Jari Tangan Masih Bau Setelah Cebok, Bagaimana Hukumnya?

Jari Tangan Masih Bau Setelah Cebok, Bagaimana Hukumnya

Pecihitam.org – Buang air besar atau yang lebih sering disingkat BAB adalah salah satu kebiasaan manusia yang tidak luput setiap harinya. BAB adalah aktivitas membuang sisa makanan yang sudah tidak memiliki kandungan nutrisi lagi dalam tubuh. Hasil buangan inilah yang kita kenal sebagai feses atau tinja dengan bau dan warna yang beragam, tergantung makanan yang dikonsumsi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jika mengonsumsi lemak berlebih, maka aroma feses yang dihasilkan akan sangat bau. Begitupun jika terlalu banyak mengonsumsi makanan atau sayuran yang berwarna hijau atau hitam (seperti vitamin mengandung zat besi), maka feses yang akan dihasilkan kemungkinan akan berwarna hijau dan hitam pula. Hal demikian akan berpengruh pada mudah dan susahnya menghilangkan sisa feses pada saat bersuci.

Dalam ketentuan syari’at, tinja/feses tergolong ke dalam jenis najis mutwassithah ‘ainiyah. Dalam kitab Safiinatunnajaa dijelaskan mengenai definisi najis ini, yaitu sebagai berikut:

العينية التي لها لون وريح وطعم فلا بد من إزالة لونها وريحها وطعمها

Artinya: Najis ‘ainiyah adalah najis yang mengandung warna, aroma dan rasa yang dapat dihilangkan dengan cara menghilangkan warna, aroma dan rasa pada najis tersebut.

Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa mengonsumsi lemak berlebih akan menghasilkan aroma tinja yang berbau busuk/tajam.

Baca Juga:  Shalat Isya di Akhir Waktu; Apa Hukumnya Menurut Ulama Madzhab?

Nah, Setelah selesai istinja/cebok, entah karena iseng atau lain hal yang kerap dilakukan adalah mencium jari (yang digunakan pada saat cebok) dan kita mendapati jari tersebut masih bau kotoran/tinja. Lantas bagaimana ulama fikih menghukumi hal tersebut?

Dalam menyikapi hal tersebut, Imam Nawawi menjelaskannya dalam kitab al-Majmuy’ Syarh Muhadzdzab juz 2 halaman 111, yaitu sebagai berikut:

ﺇﺫا ﺃﺭاﺩ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﻓﻲ اﻟﺪﺑﺮ ﺑﺎﻟﻤﺎء اﺳﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﻌﺘﻤﺪ ﻋﻠﻰ ﺃﺻﺒﻌﻪ اﻟﻮﺳﻄﻰ ﻷﻧﻪ ﺃﻣﻜﻦ ﺫﻛﺮﻩ اﻟﻤﺎﻭﺭﺩﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻭﻳﺴﺘﻌﻤﻞ ﻣﻦ اﻟﻤﺎء ﻣﺎ ﻳﻈﻦ ﺯﻭاﻝ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﺑﻪ: ﻓﺈﻥ ﻓﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﺛﻢ ﺷﻢ ﻣﻦ ﻳﺪﻩ ﺭاﺋﺤﺔ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻓﻮﺟﻬﺎﻥ ﺣﻜﺎﻫﻤﺎ اﻟﻤﺎﻭﺭﺩﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ: ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻳﺪﻝ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻰ ﺑﻘﺎء اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻓﺘﺠﺐ ﺇﺯاﻟﺘﻬﺎ ﺑﺰﻳﺎﺩﺓ اﻟﻐﺴﻞ ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬا ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺷﻢ اﻷﺻﺒﻊ ﻗﺎﻝ اﻟﻤﺎﻭﺭﺩﻱ ﻭﻫﺬا ﻣﺴﺘﺒﻌﺪ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻘﻮﻻ: ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ ﻻ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺑﻘﺎء اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻓﻲ ﻣﺤﻞ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﻭﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺑﻘﺎﺋﻬﺎ ﻓﻲ اﻷﺻﺒﻊ ﻓﻌﻠﻰ ﻫﺬا ﻻ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺷﻢ اﻷﺻﺒﻊ: ﻭﻫﺬاﻥ اﻟﻮﺟﻬﺎﻥ ﻣﺄﺧﻮﺫاﻥ ﻣﻦ اﻟﻘﻮﻟﻴﻦ ﻓﻲﻣﺎ ﺇﺫا ﻏﺴﻠﺖ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻭﺑﻘﻴﺖ ﺭاﺋﺤﺘﻬا

Artinya: Menurut Imam al-Mawardi dan selainnya, apabila seorang cebok/bersuci setelah BAB menggunakan air, sunnah hukumnya menggunakan jari tengah karena lebih memungkinkan (menjangkau permukaan). Apabila seseorang bersuci dengan air kemudian ia (mencium jarinya dan) mendapati bahwa jarinya masih bau (kotoran/tinja), menurut Imam al-Mawardi dan selainnya terdapat dua pendapat.

Baca Juga:  Keutamaan Sholat Tahajud, Lengkap Dengan Anjurannya

Pertama, yang demikian menunjukan bahwa najis yang terdapat/menempel duburnya belum hilang. Oleh karena itu, ia wajib mencucinya kembali dan sunnah mencium jarinya.

Kedua, yang demikian tidak menunjukan najis tersebut belum hilang dari tempat keluarnya kotoran melainkan belum hilang dari jarinya saja. Oleh karenanya ia tidak wajib mencucinya kembali dan tidak sunnah mencium jarinya.

Dua pendapat ini bagi kasus seperti di atas tadi, yaitu tatkala seseorang bersuci/cebok/istinja dengan menggunakan air dan baunya masih tersisa. Maksudnya adalah bersuci/cebok setelah sebelumnya mengonsmsi makanan yang menyebabkan aroma bau tajam dan sulit dihilangkan.

Adapun jika tidak demikian, maka hal tersebut (mencium jari) tidak perlu dilakukan karena sangkaan yang lebih kuat akan bersihnya.

Hal demikian diperkuat oleh Syekh Sulaiman bin Muhammad al-Bujairimi dalam kitabnya Hasyiyah al-Bujairimi ‘alaa al-Khathiib juz 1 halaman 317, yaitu sebagai berikut:

ﻭاﻟﻌﻴﻨﻴﺔ ﻳﺠﺐ ﺇﺯاﻟﺔ ﺻﻔﺎﺗﻬﺎ ﻣﻦ ﻃﻌﻢ ﻭﻟﻮﻥ ﻭﺭﻳﺢ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻋﺴﺮ ﺯﻭاﻟﻪ ﻣﻦ ﻟﻮﻥ ﺃﻭ ﺭﻳﺢ، ﻓﻼ ﻳﺠﺐ ﺇﺯاﻟﺘﻪ ﺑﻞ ﻳﻄﻬﺮ اﻟﻤﺤﻞ، ﺃﻣﺎ ﺇﺫا اﺟﺘﻤﻌﺎ ﻓﺘﺠﺐ ﺇﺯاﻟﺘﻪﻣﺎ ﻣﻄﻠﻘﺎ

Baca Juga:  Qurban Kambing Betina, Bagaimana Hukumnya, Bolehkah?

Artinya: Cara mensucikan najis ‘ainiyah adalah dengan menghilangkan sifatnya, yaitu rasa, warna dan aroma, kecuali sukar untuk dihilangkan salah satunya saja. Yang demikian tidaklah wajib menghilangkannya dan dapat dihukumi suci. Adapun jika kedua sifat tersebut kumpul (misal bau dan warna) maka wajib menghilangkannya secara mutlak.

Maksudnya, jika seseorang bersuci menggunakan air dan setelah selesai, jari yang digunakan untuk bersuci tersebut masih bau atau masih berwarna karena sulit menghilangkannya, maka yang demikian tetap dihukumi telah suci. Adapun jika bau dan warna tersebut melekat bersamaan, maka yang demikian belum dihukumi suci dan wajib mencucinya kembali.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawaab

Azis Arifin

1 Comment

  1. Kepin Reply

    Assalamualaikum ustad mohon ijin bertanya.

    “jika seseorang bersuci menggunakan air dan setelah selesai, jari yang digunakan untuk bersuci tersebut masih bau atau masih berwarna karena sulit menghilangkannya, maka yang demikian tetap dihukumi telah suci.

    Maaf ustad maksudnya pernyataan di atas itu apakah sesaat setelah cebok, misalkan setelah kita melakukan cebok dengan tiga guyuran air.
    Habis itu selesai dan kita cium masih bau (tanpa di teruskan cuci tangan terlebih dahulu) apakah yang sepertinya ini sudah di hukum suci juga.??

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *