Kisah Surat Nabi Muhammad SAW Kepada Kaisar Heraclius

surat nabi kepada heraclius

Pecihitam.orgHeraclius adalah kaisar Romawi Timur yang menetapkan bahasa romawi sebagai bahasa yang resmi di kekaisaran tersebut. Pada masa Rasulullah SAW, beliau pernah mengirimkan surat kepada Kaisar Heraclius yang berisi tentang ajakan untuk masuk agama islam. Inilah Kisah Tentang Surat Nabi Muhammad SAW Kepada Kaisar Heraclius

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Berdasarkan riwayat Imam Muslim dalam kitab Shohih nya, dari Ibnu Abbas beliau menyebutkan bahwa kisah ini diceritakan langsung oleh Abu Sufyan, yang pada waktu itu belum masuk islam.

Pada saat berlangsung perjanjian damai antara Rasul dan Abu Sufyan, Abu Sufyan pergi berniaga ke negeri Syam. Ketika Abu Sufyan berada disana, ada seseorang yang mengirim sepucuk surat dari Nabi Muhammad shallahu alaihi wassalam kepada kaisar Heraclius, penguasa agung Romawi. Yang mana surat tersebut ditulis oleh Zaid bin Tsabit sebagai sekertaris kepercayaan Nabi. Dan yang membawanya adalah Dihyah al-Kalbi.

Kemudian surat tersebut diberikan kepada pembesar Bushra untuk disampaikan kepada kaisar Heraclius. Setelah surat diterima, lantas ia bertanya “Adakah di sini orang yang berasal dari kaumnya laki laki yang mengaku sebagai Nabi (Rasulullah Muhammad)?” lalu mereka menjawab, “Ya”. Lalu Abu Sufyan dipanggil untuk mengahadap raja Heraclius beserta beberapa orang lainnya dari suku Quraisy.

Akhirnya mereka masuk dan duduk menghadap Heraclius. Heraclius lantas bertanya, “Siapakah diantara kalian yang dekat pertalian darahnya dengan orang yang mendakwakan dirinya menjadi Nabi tersebut?”, kemudian Abu Sufyan menjawab “Aku”.

Lalu Abu Sufyan duduk di depan, sedangkan beberapa orang lainnya duduk di belakangnya. Setelah itu raja Heraclius memanggil penerjemahnya, lalu Heraclius berkata pada penerjemahnya, “katakanlah kepada mereka, bahwa aku menanyakan kepada mereka perihal laki laki yang mendakwakan dirinya sebagai Nabi. Jika dia berdusta, maka katakanlah ia berdusta.”

Abu Sufyan berkata dalam hatinya “Demi Allah, kalaulah aku tidak takut dicap sebagai pendusta, sungguh telah kudustai mereka.”

Kemudian Heraclius berkata pada penerjemahnya, “Tanyakan kepadanya (Abu Sufyan) bagaimana kebangsaan orang itu di kalanganmu”. Lantas Abu Sufyan menjawab, “Dia seorang bangsawan di kalangan kami.”

Lalu penerjemah itu bertanya, “Apakah dia keturunan raja?” Abu Sufyan menjawab, “Tidak”. penerjemah itu bertanya kemabli, “Apakah kalian mengatakannya sebagai pembohong sebelum ia menjadi seoarang Nabi?” Abu Sufyan menjawab, “Tidak”.

Dia bertanya, “Apakah orang-orang yang mengikutinya dari kalangan pembesar ataukah hanya rakyat kecil?” Abu Sufyan menjawab, “Hanya rakyat kecil.”

Dia bertanya, “Apakah pengikutnya selalu bertambah?” Abu Sufyan menjawab, “Mereka selalu bertambah.” Dia bertanya, “Adakah di antara pengikutnya itu murtad karena benci terhadap agama yang dikembangkannya?” Abu Sufyan menjawab, “Tidak.”

Dia bertanya, “Apakah kamu berperang melawannya?” Abu Sufyan menjawab, “Ya, pernah.” Dia bertanya, “Bagaimana perjalanan peperangan mu melawannya?” Abu Sufyan menjawab, “Peperangan kami berjalan silih berganti antara menang dan kalah. Kadang-kadang kamilah yang menang dan dia yang kalah, dan terkadang pula kami yang kalah dan dia yang menang.”

Dia bertanya, “Apakah dia pernah ingkar janji?” Abu Sufyan menjawab, “Tidak, bahkan kami sedang dalam masa perjanjian damai, yaitu tidak akan serang menyerang dengannya. Aku tidak tahu apa yang akan dibuatnya terhadap perjanjian tersebut.” Dia bertanya, “Apakah ada orang lain sebelum dia, yang mendakwakan dirinya sebagai Nabi seperti dia?” Abu Sufyan menjawab, “Tidak.”

Dari jawaban tersebut kaisar Heraclius menyimpulkan bahwa orang yang mendakwa dirinya sebagai Nabi adalah benar adanya, karena ciri-ciri Nabi adalah dari keturunan bangsawan.

