Kisah Para Sufi Perempuan dalam Kancah Dunia Tasawuf

para sufi perempuan

Pecihitam.org – Kehadiran Islam membuat perempuan mendapat hak dan mampu untuk memainkan peranan dalam segala aspek, termasuk dalam dunia tasawuf. Tasawuf sendiri muncul pada awal abad ke-8, sekira satu abad setelah Rasulullah Saw wafat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Awalnya, tasawuf adalah gerakan asketik murni yang menghadang dan menghalangi kecendrungan kaum muslim yang kian meningkat pada hal-hal duniawi. Saat aliran tasawuf bertambah kuat dan jumlah pengikutnya meningkat tajam pada periode ekspansi kekhalifahan dalam Islam, peranan utama dalam aliran ini jatuh di pundak perempuan.

Berikut adalah para sufi perempuan dalam sejarah tasawuf:

Rabi’ah al-Adawiyyah atau biasa dikenal sebagai Rabi’ah dari kota Bashrah menjadi penanda awal gerakan tasawuf dalam Islam. Dia adalah perempuan yang diyakini berhasil mengubah asketisme yang suram menjadi mistisisme cinta kasih yang murni kepada Allah Swt.

Sampai saat ini, jika ada seorang perempuan yang berbudi luhur atau sangat terhormat dalam dunia tasawuf bisa digambarkan atau dianggap sebagai seorang ‘Rabi’ah kedua’.

Baca Juga:  Nasihat Seorang Guru Sufi: Berhentilah Menjadi Gelas

Kisah paling terkenal adalah saat Rabi’ah berlari melintasi Basrah dengan seember air di satu tangan dan obor menyala di tangan lainnya. Saat semua orang bertanya, ia menjawab “aku ingin menuangkan air ke dalam neraka dan mengobarkan api di surga, sehingga kedua selabung ini lenyap dan tak seorang pun akan menyembah Tuhan karena takut akan neraka atau mengharapkan surga.”

Banyak riwayat mencatat tentang Rabi’ah, seorang budak perempuan yang telah dibebaskan dari Bashrah, daerah yang saat itu menjadi pusat dari aliran tasawuf. Bahkan, dalam beberapa periwayatan, ada yang mengaitkan seorang sufi ternama yakni Hasan al-Bashri dengan Rabi’ah.

Muhammad Zihni menulis dalam kitabnya berjudul Masyahir an-Nisa. Ia menggambarkan tentang kesempurnaan Rabi’ah dengan menyatakan “…dia, jelas lebih unggul dibanding para pria, dan itulah sebabnya dia juga disebut Mahkota Kaum Pria…”.

Rabiah bukan satu-satunya sufi perempuan yang menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah Swt. Ada juga Bahriyya al-Maushuliyyah, perempuan yang tak henti meratap sampai buta kedua matanya.

Baca Juga:  Begini Tatacara Baiat dan Macam-Macam Pembagian Tarekat

Hal ini merupakan suatu hal yang sangat diinginkan oleh para sufi. Bagi mereka, melihat kekasih Ilahi adalah satu-satunya tujuan hidup. Mata, bagi mereka seharusnya tidak lagi menjadi selubung antara orang yang melihat dan apa yang dilihat.

Selanjutnya ada Rihana al-Waliha, seorang perempuan yang hidup dalam sujud-sujud panjang. Dalam beberapa riwayat dikisahkan bahwa ia sampai dibawa ke rumah sakit jiwa sebab kecintaannya yang begitu menyeluruh sampai-sampai mendorongnya mengabaikan aturan-aturan kepantasan umum yang berlaku saat itu, semasa ia hidup.

Selain itu, ada pula perempuan bernama Sya’wana, tokoh menarik lain di antara para sufi perempuan yang hidup di masa awal perjalanan tasawuf. Ia juga dikenal lantaran ratapannya yang tak kunjung putus. Bahkan, seorang sufi besar bernama Fudayl ibn Iyad diyakini pernah meminta Sya’wana untuk mendoakannya.

Baca Juga:  12 Prinsip Hidup Islami Nasehat Kiai Semar Badranaya

Ada pula cerita lain tentang sufi yang shaleh bernama Bisyr al-Hafi serta ahli hadis Ahmad ibn Hanbal yang juga berusaha mendekati perempuan bernama Aminahar-Ramliyyah untuk memintanya menjadi perantara. Melalui Aminahar, keduanya mengetahui tentang penangguhan hukuman mereka di neraka.

Selain yang disebutkan di atas, masih banyak lagi kisah para sufi perempuan lainnya yang tak dikenal lantaran keterbatasan medium menulis pada zaman dahulu. Semoga, kisah para sufi perempuan ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih bisa memaknai kehadiran Allah SWT dalam kehidupan, agar tidak disibukkan dengan perkara duniawi semata.

Ayu Alfiah