Pecihitam.org – Kemunculan mata air Zam-Zam memiliki kisah yang sangat mengharukan. Dimana dikisah itu diperlihatkan perjuangan seorang ibu yang mencarikan air minum untuk anaknya yakni Nabi Ismail.
Adapun awal mula kisah ini terjadi ketika Hajar mulai menyusui Ismail dan minum dari air persediaan. Hingga ketika air yang ada pada geriba habis, dia menjadi haus, begitu juga anaknya. Lalu hajar memandang Ismail sang bayi yang sedang meronta-ronta, karena tidak kuat melihat keadaan Nabi Ismail, kemudian Hajar pergi meninggalkan Ismail dan mencari sumber mata air terdekat serta mencari pertolongan.
Maka dia mendatangi bukit Shafa sebagai gunung yang paling dekat
keberadaannya dengannya. Sesampainya di puncak bukit Shafa, Dia berdiri dan menghadap ke arah lembah dengan harapan dapat melihat orang di sana namun dia tidak melihat seorang pun. Maka dia turun dari bukit Shafa dan ketika sampai di lembah, dia menyingsingkan ujung pakaiannya lalu berjuang dengan keras mencari bantuan orang lain, hingga ketika dia dapat melewati lembah dan sampai di bukit Marwah lalu berdiri di sana sambil melihat-lihat apakah ada orang di sana namun dia tidak melihat ada seorang pun. Berulang-ulang kali Hajar melakukan hal seperti itu sebanyak tujuh kali (antara bukit Shafa dan Marwah).
Saat dia berada di puncak Marwah, dia mendengar ada suara, lalu dia berkata dalam hatinya “diamlah” yang Hajar maksud adalah dirinya sendiri. Kemudian dia berusaha mendengarkannya maka dia dapat mendengar suara itu lagi, lalu dia berkata, “jika engkau bermaksud memberikan bantuan, Engkau telah memperdengarkan suaramu.”Ternyata suara yang didengar Hajar adalah suara Nabi Ismail yang menangis karena kehausan, karena hal tersebut Nabi Ismail menghentakan kakinya ke pasir maka keluar lah air. Dari situlah awal mulanya mata air zam-zam. Dan Akhirnya Hajar dapat minum air dan menyusui anaknya kembali. Kemudian malaikat Jibril berkata kepadanya, “Janganlah kamu takut akan ditelantarkan, karena di sini adalah rumah Allah, yang kelak akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya dan sesungguhnya Allah tidak akan menyianyiakan hamba-Nya.”
Hajar dan Nabi Ismail bertahan hidup dengan air zam-zam itu, hingga kemudian lewatlah grombolan dari suku Jurhum atau keluarga Jurhum yang datang dari jalur bukit Kadaa’, lalu mereka singgah di bagian bawah Mekah kemudian mereka melihat ada seekor burung sedang terbang berputar-putar. Mereka berkata, “Karena mengelilingi air, burung itu terlihat berputar-putar diatasnya, padahal kita mengetahui secara pasti bahwa di lembah ini tidak ada air.” Karena penasaran, akhirnya mereka mengutus sebagian orang yang larinya cepat dan setelah dicek ternyata mereka menemukan mata air. Mereka kembali dan mengabarkan keberadaan air lalu mereka mendatangi air. Saat itu Hajar sedang berada di dekat air. Maka mereka berkata kepada Hajar, “Apakah engkau mengizinkan kami untuk singgah beristirahat di sini?” Ibu Ismail berkata, “Ya silahkan, tapi kalian tidak berhak untuk memiliki air tersebut.” Mereka berkata, “Baiklah.”
Hajar pun menjadi senang atas peristiwa ini karena ada orang-orang yang
tinggal bersamanya. Akhirnya mereka pun betah tinggal di sana dan mengirimkan utusan kepada keluarga mereka yang masih berada dibukit Khada’ untuk mengajak mereka tinggal bersama-sama di sana.
Melalui suku Jurhum, Nabi Ismail belajar bahasa Arab dari mereka, dan Hajar mendidik puteranya dengan pendidikan yang baik serta menanamkan akhlak mulia sampai Ismail agak dewasa dan sudah mampu berusaha bersama ayahnya; Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Dari kisah di atas tadi ada beberapa hal yang dapat diambil hikmahnya, salah satunya adalah jasa seorang ibu kepada anak tidak bisa dibalas dengan apapun. Ibu akan melakukan apapun itu untuk kebahagiaan anaknya, tidak memperdulikan kondisi dirinya sendiri. Maka dari itu mari kita sama-sama menyayangi dan menghormati ibu kita, karena surga berada ditelapak kaki ibu.