Baca Juga:  Sejarah Masa Pra Kenabian Nabi Muhammad SAW (Bagian 2)

Bukan dari keturunan raja, sebab jika dar keturunan raja maka ada kemungkinan bahwa ia mengembalikan kekuasaan nenek moyangnya. Pengikutnya terdiri dari rakyat kecil, karena pengikut Rasul memang dari rakyat kecil.

Tidak pernah tertuduh sebagai pembohong sebelum menjadi Nabi. Pengikutnya tidak ada yang murtad, dan mereka tidak membenci agama baru tersebut (islam).

Pengikutnya selalu bertambah. Selalu diperangi, dan terkadang menag terkadang pula kalah, sebab memang seperti itulah seorang Rasul, selalu mendapat ujian.

Tidak pernah ingkar janji. Tidak ada pula yang mengaku Nabi sebelum ia (Muhammad) mendakwakan sebagai Nabi, karena jika demikian ada potensi untuk ikut dengan orang sebelumnya.

Raja Heraclius berkata, “Jika yang kamu katakan itu benar semuanya, maka tak salah lagi bahwa lelaki tersebut adalah seorang Nabi, aku tahu bahwa dia akan muncul, akan tetapi aku tidak menduga bahwa dia akan muncul dari kalangan kalian, sekiranya aku dapat bertemu dengannya, saat di sampingnya maka sungguh aku akan membasuh kedua kakinya. Dan daerah kekuasaannya kelak, akan sampai ke daerah kekuasanku ini.”

Kemudian dia ( kaisar Heraclius)  meminta surat dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang di tujukan kepada-nya dan membacanya, di dalamnya tertulis:

Baca Juga:  Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

“Dengan nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, dari Muhammad Rasulullah kepada Heraclius pembesar Romawi. Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk, sesungguhnya aku mengajak anda untuk masuk Islam.

Masuk Islamlah anda, niscaya anda akan selamat. Masuk Islamlah anda, niscaya Allah akan memberi pahala kepada anda dengan berlipat ganda. Jika anda menolak, maka anda akan memikul dosa kaum ‘arisyiyun.

Wahai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak akan menyembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. jika mereka menolak, maka Katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah) ‘ (Qs. Ali Imran: 64).

Setelah dia selesai membaca surat tersebut, tiba-tiba terdengar suara heboh di sekitarnya. Heraclius memerintahkan Abu Sufyan dan sahabat lainnya supaya keluar. Sesampainya di luar, Abu Sufyan  berkata kepada kawan-kawannya;

“Sungguh luar biasa urusan Ibnu Abu Kabsyah (Rasulullah), hingga dia diikuti oleh raja bani Ashfar (bangsa berkulit kuning), karena itu aku senantiasa yakin bahwa agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini pasti menang, dan akhirnya Allah memasukkan hidayah Islam ke dalam hati sanubariku.”

Dalam riwayat lain, yaitu riwayat Imam Bukhori dijelaskan bahwa ending dari cerita tersebut adalah, Raja Heraclius mengirimkan surat pada sahabatnya di Roma yang ilmunya setigkat dengan Raja Heraclius, dalam suratnya ia menceritakan perihal kelahiran Nabi Muhammad SAW.  

Baca Juga:  Sunan Muria, Wali yang Rela Naik Turun Gunung Demi Berdakwah pada Rakyat Jelata

Sementara itu, ia meneruskan perjalanannya ke negeri Himsha, tetapi sebelum tiba Himsha, balasan surat dari sahabatnya itu telah tiba terlebih dahulu. Sahabatnya itu menyetujui pendapat Heraclius bahwa beliau memang seorang Nabi.

Kemudian Heraclius mengundang para pembesar Roma supaya datang ke tempatnya di Himsha. Setelah hadir di dalam majlisnya, Heraclius memerintahkan supaya mengunci semua pintu. Lalu ia menyampaikan;

“Wahai bangsa Rum, maukah anda semua beroleh kemenangan dan kemajuan yang gemilang, sedangkan kerajaan tetap utuh di tangan kita? Kalau mau akuilah Muhammad sebagai Nabi.”

Mendengar ucapan itu para semua orang berlarian bagaikan keledai liar, padahal semua pintu telah terkunci. Melihat keadaan demikian Heraclius putus harapan bahwa mereka akan beriman kepada kenabian Muhammad.

Lalu diperintahkanlah semua untuk kembali ke tempat semula, seraya berkata, “Sesungguhnya saya mengucapkan perkataan saya tadi hanyalah sekedar menguji keteguhan hati anda semua. Kini saya telah melihat keteguhan itu.”Lalu mereka sujud di hadapan Heraclius. Dan mereka merasa senang kepadanya.

Dari kisah tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sejatinya Raja Heraclius pun mengakui akan kenabian Muhammad SAW, namun karena faktor menjaga martabat dihadapan para pemuka Rum lainnya, maka ia mengangkarinya. Dan tetap pada agamanya.

Begitulah dakwah Nabi kepada raja Heraclius, yaitu dengan mengirimkan surat kepadanya. Dan dari kejadian ini, memberikan dampak baik pada orang lain, seperti Abu Sufyan yang yang masuk islam sebab pengakuan Raja tersebut atas kenabian Muhammad SAW. Wallahu A’lam.

Nur Faricha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *