait ketidaksuksesan suatu kaum yang dipimpin oleh seorang perempuan adalah hal yang memang akan terjadi pada masa itu.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 156 – Kitab Wudhu

Bagaimana mungkin seorang pemimpin didaulat dari kalangan perempuan, sosok yang tidak dihargai oleh masyarakatnya sendiri?

Dan logika berpikir berkaitan tidak jayanya suatu kaum yang dipimpin seorang perempuan waktu itu bukan hanya di Persia, tetapi di seluruh Jazirah Arab dan belahan Bumi lainnya.

Lalu, dengan uraian di atas, apakah makna hadis di atas masih relevan hingga sekarang?

Jadi begini, ketika membaca sebuah hadits, perlu diketahui bahwa tidak semua hadits berlaku mutlak sepanjang zaman secara dari zaman Rasulullah Saw. hingga sekarang. Karena bisa jadi situasi dan kondisinya tidak sama. Sehingga penetapannya pun tidak secara mutlak sama.

Lantas apakah hadits tentang celakanya suatu kaum yang jika dipimpin oleh seorang perempuan masih patut dijadikan sebagai landasan bahwasanya perempuan memang tidak pantas menjadi seorang pemimpin?

Tentu tidak, karena kondisi dan keadaan saat ini jauh berbeda dengan zaman Nabi Saw. Salah satunya ialah posisi perempuan yang pada saat itu masih berada di bawah laki-laki, sehingga ketika Islam datang dengan ajarannya maka penghargaan masyarakat kepada perempuan pun makin meningkat dan akhirnya dalam banyak hal kaum perempuan diberi kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki.

Ini sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT pada QS. At-Taubah


وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. At-Taubah ayat 71)

Sedangkan jika menoleh pada pandangan tokoh agama, salah satunya Mahmûd Syaltût, seorang sarjana agama Sunni Mesir dan Teolog Islam. Beliau menjelaskan bahwa tabiat kemanusian antara laki-laki dan perempuan hampir sama.

Bahkan menurutnya, Allah Swt. menganugerahkan kepada mereka berdua potensi dan kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis ini dapat melaksanakan pelbagai aktifitas, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 507 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Karena itu, syariat pun meletakkan keduanya dalam satu kerangka yang sama. (Mahmud Syaltut, Min Taujihat al Islam, [Kairo: al Idarah al Amah li al Azhar, 1959], h. 193)

Akhirnya, dari penjelasan-penjelasan diatas terkait hadits Nabi Saw. dapat disimpulkan bahwa secara tekstual memang dapat diartikan bahwa seorang perempuan tidak patut menjadi seorang pemimpin.

Namun jika kita pandang hadits tersebut secara kontekstual, maka melihat kondisi dan keadaan pada Zaman Nabi Saw. demgan sekarang sudah berbeda, maka bisa jadibketidaksuksesan kepemimpinan seorang perempuan pada zaman Nabi Saw. akan berbuah sebaliknya di masa kini.

Dan hal ini tentu terjadi karena para perempuan kini berpontensi untuk menjadi seorang pemimpin, mengingat perempuan sekarang telah mengalami kemajuan baik dari segi intelektual maupun dari segi kemampuan leadershipnya.

Potret nyata dari kesuksesan kepemimpinan perempuan masa kini adalah sebagaimana ditampakkan oleh Ibu Risma, Wali Kota Surabaya yang tidak hanya di kancah domestik, tapi di tingkat internasional, ia dikenal sebagai sosok pemimpin perempuan yang sukses.

Namun perlu ditekankan, semua ini bukan untuk menafikan bahwa kemampuan dan intlektual perempuan masa dulu. Maksud kami adalah cara pandang masyarakat pra Islam dahulu yang tidak memberikan ruang bagi perempuan. Wallahu a’lam bisshawab!

Sumber bacaan:

  1. Kepemimpinan Perempuan dalam Islam: Melacak Sejarah Feminisme melalui Pendekatan Hadits dan Hubungannya dengan Hukum Tata Negara
    Oleh Yuminah Rohmatullah (Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Kepemimpinan Perempuan, Vol 17, Nomor 1 Juni 2017)
  2. Perempuan, Anda tidak dibenci Nabi Muhammad Saw. oleh Dr. Darsul S. Puyu, M.Ag., , [Makassar: Alaudin University Press]
Rosmawati