PeciHitam.org – Bagi setiap Muslim berziarah ke Makkah dan Madinah merupakan impian yang harus dicapai minimal sekali seumur hidup. Di kedua kota tersebut memiliki begitu banyak sejarah yang tercipta. Di Makkah, jutaan umat muslim beribadah haji di bulan Dzulhijjah. Bahkan setiap hari tak pernah sepi peziarah.
Di Madinah, salah satu tujuan yang tidak pernah terlewatkan yaitu Makam Rasulullah di kompleks Masjid Nabawi. Sebelum komplek Masjid Nabawi diperluas, terdapat makam Nabi Muhammad Saw yang dulu bernama Masqurah.
Setelah masjid ini diperluas, kemudian makam tersebut berada di dalam bangunan masjid dengan ditutupi kubah berwarna hijau. Di sekelilingnya terdapat empat pintu yang masing-masing dinamakan Pintu at-Taubah di sebelah selatan (kiblatnya), Pintu ar-Raudhah di sebelah barat, Pintu Fathimah di sebelah timur, dan Pintu Tahajud di sebelah utara. Selain keempat pintu di atas, terdapat juga dua pintu lainnya yang masing-masing dinamakan makam Abu Bakar dan makam Umar bin Khattab.
Menurut informasi yang beredar, terdapat beberapa usaha pencurian makam Nabi Muhammad yang kesemuanya berhasil digagalkan. Usaha pencurian ini pertama kali terjadi pada masa pemerintahan al-Ubaidi tahun 1017 M/ 408 H dengan menbuat terowongan menuju makam tersebut.
Kemudian yang kedua, pada masa pemerintahan Al-Hakim bi Amrillah al-Ubaidi yang berkuasa di Mesir. Pada masa pemerintahannya, ia ingin mendatangkan jasad Rasulullah agar menarik perhatian orang Mesir. Namun usaha ini gagal karena datangnya angin dahsyat ke Madinah. Tidak ada kepastian tanggal, tahun, dan cara yang digunakan dalam usaha pencurian makam Rasulullah tersebut.
Ada juga yang terekam dalam kitab Fushul min Tarikh al-Madinah al-Munawwarah yang ditulis oleh Ali Hafidz. Kejadian ini terjadi pada tahun 1164 M/554 H, kala itu ada orang Maroko dan Nasrani yang hendak menggali terowongan hingga ke makam Rasulullah.
Namun lagi-lagi gagal karena ada seseorang yang bermimpi bahwa makam Rasulullah sedang digali dan ternyata memang benar ada dua orang yang menggali dari rumahnya. Belajar dari kejadian ini, akhirnya dibuatlah tembok dari timah tebal di sekitar makam Rasulullah.
Dari ketiga usaha pencurian makam Rasulullah di atas, semuanya dapat digagalkan dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Ada yang melalui bantuan alam, ada yang diberitahukan melalui mimpi, dan sebagainya. Sebenarnya masih banyak lagi usaha pencurian makam Rasulullah yang lain.
Belanjut ke kisah menarik Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia saat berziarah ke makam Rasulullah. Pada tahun 1955, pengaruh Bung Karno memang begitu besar. Pengaruh Bung Karno tidak hanya di negara-negara Asia dan Afrika, tetapi hingga ke Eropa, Amerika, bahkan Timur Tengah, termasuk Saudi Arabia.
Saat kunjungan Bung Karno ke Arab Saudi, Raja Saud bin Abdul Aziz menyambut Bung Karno dengan begitu hangat.
Ada cerita menarik ketika berziarah ke makam Rasulullah. Sayyid Husein Muthahar, menceritakan kisah Bung Karno yang begitu menghormati dan mencintai Rasululllah. Saat itu beliau berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW di Madinah Al Munawwarah, Bung Karno ditemani oleh Raja Saud.
Sayyid Muthahar yang ikut dalam rombongan Haji Bung Karno bercerita, saat Bung Karno berjalan di Kota Madinah bersama Raja Saud bin Abdul Aziz, Bung Karno bertanya kepada Raja Saudi, “Dimana makamnya Rasulullah SAW wahai raja?”.
Raja Saud bin Abdul Aziz menjawabnya, “Oh itu makam Rasulullah sudah terlihat dari sini”. Mendengar jawaban tersebut, saat itu juga Bung Karno melepaskan atribut-atribut pangkat kenegaraannya. Raja Saudi pun heran dan bertanya balik kepada Bung Karno. “Kenapa Anda melepaskan itu semua?”.
Bung Karno menjawab dengan tegas: “Yang ada di sana itu Rasulullah SAW, pangkatnya jauh lebih tinggi dari kita, aku dan dirimu!”. Kemudian Bung Karno berjalan merangkak menghampiri makam Baginda Nabi SAW.
Nah, dari beberapa uraian di atas, sebagai seorang muslim, hendaknya memang bahu-membahu dalam menjaga peninggalan bersejarah, apalagi terkait makam Rasulullah. Ketika seseorang hendak berziarah ke makam Rasulullah, Bung Karno mencontohkan adab yang begitu baik kepada kita semua, yaitu dengan melepas segala atribut kebesarannya.
Hal ini dapat kita maknai juga dengan melepas segala kesombongan dan atribut keduniawian pada diri kita. Sehingga ketika berziarah, posisi kita sebagai umat Nabi Muhammad Saw, yang senantiasa menginginkan syafaatnya kelak di yaumil qiyamah sudah sepantasnya untuk merendahkan hati kita.