Jika Cukup Quran dan Hadis Saja, Mengapa Allah Turunkan Nabi untuk Menjelaskannya?

Mursyid Tasawuf.jpg

“Ilmu Ulama seperti setetes dari samudera ilmu wali Allah, ilmu seorang Wali seperti setetes dari samudera Ilmu Para Sahabat ra, Ilmu Sahabat seperti setetes dari Ilmu Nabi Saw, dan ilmu Nabi Saw hanya setetes dari Samudera Ilmu Allah Azza wa Jalla.”

Pecihitam.org – Dewasa ini tidak sedikit yang salah paham dengan tasawuf bahkan tidak sedikit yang alergi. Dari yang mengatakan bahwa tasawuf itu tidak perlu hingga tuduhan sufi itu sesat. Dilain sisi ada pula yang merasa bertasawuf namun sejatinya belum sama sekali.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tasawuf pada masa Nabi saw, adalah realita tanpa nama, sedangkan tasawuf saat ini, adalah nama tanpa realita. Kecuali hanya sedikit yang menjalankan realitanya dalam bimbingan Mursyid yang Sejati.

Tasawuf bukanlah membaca buku-buku Tasawuf dan mengkaji dari berbagai teori tasawuf seperti Ibnu Arabi, Asy Syadzili, Al Qodiri, Maulana Jalaluddin Rumi seperti banyak kajian tasawuf diberbagai kampus saat ini. Karena itu berarti sekedar mengenal tasawuf bukan bertasawuf.

Sungguh sangat berbeda jauh antara mempelajari buku atau hadir dalam ceramah tasawuf dan bertasawuf yang sesungguhnya. Dampak dan pemahamannya bagai setetes air dibanding samudera.

Bertasawuf merupakan hubungan antara Guru dan Murid. Bertasawuf adalah melaksanakan dzikir yang diberikan Syaikhnya dan mengambil Mursyid dengan berbaiat. Bertasawuf adalah bersama para guru dalam suhbah (jamaah asosiasi) yang juga merupakan Wali Allah. Dengan demikian maka ia akan mendapatkan ilmu sekaligus Hikmah.

Hikmah hanya bisa didapatkan dari mendengarkan langsung dan bersama Wali Allah, sedangkan ilmu hanya berasal dari guru biasa, ustad biasa, ulama buku-buku, ulama Awroq. Sementara bertasawuf adalah mengenal dan mencicipi manisnya spiritual bersama Ulama Azwaq, Ulama Rasa.

Karena ilmu yang kita pelajari dengan ego dan nafsu terkadang membebani, sementara Hikmah tak dapat terlupa dan menguatkan. Nabi SAW bersabda, “Yang menghancurkan ilmu adalah LUPA” Kita terlupa seiring dengan bertambahnya umur kita dan menjadi semakin tua.

Ada dua macam ilmu. Ilmu Awroq (tulisan) dan Ilmu Azwaq (Rasa).

Hikmah berasal dari rasa, pertemuan langsung dengan Wali Allah, mendengar nasehat dan bimbingannya. Ketika kita mendengar seorang Kekasih Allah berbicara, maka ilmu rasa yang ditransfer langsung kedalam kalbu kita.

Itu sebabnya Umar bin Khattab ra ketika awalnya berencana membunuh Nabi Saw dan ketika berhadapan langsung dengan Nabi Muhammad Saw, hatinya tersentuh dan ia masuk islam. Inilah ilmu Rasa yang ditransfer melalui tatapan mata, melalui pertemuan langsung, dimana mereka merubah benci menjadi cinta.

Baca Juga:  Shalat Menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jilany

Namun sayang hanya sedikit dari kita yang berusaha mencari Kekasih Allah. Bahkan ada yang ketika mendengar nama seorang disebutkan bahwa dia adalah salah satu Wali Allah, terkadang mereka malah tidak percaya.

Ilmu Ulama seperti setetes dari samudera ilmu wali Allah, ilmu seorang Wali seperti setetes dari samudera Ilmu Para Sahabat ra, Ilmu Sahabat seperti setetes dari Ilmu Nabi saw, dan ilmu Nabi Saw hanya setetes dari Samudera Ilmu Allah Azza wa Jalla.

Ada dua jenis ilmu, Ilmu yang berasal dari ucapan ulama biasa dan Ilmu yang sejati ditransfer dari hati ke hati oleh seorang Wali Allah. Ketika kita mendengar ceramah terkadang ego memberontak, karena berasal dari luar.

Ilmu Wali Allah bekerja dengan dua cara, dari luar dan dari dalam, dari luar berupa ucapan, dari dalam berupa ilham ilahiah yang dimasukkan kehati setiap muridnya. Dan ketika murid melakukannya ia merasakan hal itu dari inspirasinya sendiri sehingga ia ikhlas melakukannya tanpa beban sedikitpun. Itulah cara kerja Wali Allah dalam membersihkan dan membenahi para muridnya.

Tasawuf adalah Ilmu Rasa, Pengalaman dengan terjun langsung. Seorang siswa kedokteran ahli bedah, tidak mungkin bisa menjadi ahli bedah hanya dengan membaca buku-buku tentang ilmu bedah. Ini sama seperti orang yang menulis tentang mabuk namun ia sendiri belum pernah merasakan mabuk.

Seorang ahli bedah haruslah telah menjalani praktek bedah, latihan dengan langsung membedah dibawah bimbingan dokter ahli bedah sesungguhnya yang ahli dan telah berkali-kali membedah manusia.

Demikianlah Wali Allah yang telah berkali-kali membedah Ego dan Nafsu untuk dapat dikendalikan dari Nafsu Amarah menjadi Nafs Muthmainnah.

Dewasa ini ada banyak yang bergelar Profesor, DR, MA, Ulama, Ustadz yang mendalami tasawuf dan mengajar tasawuf, namun ketika ditanya siapa Mursyidnya, mereka mengatakan tidak memiliki mursyid.

Artinya bagaimana seorang penulis tentang jantung bicara tentang membedah jantung padahal dia bukan dokter ahli jantung, padahal dia belum pernah melakukan pembedahan?

Maka bagaimana seorang yang belum pernah memiliki Mursyid bicara tentang tasawuf padahal dia belum bertasawuf?

Tasawuf adalah pengalaman rasa, bukan ilmu tulisan, bukan ilmu buku-buku. Tasawuf adalah Ilmu Azwaq (Ilmu Rasa) bukan ilmu Awroq, Ilmu tulisan.

Ada begitu banyak sufi palsu, ada begitu banyak Guru sufi palsu yang hanya menjelekkan citra sufi. Secara syariah mereka tidak mengerjakan Syariah yang benar, secara sunah mereka juga menjauhi sunah.

Baca Juga:  Tasawuf Sebagai Solusi Alternatif Problem Manusia Modern

Tak ada Tariqah tanpa Syariah, karena syariah adalah laksana lilin penerang untuk menjalani jalan tariqah agar tak tersesat dan menuju hakikat. Imam Malik, mengatakan Syariat tanpa tasawuf adalah zindik (kafir tersembunyi), dan tasawuf tanpa syariat adalah sesat.

Seorang muslim sejati harus memiliki keduanya, untuk mencapai maqam mukmin (memiliki iman yang sejati) dan mencapai maqam muhsin (punya ihsan, dimana ketika sholat seolah berhadapan dengan Allah, dan bila kita tidak melihat-Nya maka Allah selalu melihat kita)

Setiap orang perlu pembimbing ruhani sejati, Berdoalah,”Ya Allah kirimkanlah para Kekasih-MU untuk membimbing hamba yang lemah ini” Karena siapa yang berdoa, maka ia akan mendapat jawabannya. Siapa yang mencari Mursyid sejati, maka ia akan menemukannya.

Namun sayangnya saat ini setiap orang bangga dengan dirinya, mereka mengatakan gurunya cukup dengan buku-buku. Padahal dia tidak mengenali mana buku yang ditulis dengan ego penulisnya.

Jika cukup al-Quran dan Hadist saja yang menjadi gurunya, maka Allah tidak perlu menurunkan seorang Nabi untuk menjelaskannya. Bukankah begitu?

Manusia dewasa ini saat mereka sakit berat dan harus menjalani operasi, mereka bagaikan orang lemah yang setuju harus menandatangani berita acara operasi. Bahkan tanpa mereka perlu membacanya, karena mereka telah pasrah dengan penyakitnya.

Namun ketika qalbu mereka sakit, ketika hati mereka berkarat, ketika mereka tak mampu mengalahkan egonya, mereka tetap tak mau mencari obat dari Sang pembimbing rohani sejati para Wali Allah.

Mereka para aulia tak butuh uang anda, tak butuh pujian, mereka orang yang ikhlas bekerja sepanjang hari tak kenal lelah tanpa bayaran, cukup Allah dan Rasulullah saw bagi mereka.

Setiap orang perlu mencari Wali Allah sebagai pembimbing, bukan hanya ustadz biasa yang terkadang masih memiliki ego yang tinggi. Sehingga terkadang kita mengerjakan kebaikan dengan ego, nafsu dan kesombongan yang tersembunyi dalam setiap amalan yang dikerjakannya.

Carilah Wali Sejati yang bisa membimbing kita, berjuanglah untuk mencari yang Haqq. Begitu banyak jalan tariqah sufi ini telah ditunjukkan, tetapi ego selalu menolak. Ketika kita akan melangkah kepada yang Haqq, maka seratus setan dalam bentuk manusia, jin mencegah kalian untuk mendekati yang Haqq.

Ada dua kubu dalam islam. Pertama Islam yang Penuh Cinta, sehingga jalan sufi dikenal sebagai jalan cinta dan yang kedua yang penuh dengan kebencian. Dan kedua mereka yang sibuk mencari kesalahan golongan lainnya dengan empat kata, Kafir, Bid’ah, Syirik dan Haram. Hanya jalan CINTA yang nanti akan Allah ridhoi. Hanya jalan cinta yang merupakan jalan Nabi saw.

Baca Juga:  Rahasia Huruf Mim dalam Khazanah Tasawuf

Mengapa kalian tak megikuti cara Nabi saw ketika dihujani batu di Thaif namun Beliau saw tetap mendoakan umatnya agar selamat, tanpa dendam. Itulah jalan cinta.

Mengapa kita perlu guru Mursyid? Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin mengatakan tanpa Mursyid maka mursyid kalian adalah setan. Ya setan bermain dengan ego kalian, karena kalian selalu akan terhambat mencapai kemajuan spiritual bila tak memiliki bimbingan.

Bahkan untuk belajar matematika saja kalian perlu guru. Tentu berbeda matematika SD dan Perguruan tinggi atau tingakatan Phd.

Tentu berbeda islamnya kalian ketika kecil dan untuk mencapai iman dan ihsan. Untuk mencapainya kalian perlu mensucikan jiwa kalian, membersihkan dari ego, membersihkan karat hati dari maksiat.

Itu sebabnya di dalam Al-Quran dikatakan masukilah rumah melalui pintu-pintunya. Artinya mengenal agama ini melalui pintu-pintunya dan terhubung hingga Rasulullah saw.

Nabi saw mengenal islam melalui Malaikat Jibril as, Abu Bakar ra mengenal agama melalui Nabi saw, terus hingga tabiin, tabiit, Imam Mazhab dan sampai kepada Wali Akhir Zaman ini.

Merekalah yang perlu kita ikuti. InsyaAllah siapapun yang mencari dan berdoa, untuk mendapatkan Pembimbing Sejati Para Kekasih Allah, maka mereka akan mendapatkannya. “Amin Ya Robbal Alamin”

“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu.” Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah.

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk (Waliyyan Mursyida) kepadanya.” (QS. Al Kahfi: 17)

Wallahua’lam bisshawab.

*Diolah dari Mistikus Cinta

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik