Pecihitam.org – Pada suatu hari, Syeikh Abul Qoasim Al Munadi jatuh sakit. Beliau adalah salah satu ulama sufi terkenal di Naisabur. Lantas berita menjadikan ulama-ulama terkemuka menjenguk dirinya. Diantara ulama yang menjenguknya adalah Syeikh Abul Hasan Al Bunsanji dan Syeikh Hasan al Hadad. Beliau berdua merupakan ulama sufi yang cukup terkenal.
Untuk menghibur Syeikh Abul Qoasim Al Munadi, keduanya membeli buah apel. Namun yang mengejutkan, buah apel yang dibawa ke Syeikh Abul Qoasim Al Munadi dibayar secara mencicil. Hingga sampailah di rumah Syeikh Abul Qoasim Al Munadi. Kedua ulama itu, duduk di samping pembaringan Syeikh Abul Qoasim Al Munadi.
Namun seketika Syeikh Abul Qoasim Al Munadi berkata “mengapa suasana menjadi gelap?.” Hal ini menjadi tanda tanya besar kedua sufi itu. Pasalnya, Syeikh Abul Qoasim Al Munadi berkata seperti itu setelah kehadiran mereka. Oleh karenanya mereka berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apakah ada yang salah dengan tata etika mereka berkunjung, atau ada perbuatan kurang menyenangkan sebelum mereka menjenguk Syeikh Abul Qoasim Al Munadi.
Lama mereka berpikir, akhirnya mereka menyadari satu perbuatan yang mungkin saja membuat Syeikh Abul Qoasim Al Munadi berkata demikian. Mereka sadar perbuatan mereka tidak membayar penuh apel tersebut berakibat pada kekecewaan penjual apel. Penjual apel tentu merasa tidak enak menolak permintaan mencicil apelnya, karena mereka tokoh sufi terkemuka.
Kekecewaan itu hanya disimpan di dalam hati penjual apel saja dan tanpa disadari oleh kedua ulama tersebut. Maka dengan cepat mereka kembali ke penjual apael, kemudian membayar seluruhnya apel yang mereka beli. Sehingga mereka tidak jadi membeli apel secara mencicil, melainlkan secara kontan.
Setelah membayarkan sisa pembelian, mereka kembali menjenguk Syeikh Abul Qoasim Al Munadi. Sesampainya disana Syeikh Abul Qoasim Al Munadi berkata “kegelapan telah lenyap dari pandanganku, sebenarnya apa yang terjadi pada kalian?. Tanya Syeikh Abul Qoasim Al Munadi. Kemudian mereka menceritakan permasalahan terkait apel yang mereka beli secara mencicil sehingga tanpa sadar mengecewakan hati penjual apel.
Kisah ini mencontohkan sikap yang luar biasa kepada kita. Bagaimana kita harus mempunyai rasa lebih kepada orang lain. Kita harus mempunyai rasa pengertian dan tidak boleh berbuat sembarangan kepada orang lain. Mungkin sikap yang kita tunjukkan kepada mereka biasa saja dan tidak menimbulkan masalah apa-apa. Tapi bisa aja, sikap tak kesengajaan itu berbuat pada kekecewaan yang tersimpan dalam hati orang yang kita sakiti.
Oleh karenanya, Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga hati saudaranya. Tidak saling menyakiti dan mempunyai rasa kasih sayang yang mendalam. Dengan begitu, dapat tercipta kerukunan antar umat Islam sendiri maupun terhadap umat yang lainnya. Semuanya saling mengasihi tanpa ada rasa memusuhi sedikit pun.
Inilah yang menjadi kunci dari ajaran yang dibawakan Nabi Muhammad saw. Dimana Nabi selalu mengajarkan bahwa agama Islam harus bisa membawa kesejukan bagi semua insan. Baik itu yang beraliran sama ataupun yang berbeda wajib dijaga perasaannya. Sehingga agama Islam dapat menjadi kiblat agama, dimana ajaran didalamnya diamalkan oleh semua pelaku agama apapun.
Tentu, ajaran Islam akan tampak mulia jika penganutnya melaksanakan apa yang menjadi cita-cita Nabi Muhammad saw. Tidak bermusuhan, saling menjaga perasaan, hingga bersikap sabar adalah sikap-sikap luhur yang bisa menjadi ciri begitu indahnya agama Islam. Semoga ajaran luhur yang selalu didakwahkan Nabi Muhammad diterapkan baik oleh semua umatnya. Sehingga Islam akan menjadi agama penyejuk bagi seluruh agama yang lainnya.