Kisah Hikmah Sufi, Jangan Mudah Berburuk Sangka!

jangan mudah berburuk sangka

Pecihitam.org – Suatu saat Ibrahim bin Adham berjalan di tepi pantai. Tak disengaja, ia melihat sepasang manusia berduaan dengan mesranya. Terlintas di benak Sufi ini, bahwa sepasang kekasih itu sedang dimabuk cinta.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bahkan bukan sekedar mabuk cinta, ternyata mereka juga sedang mabuk minuman yang sesungguhnya. Hal itu terlihat dari sekeliling mereka terdapat botol minuman berserakkan

Lalu sang sufi terheran dengan pemandangan yang dilihatnya sambil menggeleng-geleng kepala. Dalam hatinya berpikir, betapa musykilnya sepasang manusia tersebut, melakukan maksiat dengan mudahnya, seakan tidak punya dosa.

Tiba-tiba seseuatu terjadi dalam jarak beberapa meter di depan mereka, gelombang laut yang tingggi menerjang bibir pantai. Menghanyutkan apa pun yang ada didekatnya, tak pandang bulu. Orang-orang berusaha berenang, dan lari menjauh ke arah daratan.

Sebagian dari mereka berhasil menyelamatkan dari terjangan ombak. Namun naas, lima lelaki tak kuasa diseret gelombang laut. Dan seketika, pria mabuk yang bermesraan di pinggir pantai tadi berlari menuju ke arah lima orang yang hanyut terbawa gelobang.

Pemuda itu berusaha menarik satu-persatu lima laki-laki yang hampir terbawa arus. Ibrahim bin Adham yang melihat kejadian itu hanya bisa terdiam, berdiri mematung di tempatnya. Antara tidak bisa berenag dan tercengang dengan kejadian yang terjadi begitu cepat di depan matanya.

Sementara itu, si pemuda itu begitu cekatan berlari dan berenang. Akhirnya si pemuda mabuk tadi berhasil menyelamatkan empat orang. Lalu ia kembali, namun bukan kembali kepada wanita yang tadi sempat ditinggalkan sejenak. Pemuda ini justru menghampiri Ibrahim bin Adham.

Tiba-tiba, si pemuda tadi mengucapkan beberapa kalimat, padahal Ibrahim bin Adham tidak bertanya sepatah katapun.

Baca Juga:  Kisah Abu Nawas Dan Teras Reotnya Yang Bisa Bertasbih

“Tadi itu aku hanya bisa menyelamatkan empat nyawa, sedangkan kamu harusnya menyelamatkan sisa satu nyawa lagi yang tidak bisa saya selamatkan.”

Belum selesai kebingungan Ibrahim bin Adham, pemuda itu berkata kembali, “Wanita di sebelahku tadi itu adalah ibuku. Dan, minuman yang kami minum hanyalah air biasa,” katanya memberikan penjelasan. Seakan pemuda itu mampu membaca semua isi pikirkan Ibrahim bin Adham.

Kejadian itu akhirnya menyadarkan sang sufi terkenal, Ibrahim bin Adham. Saat itu juga hatinya dipenuhi penyesalan dan taubat. Sepasang manusia yang sempat dianggapnya ahli maksiat ternyata jauh lebih baik dibandingkan dirinya yang terkenal ahli ibadah.

Dan kejadian itu begitu membekas dalam hati Ibrahim bin Adham hingga akhir hayatnya. Jika seorang Ibrahim bin Adham seorang Sufi saja bisa terjebak dalam perangkap berburuk sangka tersebut, bagaimana dengan kita manusia biasa akhir zaman?

Seberapa seringnya kita berada dalam posisi ‘memvonis’ manusia lainnya. Bahkan sebab ketidak tahuan akhhirnya kita menuduh orang lain dengan stigma yang buruk atau tak layak.

Terkadang, jika seorang teman kita tak menyapa ketika sedang berpapasan, seketika itu kita beranggapan bahwa ia sombong. Padahal siapa sangka di balik itu, ia ternyata sedang dirundung masalah besar, bersedih, atau mungkin juga tidak melihat kita.

Saat seorang teman tak mau meminjamkan uang, seketika itu kita menganggap bahwa ia orang yang pelit. Jangan mudah berburuk sangka sebab siapa tahu ia sedang berusaha keras mendapatkan banyak uang untuk kebutuhan keluarga atau untuk membayar hutang-hutangnya.

Di saat seorang sahabat tak datang memenuhi undangan, terlintas di benak jika ia seorang yang tak menghargai. Padahal di balik itu, dia mendapatkan sebuah tanggungan yang harus segera diselesaikan hari itu juga sementara ia sungkan untuk memohon izin dikarenakan penghormatannya.

Baca Juga:  Imam Ahmad Bin Hanbal Pernah Menolak Doakan Orang Sakit

Penyebab pecahnya ukhuwah Islamiyah salah satunya dikarenakan oleh salah persepsi yang akhirnya melahirkan saling curig dan saling berprasangka buruk. Bayangkan ketika kita menganggap orang lain berdasarkan persepsi kita maka yang terjadi adalah rasa kekecewaan terhadap semua orang.

Sementara itu, tanpa disadari hal ini juga membangkitkan rasa ego sedikit demi sedikit menjadi pribadi yang superior, tanpa cela, dan anti kritik. Akhirnya menganggap diri sendiri sempurna atas segalanya dan pemilik kebenaran seorang diri, atau kelompoknya semata. Betapa berbahayanya.

Rasulullah SAW memberikan nasehat, beliau bersabda:

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk merupakan seduta-dustanya ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah SWT yang bersaudara” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari Hadis no. 6064 dan Muslim Hadis no. 2563).

Pesan dari Nabi Muhammad SAW mewanti-wanti agar supaya umatnya selalu menjaga diri dan jangan mudah berburuk sangka. Sebab betapa gelisahnya Rasulullah SAW jika tahu bahwa ada diantara umatnya yang saling merendahkan antar sesama.

Berburuk sangka termasuk perilaku yang salah, sekaligus pemantik datangnya dosa. Ketika seseorang berburuk sangka dan sangkaannya itu benar, maka sama sekali ia tak akan mendapat pahala seidkit pun. Sebaliknya, bila ia berburuk sangka dan sangkaannya itu salah, maka pasti atasnya perbuatan dosa.

Betapa tak bermanfaatnya sifat berburuk sangka dan menghakimi seseorang hanya dari apa yang kita lihat dan sedikit pengetahuan kita tentangnya.

Baca Juga:  Berkah Sholawat, Salah Satu Kunci Terkabulnya Doa

Bertemu dengan siapapun harusnya menjadi cermin untuk diri kita agar lebih baik lagi. Hal ini diawali dengan rasa saling percaya dan berbaik sangka antar sesama. Ingatlah bahwa:

  • Ketika bertemu anak kecil, pikirkan bahwa bisa jadi ia jauh lebih baik dari kita, karena di usianya yang belia, ia masih sedikit dosa dan salah.
  • Ketika bertemu dengan orang tua, pikirkan bahwa ia jauh lebih baik dari kita, lantaran usianya yang sudah sepuh, berarti ibadahnya pun jauh lebih banyak dibanding kita.
  • Bertemu orang gila sekali pun ada kesempatan bagi kita berpikir positif, bisa jadi ia lebih baik dan lebih dulu masuk Surga dibandingkan dengan kita. Sebab, orang gila itu tidak dibebani syariat oleh Tuhan yang Maha Adil, sehingga ia tanpa cela.
  • Terlebih ketika bertemu dengan manusia yang cacat fisiknya. Orang buta, tuli, bisu, bisa jadi mereka jauh lebih baik dari kita. Mereka tak pernah menggunakan inderanya untuk melihat, mendengar, dan mengucap dosa.

Itulah mengapa sebagai umat Muslim kita di peringatkan agar jangan mudah berburuk sangka kepada orang lain. Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik