Kitab Ar Risalah, Ilmu Ushul al-Fiqh Karya Imam As Syafii

kitab ar risalah

Pecihitam.orgImam Muhammad bin Idris bin ‘Utsman al-Syafi’i (150- 204H) atau lebih dikenali sebagai Imam Syafii merupakan seorang tokoh dan seorang imam yang sangat masyhur namanya dalam dunia Islam. Beliau juga merupakan tokoh yang hebat, yang dikagumi keilmuannya oleh para ilmuan sepanjang zaman dan besar jasanya. Beliau merupakan ulama yang pertama memiliki gagasan dan idea cemerlang berkenaan kaedah penggalian hukum-hukum Islam, yang disusun dengan begitu sistematik ke dalam sebuah karyanya “kitab ar-Risalah”. Sebuah kitab dalam bidang ilmu usul fiqh, kitab ini dianggap sebagai kitab yang pertama disusun dalam bidangnya secara sistematis.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dengan lahirnya kitab ini, fasa awal perkembangan ilmu ushul fiqh pun bermula. Kitab ini menjadi rujukan dan pedoman utama bagi para ulama. Kitab al-Risalah ini juga merangkumi gambaran metodologi Imam Syafii dalam mencari, menyusun hukum-hukum Islam secara sistematik. Kitab ini banyak dijadikan rujukan utama bagi mereka yang bergelar pengkaji, mahasiswa, pelajar, penggerak akademik, dan pemerhati. Kitab ini juga turut menjadi rujukan para ulama dari dulu hingga kini.

Di awal kitabnya ini Imam Syafii rahimahullah menulis muqaddimah yang sangat bernilai, yang menunjukkan manhaj dan aqidah beliau. Imam Syafii berkata:

“Segenap puji hanya milik Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, serta telah menciptakan kegelapan dan cahaya. Kemudian, orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, mereka melakukan penyimpangan (berpaling). Segala puji hanya bagi Allah, yang untuk mensyukuri salah satu nikmat-Nya tidak akan terwujud, kecuali kesyukuran itu merupakan sebuah nikmat dari-Nya. Menunaikan nikmat-nikmat-Nya yang telah lalu akan memunculkan nikmat baru yang juga menuntut rasa syukur kepada-Nya.

Orang-orang yang menyifati-Nya tidak akan mencapai hakikat Keagungan-Nya. Hakikat keagungan-Nya itu sesuai dengan yang disifatinya sendiri dan melebihi apa yang disifati oleh hamba-hamba-Nya. Aku memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan-Nya. Aku memohon pertolongan kepada Allah dengan permohonan pertolongan orang yang tidak mempunyai daya dan kekuatan, kecuali dengan bantuan-Nya. Aku memohon Allah hidayah/petunjuk yang barang siapa mendapatkannya, ia tidak akan sesat. Aku memohon maghfirah dan ampunan-Nya atas apa yang telah dan akan aku perbuat dengan permohonan ampun orang yang mengakui penghambaan hanya kepada Dia. Orang yang mengetahui bahwa tidak ada yang memberi ampunan terhadap dosa dan tidak ada yang dapat menyelamatkan seseorang darinya, kecuali Dia. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah, kecuali Allah, Tunggal, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya”.

Dalam kitab inilah, terkuak metode penyusunan hukum genius ala Imam Syafii. Beliau menggunakan empat dasar dalam memutuskan suatu hukum yaitu, al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.

Baca Juga:  Menanggapi Racun Wahabi: Mengapa Madzhab Fikih Syafi’i Tetapi Akidahnya Asyari?

Imam Syafii berkata; “Tidak boleh bagi seseorang mengatakan suatu masalah dengan kata ini halal dan ini haram kecuali sudah memiliki pengetahuan tentang hal itu. Pengetahuan tersebut adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas”

Imam as-Syafii dalam karya yang didiktekkan langsung kepada muridnya, al-Rabi’ bin Sulaiman, telah menyamakan Ijtihad dengan Qiyas. Ia menyimpulkan bahawa ijtihad adalah Qiyas. Beliau menolak dengan tegas metode Ihtihsan, sebuah metode pemikiran yang dianggap hanya berdasarkan pemikiran bebas manusia atas dasar kepentingan dan perilaku individual. Imam Syafii berkata; “Istihsan adalah pengambilan hukum yang melulu menuruti kesenangan semata”.

Imam Syafii memang telah meninggalkan jejak pemikiran yang sangat luar biasa. Buktinya syarat-syarat ijtihad yang dirumuskannya dalam kitab ar-Risalah hingga saat ini terus dipakai pakar-pakar hukum Islam. Siapapun yang ingin berijtihad harus melampaui syarat-syarat ini. Di antaranya, wajib mengetahui bahasa Arab, materi hukum al-Qur’an, bahasa yang bersifat umum dan khusus, dan mengetahui teori Nasakh. Kemudian seorang ahli fiqh, menurut Imam Syafii, harus menggunakan Sunnah dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang tegas dan jelas. Ketika ia tidak menemukan dalam Sunnah, ia harus mengetahui adanya ijmak (kesepakatan) yang mungkin menginformasikan kasus-kasus yang ada. Terakhir, jelas Imam Syafi’i, seorang ahli fiqh mestilah dewasa, sehat, dan mampu sepenuhnya menggunakan kemampuan intelektualnya untuk menyelesaikan kasus.

Baca Juga:  Biografi Lengkap Imam Syafii, Pendiri Mazhab Yang Banyak Dianut di Indonesia

Kriteria ini, pada kemudian hari, menuai puji dan kritikan. Banyak para pemikir setelah Imam Syafii yang menganggap persyaratan ini terlalu ketat, sehingga ramai ulama yang takut memasuki wilayah ijtihad. Hal ini disebabkan oleh kemunduran ilmu fiqh sekitar abad ke-4 H hingga akhir abad ke-8 H. Pada ketika itu terkenal dengan periode “Taqlid” dan periode “Tertutupnya pintu ijtihad”. Pengaruh tersebut begitu dahsyat sampai sekarang ini.

Melalui kitab ini, Imam Syafii terkenal sebagai pemikir yang moderat. Tidak berpihak kepada salah satu kecenderungan besar sebuah pemikiran, entah itu ahli hadits (para pemikir muslim yang mengutamakan hadits) ataupun ahli ra’yu (para pemikir muslim yang mengutamakan akal).

Baca Juga:  Musnad Imam Asy Syafii Kumpulan Hadits Riwayat Imam Syafii

Tidak aneh bila para intelektual modern sepakat bahwa Imam Syafii sangat berjasa sebagai penggasas ilmu Ushul Fiqh. ar-Risalah Syafii, tidak hanya dianggap sebagai karya pertama yang membahas materi tersebut, sebagai model bagi ahli-ahli fiqih dan para teoritisi yang datang kemudian guna mengikutinya. Pada akhirnya Imam Syafii menutup karyanya ini dengan bab Ikhtilaf. Bab ini menunjukkan bahwa Imam Syafii mencintai perbedaan dan menghargai pendapat orang lain. Wallahu’alam Bisshawab

Silahkan download kitab Ar Risalah pada link di bawah:

Kitab ar Risalah Imam Syafii

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *