Pecihitam.org – Begitu banyak kisah pada zaman Rasulullah SAW yang yang bisa diambil hikmahnya oleh kita selaku ummatnya, diantaranya tentang kisah hidup seorang pemuda bernama Alqomah. Awalnya ia dikenal sebagai seorang yang rajin shalat, puasa dan sedekah. Tapi bagaimanakah akhir hidupnya?
Diceritakan oleh slah seorang sahabatnya, ketika Alqomah bepergian, bahwa saat itu sedang berlangsung majlis ilmu oleh Nabi Muhammad. Setelah sahabatnya menyapaikan padanya, ia langsung bergegas tanpa berucap. Karena beliau adalah orang yang paling senang menambah khazanah untuk bekal kehidupannya.
Alqomah selalu mengikuti majelis Rasulullah saw jika ia tidak ada halangan ataupun lupa.
Awalnya, Alqomah merupakan pemuda yang dikenal paling mencintai ibunya, ia selalu mengutamakan kehidupan ibunya agar bisa bahagia. Namun, semua berubah ketika Al Qomah sudah menikah.
Ia tidak lagi mengutamakan ibunya, karena lebih mengutamakan istrinya. Sontak saja Ibunya sakit hati, anak yang selama ini ia jaga ternyata durhaka kepadanya.
Hanya air mata yang dapat ditemukan di dalam rumah Sang Ibu. Al Qomah pun memutuskan untuk meninggalkan Sang Ibu dengan alasan ingin fokus mengurus keluarga dan istrinya.
Ia menganggap bahwa Ibunya hanya sebagai pengganggu rumah tangganya. “Apakah tidak ada setetes cinta pun di dalam hatimu kepadaku, wahai anakku?” tanya Sang Ibu kepada Al-Qomah?” Al-Qomah hanya diam saja tak menjawab pertanyaan Sang Ibu!
Ia langsung pergi meninggalkan ibunya bersama rumah gubuk yang sangat sederhana itu. Kehidupan Al-Qomah berubah 360 derajat dari sebelumnya. Semua ini dipengaruhi oleh istrinya yang hidup materialistik.
Al-Qomah yang awalnya merupakan seorang pengabdi yang taat, kini mulai berubah menjadi seorang penjudi dan pemabuk. Siang dan malamnya kini hanya sibuk dengan urusan dunia, dan di hatinya sudah melupakan apa dan siapa itu “Ibu”. Al-Qomah pun hidup dalam gaya hidup sebagai seorang pemuja dunia, sudah tidak ada Tuhan di dalam hatinya.
Hingga tibalah suatu waktu ketika Al-Qomah jatuh sakit yang teramat parah, sakit yang akan membawanya pada sakaratul maut, dan ia begitu susah menghadapinya. Lalu istrinya kebingungan. Dengan keadaan panik, ia mendatangi Rasulullah SAW.
Istri Al-Qomah mengabarkan kepada Rasulullaoh SAW bahwa suaminya sedang sakit keras. Beberapa hari mengalami naza‘ tapi tak juga mati. Pun tidak jua sembuh. “Aku sangat kasihan kepadanya, ya Rasulullah,” ratap perempuan itu.
Mendengar pengaduan wanita itu, Nabi SAW merasa iba di hati. Beliau lalu mengutus sahabat Bilal bin Rabbah, Shuhaib dan Ammar untuk menjenguk keadaan Al-Qamah. Keadaan Al-Qamah memang sudah dalam keadaan koma.
Sahabat Bilal lalu menuntunnya membacakan kalimat la ilaha illallah di telinganya. Anehnya, seakan-akan mulut Al Qomah bin Qois rapat terkunci. Berulang kali dicoba, mulut itu tidak mau membuka sedikitpun.
Tiga sahabat itu lalu bergegas kembali untuk melaporkan kepada Rasulullah SAW tentang keadaan Al-Qamah. “Sudah kau coba menalqin di telinganya?” tanya Nabi.
“Sudah Rasulullah, tetapi mulut itu tetap terbungkam rapat,” jawabnya. “Biarlah aku sendiri datang ke sana”, kata Nabi.
Begitu melihat keadaan Al-Qamah tergolek diranjangnya, Nabi bertanya kepada isteri Al-Qamah, “Masih hidupkah kedua orang tuanya?” tanya Nabi. “Masih ya Rasulullah, tetapi tinggal ibunya yang sudah tua renta,” jawab isterinya.
“Di mana dia sekarang?” tanya Nabi. “Di rumahnya, tetapi rumahnya jauh dari sini.” Tanpa banyak bicara, Rasulullah SAW lalu mengajak sahabatnya menemui ibu Al-Qamah sesampainya di rumah Ibu Al-Qomah Bilal menyampaikan salam Nabi.
Ibu Alqomah pun memutuskan untuk menemui Rasul dengan dibantu tongkatnya untuk berjalan. Setelah sampai, Rasul pun langsung bertanya “Bisakah kau menceritakan keadaan Alqomah yang sebenarnya? Kenapa ia kesulitan sekali mengucapkan Laa illaha Ilallah? Ibu Alqomah pun menjawab dengan tegas, “Itu karena saya murka kepadanya wahai Rasul.. ”
Rasulullah pun menganggukan kepalanya yang berarti ia mengerti kenapa Alqomah sulit mengucapkan Laa ilaha ilallah. Kemudian, Rasul pun menyuruh Bilal untuk mengumpulkan kayu api.!!
Namun, ibu Bilal mencegahnya dengan berkata, “Ya Rasulullah, kenapa engkau mau membakar anakku di depan mataku sendiri? Bagaimana perasaanku nanti melihatnya? Ibu yang mana tega melihat anaknya dibakar hidup-hidup di depan mata?
Rasulullah menjawab, ”Wahai ibunda Alqomah, sejatinya siksa dari Allah di akhirat sangatlah pedih. Amal Alqomah yang sudah ia kerjakan tidak akan mampu mengalahkan murka yang engkau berikan.
Kebaikan yang dilakukan oleh Alqomah tidak akan mampu menahan sakitnya siksa neraka. Jika engkau ingin Alqomah selamat dari api neraka, maka maafkanlah kesalahannya”
Ibu Alqomah pun memaafkan kesalahan Alqomah, karena ia tidak ingin anaknya masuk api neraka. Mendengar hal itu, Rasulullah pun meminta Bilal untuk melihat kondisi Alqomah. Saat sampai di depan pintu, Bilal mendengar Alqomah mengucapkan Laa ilaha ilallah dengan lancar.
Bilal pun segera masuk dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah itu, jenazah Alqomah langsung dimandikan dan disholatkan. Sebelum dimakamkan, Nabi Muhammad SAW menitipkan pesan :“Wahai sahabat Muhajirin dan Anshar. Siapa saja yang lebih mengutamakan istrinya dari pada ibunya, maka ia akan dilaknat Allah.
Kecuali ia benar-benar bertaubat dan berbuat baik kepada ibunya dan meminta ridho dari ibunya.