Selain Ubudiyah, Kajian Fikih Lingkungan Hidup Juga Harus Jadi Perhatian Umat

Kajian Fikih Lingkungan Hidup

Pecihitam.org – Seiring dengan kemajuan zaman, keadaan lingkungan hidup di Indonesia sudah semakin rusak, hal ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya; penebangan liar, eksploitasi lahan, industrialisasi, kebakaran hutan, alihfungsi hutan menjadi pemukimam, dan lain sebagainya. Namun demikian, kerusakan tersebut harus menjadi tanggung jawab bersama, termasuk mayoritas umat Islam di Indonesia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di lain hal, tema tentang lingkungan (analisis mengenai dampak lingkungan-AMDAL) hingga saat ini masih sangat jarang dikaji secara lebih dalam, baik dalam lingkup pengajian maupun di seminar-seminar. Di kalangan umat Islam, tema kajian yang banyak dibahas sejauh ini masih berkutat tentang hubungan manusia dengan Allah atau persoalan ubudiyah.

Karenanya, kajian Islam haruslah beranjak pada wilayah seputar lingkungan agar tema-tema kajian Islam menjadi lebih seimbang, para kyai maupun da’i harus mulai berpikir tentang bagaimana Islam dapat berkontribusi dalam menjembatani kesenjangan hubungan antara manusia dan alam. Mengingat, berbagai kerusakan lingkungan dan hutan banyak terjadi atas faktor kecerobohan manusia dalam mengelolanya.

Umumnya, terjadinya kerusakan lingkungan hidup tidak hanya disebabkan oleh satu tangan saja. Di luar sana, sangat mungkin ada banyak pihak yang terlibat dalam terjadinya kerusakan lingkungan.

Karena itu, ini menjadi tanggung jawab kita semua untuk memperbaikinya. Menyalahkan pihak lain boleh-boleh saja, apalagi bila ada orang atau oknum yang jelas-jelas melakukan perusakan lingkungan, tetapi yang menjadi titik tekan adalah bahwa permasalahan lingkungan ini menjadi tanggungjawab bersama.

Baca Juga:  Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 2)

Saat kita mengalami musibah kebakaran di Riau dan Kalimantan yang belum lama ini terjadi, yang menjadi musibah memilukan bagi banyak orang, konon ada yang memang melakukan itu dengan sengaja, dan sebenarnya merekalah yang paling bersalah dan bertanggungjawab, namun semestinya kita harus saling bertanggungjawab untuk memperbaikinya secara bersama-sama.

Karenanya, seluruh tanggungjawab terhadap masalah lingkungan jangan hanya  dilimpahkan ke pihak-pihak tertentu saja. Artinya, kita semua juga harus sadar dan harus mengerti bahwa menjaga lingkungan hidup itu adalah kewajiban kita bersama sebagai warga negara.

Dalam konteks Islam, menjaga lingkungan termasuk dalam kategori akhlak karimah (perilaku yang baik). Banyak sekali ayat-ayat Alquran maupun hadis-hadis Nabi yang secara eksplisit atau implisit memerintahkan kepada Umat Islam untuk menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya.

Allah menjelaskan di dalam surah al-A’raf, yang artinya “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS Al-A’raf [7 ] : 56)

Baca Juga:  Ini Hujjah Peringatan Haul yang Dianggap Bid'ah Tercela oleh Salafi Wahabi

Dalam ayat ini diterangkan bahwa ketika diciptakan oleh Allah, bumi  itu masih dalam keadaan sangat baik dan belum tercemar akibat tangan-tangan manusia. Tapi, kemudian ada pihak-pihak tertentu atau manusia tertentu yang melakukan kerusakan bahkan sampai melebihi batas kepatutan.

Ayat tersebut merupakan larangan kepada kita agar tidak merusak bumi, yaitu jangan merusak lingkungan sekitar kita, baik berupa hutan, tanah, laut, atau gunung dan sebagainya.  Jelaslah bahwa Islam mengajarkan agar kita senantiasa menjaga lingkungan dengan baik, yakni dengan akhlak karimah.

Karenanya, seorang kiai, ulama, atau ustaz, sebaiknya mampu menyampaikan kepada masyarakat secara luas tentang pentingnya menjaga lingkungan, baik melalui cara-cara ceramah atau melalui pengajaran sekolahan, di universitas, dan pengajian-pengajian.

Meski begitu, kita juga hendaknya jangan hanya mengandalkan seorang ustaz dalam menyampaikan kepedulian terhadap lingkungan, setiap orang harus memiliki kesadaran akan perlunya menjaga lingkungan.

Jadi, kesadaran pertama adalah kesadaran diri, kemudian yang kedua apa yang sudah ada dalam diri kita akan kesadaran tadi disampaikan juga kepada masyarakat, baik melalui ceramah umum atau diskusi di kelas dan lain-lain.

Dari sisi ini, fikih lingkungan hidup dalam Islam mestinya harus segera dibuat atau diproteksi oleh para ulama dan pemikir Islam. Yakni bagaimana fikih lingkungan hidup itu bisa ditinjau dari berbagai macam aspek, seperti dari sisi teologis dan hukum Islam.

Baca Juga:  Di Balik Wacana Pemulangan Kombatan ISIS, Ada Apa?

Kemudian, kita perkuat semua analisa-analisa itu dari berabagai disiplin ilmu. Misalnya, dari sisi teologi seperti apa, dari sisi kimia seperti apa, bahkan dari sosiologi.

Sejauh ini, kajian tentang fikih lingkungan hidup masih tergolong jarang, artinya kajian lingkungan masih berkisar pada aspek lahirian-kimiawi.  Begitu pula dengan orang yang ceramah atau mengajarkan  sesuatu kepada masyarakat pada umumnya.

Ketika kita mendengar ceramah, seringkali materi yang disampaikan hanya berkutat dengan hal-hal yang sifatnya ubudiyah atau hal-hal ibadah, yaitu hablum minallah (Hubungan dengan Allah).

Karena itu, mulai saat ini harus sesekali dijelaskan juga tentang hablum minannas, bagaimana berhubungan baik dengan manusia, dan juga hablum minal alam, yaitu bagaimana cara kita berhubungan dengan alam. Dari sini kiranya kajian fikih akan lebih seimbang, bukan hanya membahas masalah ubudiyah semata, tetapi juga bagaimana hubungan manusia dan alam sekitarnya.

Rohmatul Izad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *