Konflik Identitas dan Cermin Sosial dalam Beragama

Konflik Identitas dan Cermin Sosial

Pecihitam.org – Belum lama ini terjadi kerusuhan di New Delhi, India. Pada tanggal 23 Februari 2020, yang mana umat Hindu menyerang umat Islam serta merusak masjid-masjid yang ada disana. Akibatnya 30 orang yang terdiri dari umat muslim, polisi, dan umat Hindu tewas, sedangkan ratusan orang lainnya mengalami luka-luka.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kerusuhan bermula ketika kelompok muslimin menolak Undang-undang Citizenship Amandement Bill (CAB) yang dinilai merugikan kelompok muslimin. Namun di lain pihak, banyak umat Hindu yang menyetujui undang-undang tersebut.

Dalam UU tersebut mengatur ketatanegaraan, dimana warga Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh bisa berstatus kewarganegaraan India kalau mereka tidak beragama Islam. Kelompok muslim menilai peraturan ini semakin menggusur keberadaan mereka di India sehingga mereka melakukan protes. Tidak diduga protes mereka dijawab kerusuhan oleh beberapa umat Hindu yang berpandangan sempit.

Jika ditelusuri lebih lanjut, peristiwa tersebut mengandung konsep mayoritasisme. Dimana kubu mayoritas dianggap mempunyai kuasa lebih dibandingkan pihak minoritas. Pendiskreditan minoritas penyakit parah yang tidak hanya melukai prinsip persatuan, melainkan juga ikut merugikan agama yang dikucilkan.

Dalam Islam sendiri, konsep mayoritas dan minoritas dilebur menjadi konsep “Persatuan”. Sistem kasta dinilai tidak sesuai dengan tujuan agama Islam, yang salah satunya mengusung tema kesetaraan. Oleh karena itu, sejak awal Islam berusaha keras untuk mengangkat derajat wanita, menghapuskan perbudakan, misalnya melalui kafarat dan hitungan pahala yang tinggi.

Baca Juga:  Perang dan Kekerasan Bukan Jalan untuk Membangun Kemaslahatan

Itu sebabnya Nabi selalu menjadi orang pertama yang melawan penindasan dan tidak tega bila melihat orang-orang dalam keadaan tersiksa. Sudah selayaknya, sebagai penerus ajaran Rasulullah, umat Islam berbuat cinta kasih kepada minoritas. Tidak tega bila mereka dalam penderitaan, serta membantu jika mereka mendapatkan kesulitan.

Bangsa akan tenang jika semua umat mengutamakan kasih sayang. Begitu sebaliknya, bangsa akan hancur jika semua umat saling bertempur. Maka jadilah sosok yang memberikan ketenangan dan keamanan untuk bangsanya.

Seperti kata BJ. Habibie “Di mana pun engkau berada, selalu lah menjadi yang terbaik dan berikan yang terbaik dari yang bisa kau berikan”. Karena kita berada di negara dengan berbagai kemajemukan, maka langkah yang bisa kita lakukan adalah menjalin persatuan dengan perbedaan tersebut. Maka jadilah contoh teladan untuk negara sekitar.

Saya agak tidak sependapat bila kita harus melakukan kekerasan terhadap perlakuan umat Hindu di India sana. Karena menurut saya, perlakuan kekerasan hanya akan memperbesar masalah bukan meredam masalah. Ibarat api tidak akan membakar bila disiram menggunakan air.

Baca Juga:  Fatwa Salam Lintas Agama: Murni Tentang Status Hukumnya atau Jangan-Jangan 'Ada Udang di Balik Batu'?

Namun bila api tersebut ditambah dengan api lagi, maka semakin besarlah api tersebut dan memperlebar potensi kebakaran. Kita boleh saja mengutuk aksi mereka, namun jangan sampai lupa bahwa perdamaian lah yang menjadi tujuan utama.

Selain itu, kisruh ini juga bisa menjadi refleksi untuk kita, terutama umat muslim yang ada di Indonesia. Jika kita sedikit merenung, kita akan menemukan bahwa mungkin saja kerusuhan di India sedikit banyak mendapat sumbangsih dari kita.

Tanpa sadar kasus intoleransi yang akhir-akhir ini marak terjadi di tanah air ikut memancing kemarahan non muslim di belahan dunia lain. Akibatnya mereka yang berposisi sebagai mayoritas, berlaku semena-mena kepada kelompok minoritas.

Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan terlihat. Jika kita belum bisa belajar dari kasus intoleransi di negeri sendiri karena sebagai pelaku, mungkin kita bisa belajar dari kasus intoleransi di negeri seberang karena kelompok sendiri menjadi korban.

Maka, sebagai kelompok mayoritas di Indonesia, umat Islam harus bertindak sebagai pengayom bagi kelompok minoritas. Berbelas kasih serta menyayangi minoritas seperti menyayangi saudara sendiri. Dengan begitu, rasa persatuan tidak hanya dibangun atas identitas yang sama, namun dibangun atas rasa kemanusiaan dan cinta kasih kepada sesama.

Baca Juga:  Gagasan Islam Kebangsaan Ala KH Achmad Shiddiq

Kasus di India bisa dijadikan refleksi sekaligus langkah perbaikan diri. Menjadi cermin agar tidak melakukan hal buruk kepada minoritas. Jadilah contoh umat Islam terbaik yang menjalin hubungan baik terhadap minoritas. Tidak hanya ramah terhadap yang sama, namun bersikap santun terhadap yang berbeda. Dengan begitu, semangat perjuangan yang dulu dibangun dari persamaan rasa tidak akan luntur oleh identitas belaka.

Muhammad Nur Faizi