PeciHitam.org – Nabi Ibrahim lahir di kota Ur Kasdim, Babilonia. Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa ia dilahirkan di sebuah dataran rendah di Damaskus.
Kala itu kepercayaan yang dianut masyarakat setempat ialah Agama Mesopotamia kuno yang menyembah banyak dewa dan dewi.
Melengkapi hal tersebut, pendapat lain juga menyebutkan bahwa kaum Ibrahim merupakan pemuja benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan bintang dan patung-patung.
Patung-patung inilah yang biasanya digunakan untuk ritual, sebuah perlambang dari benda-benda langit tersebut, sebagaimana berhala-berhala yang disembah kaum Nuh adalah perlambang dari orang-orang shaleh yang telah meninggal.
Menurut Al-Hafidz Ibnu Asakir, ibu kandung Nabi Ibrahim bernama Amilah. Hal ini berbeda dengan pendapat al-Kalbiy, yang menyatakan bahwa ibu kandung nabi Ibrahim bernama Buna binti Karbeta bin Kartsi yang masih keturunan Arpakhsad bin Sem bin Nuh.
Sedangkan nama ayah Nabi Ibrahim menurut Ibnu ‘Abbas, ialah Tarikh (Terah). Ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa Azar adalah nama patung (berhala) yang disembah ayahnya Ibrahim.
Nabi Ibrahim merupakan salah satu dari ke-25 nabi yang wajib diketahui. Bahkan saking pentingnya, posisi Nabi Ibrahim bergelar sebagai Abu al-Anbiya’ yang artinya bapaknya para nabi. Beliau juga merupakan salah satu nabi yang bergelar Ulul Azmi.
Hal ini bukan tanpa alasan, sebab keturunan Nabi Ibrahim inilah yang mencetak nabi-nabi setelahnya, seperti Ismail, Ishak, dan seterusnya. Sehingga tidak heran, jika ia menjadi tokoh penting dalam berbagai agama, antara lain Islam, Kristen dan Yahudi. Namanya juga disebutkan dalam beberapa kitab suci, seperti al-Quran, al-Kitab dan Tanakh.
Sebagaimana misi kenabian para nabi lainnya, kisah Nabi Ibrahim juga sangat menekankan pesan akan keesaan Allah. Namun di sisi lain, dalam Tanakh dan Alkitab lebih menekankan pada rincian kronologis cerita. Ketiga kitab suci tersebut saling melengkapi informasi yang ada.
Di dalam al-Quran, nama Ibrahim disebutkan sebanyak 69 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa Nabi Ibrahim merupakan tokoh yang penting agar dicermati dan menjadi pembelajaran di kemudian hari.
Tidak hanya itu, Nabi Ibrahim juga dijuluki sebagai Khalilullah (خلیل اللہ) yang artinya kesayangan Allah.
Daftar Pembahasan:
Janji Allah Kepada Nabi Ibrahim dan Keturunannya
Kisah Nabi Ibrahim merupakan kisah tentang cobaan hidup di satu sisi, dan keteguhan komitmen untuk menerima cobaan itu sebagai bagian dari perintah Allah Swt. untuk bersikap taat dengan apa yang diperintahkan-Nya.
Keteguhannya untuk terus menaati apa yang Allah perintahkan, dipuji oleh Allah Swt. sebagai cara untuk menjadikannya sebagai pemimpin bagi umat manusia. Allah Swt. berfirman:
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
“Ketika Tuhannya menguji Ibrahim dengan beragam kalimat-Nya, ia mampu memenuhi segala yang diperintahkan-Nya. (Allah) berkata, sesungguhnya aku ingin menjadikanmu sebagai pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: “Dan begitu juga dari keturunanku ?”, Allah menjawab: “Janjiku tidak akan didapatkan oleh mereka yang zalim” (Al-Baqarah: 124).
Perintah Menyembelih Anaknya
Dalam kisah Nabi Ibrahim, yang paling diingat barang kali ialah Ketika Nabi Ibrahim mendambakan keturunan, namun ketika telah mendapatkannya masih harus diuji dengan perintah untuk menyembelihnya.
Nabi Ibrahim yang kala itu telah menikah dengan Siti Sarah belum juga memiliki keturunan. Namun, keteguhan Ibrahim as. dalam beribadah dan menyampaikan kebenaran, membuatnya tidak pernah berhenti berusaha dan mendekatkan diri kepada Allah.
Ibrahim begitu merindukan kehadiran anak. Sampai suatu ketika, saat ia dikaruniai keturunan, turunlah perintah untuk menyembelih anaknya.
Dalam Tarikh al-Tabari disebutkan ia baru memiliki anak di usianya yang ke-85 tahun. Ia bernama Ismail yang dilahirkan dari rahim seorang ibu bernama Siti Hajar.
Siti Hajar pada awalnya merupakan seorang wanita Mesir yang menjadi pembantu bagi rombongan Nabi Ibrahim dan istrinya Sarah, ketika bermukim di Mesir beberapa saat.
Ia bertanya-tanya, “Haruskah kubunuh engkau wahai anakku, Ismail?”
Pertanyaan inilah yang kiranya terucap dari lisan Nabi Ibrahim ketika mendapatkan perintah untuk menyembelih putranya sendiri Nabi Ismail. Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim yang disebutkan dalam al-Quran surah al-Shaffat berikut:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Ketika ia (Ismail) sudah mencapai masa dewasa bersama (ayah)-nya (Ibrahim), Ibrahim pun berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku melihatmu di dalam mimpi bahwa aku sedang menyembelihmu, apa pendapatmu wahai anakku? (Ismail) pun berkata, “Ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan padamu. Dengan izin Allah, semoga kau mendapatiku sebagai golongan orang yang sabar” (Al-Shaffat: 102).
Betapa terkejutnya Nabi Ibrahim mendengar jawaban anaknya tersebut. Ismail yang pada waktu itu masih berumur 13 tahun menjawabnya dengan lugas dan tanpa keraguan menuruti perintah Allah pada ayahnya.
Walaupun memang ada pendapat yang menyebutkan bahwa putra Ibrahim yang akan dijadikan korban adalah Ishak, bukan Ismail.
Menurut Ali Syari’ati peristiwa pengurbanan Ismail adalah di antara ujian untuk membuktikan apakah Ibrahim benar-benar mencintai Allah. Ia dihadapkan kepada dua pilihan antara cintanya kepada putranya, Ismail atau kebenaran wahyu dari Allah.
Saat penyembelihan itu tiba, Ibrahim sudah bersiap menyembelih. Ismail bahkan memberikan aba-aba agar ayahnya menutup wajahnya, dan menghadapkan sisi mukanya searah dengan muka ayahnya, dan menahan kuat-kuat lehernya agar tidak berontak saat disembelih, dan ayahnya tidak melihat ekspresi wajahnya ketika disembelih. “Dengan pertolongan Allah anakku.”
Ketika akan dilakukan, Allah memanggil Ibrahim as., bahwa ia sudah mempercayai mimpinya. Atas ganjaran sikap ihsan-nya ini, Allah mengganti kurban Ismail dengan domba.
Dombanya dari mana? Ada banyak riwayat tentang itu, ada yang mengatakan dombanya langsung didatangkan dari langit. Ada yang meriwayatkan kalau domba itu adalah kurban Habil di zaman Nabi Adam yang dahulu diterima oleh Allah.
Bagaimanapun caranya, yang jelas keteguhan Ibrahim untuk menuruti perintah Allah. menyembelih Ismail, sekali lagi adalah bukti nyata rasa cintanya pada Tuhan. Oleh sebab itu, maka Allah pun memujinya sebagai khalilullah. Wattakhadzallahu Ibraahiima Khaliila.
Doa Nabi Ibrahim
Pernah suatu ketika, Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail harus terpisah. Berdasarkan petunjuk Allah, diantarkan istri dan anaknya ini ke daerah yang sangat tandus, dan jarang dilewati manusia, di Jazirah Arab – yang kini dikenal sebagai kota Mekkah.
Ditinggalkanlah istri dan anaknya yang masih kecil itu, di tanah tandus yang belum ada siapa-siapa. Kemudian berdoalah Nabi Ibrahim yang redaksinya tertulis dalam al-Quran, sebagai berikut:
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِر
“Tuhanku, Jadikanlah negeri ini aman, anugerahkanlah penduduknya yang beriman kepada Allah dan Hari akhir dengan (rezeki berupa) aneka ragam buah-buahan” (Al-Baqarah: 126).
Jadilah Ismail kecil dan ibunda Hajar ditinggal sendirian di tengah padang pasir Jazirah Arab. Tempat mereka berdua rupanya adalah tempat berdirinya Kakbah yang menurut catatan sejarah pernah dibangun oleh Nabi Adam. Di masa selanjutnya dibangun lagi oleh Ibrahim bersama Ismail.
Beberapa tahun berlalu, Ibrahim kembali menengok putra dan ibunya yang ditinggal di padang pasir itu. Rupanya ia sudah besar. Bukan main senangnya Ibrahim melihat Ismail yang waktu bayi pernah ia serahkan “nasibnya” langsung kepada Tuhan-Nya.
Justru, daerah yang dahulu tidak berpenghuni itu, menjadi ramai dengan munculnya air zam-zam, air yang muncul ketika Ibu Siti Hajar kebingungan mencari air di saat stok persediaan habis.
Peristiwa inilah yang kemudian diabadikan menjadi ibadah sai antara bukit Shafa dan Marwah. Ini semua adalah berkat salah satu doa nabi Ibrahim sesaat sebelum meninggalkan Ibu Hajar dan Ismail kecil:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan Kami, sungguh aku tinggalkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tumbuh-tumbuhan di dekat rumah-Mu yang dihormati ini wahai Tuhanku, agar mereka mendirikan salat. Maka jadikanlah hati manusia tertarik kepada mereka, dan berikanlah rezeki kepada mereka berupa buah-buahan, mudah-mudahan mereka menjadi orang yang bersyukur” (Ibrahim: 37).
Demikianlah beberapa kisah nabi Ibrahim yang mencerminkan keteguhan dan kegigihannya dalam meng-Esa-kan Allah serta menjalankan segala perintah-Nya. Gelar Khalilullah yang disematkan kepada Nabi Ibrahim menjadi bukti. Wallahu A’lam.