Kontesasi Wacana Keislaman di Tengah Pandemi Corona

Pandemi Corona

Pecihitam.org – Saat momentum pandemi Corona yang kian hari semakin mengkhawatirkan ini, salah satu problem dinamika penanganannya adalah problem religi. Meskipun penanganan kesehatan sering disebut-sebut sebagai garda terdepan perjuangan di medan perang melawan pandemi Corona, namun kita membutuhkan dukungan agama untuk memudahkan dalam pendisiplinan sosial agar patuh dengan protokoler kesehatan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Membicarakan agama di Indonesia berarti kita sedang membicarakan Islam sebagai agama yang paling banyak dipeluk oleh warga negaranya. Dalam situasi pandemi Corona saat ini, secara garis besar terdapat dua medan kontestasi wacana keislaman. Adapun dua medan kontestasi tersebut akan dijelaskan sebagaimana berikut.

Pertama. kelompok kontestan wacana keislaman pertama ini ia lebih adaptif dengan situasi pandemi Corona dan mengikuti berbagai anjuran protokoler dari otoritas kesehatan dan politik. Pada kubu ini, ketika kabar perihal pandemi Corona mulai masif, ia memainkan diskursif berupa berbagai keteladanan dari kisah penanganan wabah pada zaman awal Islam.

Misalnya mencontohkan bagaimana sahabat Umar bin Khatab semasa menjadi khalifah pernah membatalkan kunjungannya ke negeri Syam (Suriah saat ini) sebab di sana sedang terjadi wabah Thaun. Keteladanan sahabat Umar bin Khatab tersebut dijadikan analogi bagaimana umat Islam harus bersikap dalam menghadapi pandemi, yakni dengan menjauhi wabah tersebut.

Baca Juga:  Fenomena Ustadz Dadakan dan Komentar Syekh Nawawi al-Bantani

Contoh lebih awal lagi dengan mengambil kisah dari Rasulullah Saw yang pernah bersabda bahwa agar kaum Muslim menjauhi wabah Kusta yang sedang terjadi di kota Madinah. Melalui anjuran Rasulullah Saw tersebut dijadikan sebagai panduan bahwa umat Islam harus menjauhi wabah.

Dari dua contoh tersebut, diskursus keislaman pertama yang mengarahkan supaya umat Islam mengikuti anjuran otoritas kesehatan dan politik sedang dijalankan. Sebuah dalil ataupun rujukan kesejaran menjadi refrensi yang penting untuk memenangkan sebuah kontestasi wacana.

Kedua. kelompok kontestan wacana keislaman yang kedua memiliki posisi diskusus yang menolak anjuran dari otoritas kesehatan dan politik untuk melakukan jaga jarak dan physical distancing. Pada kelompok ini untuk meyakinkan wacana keislaman yang ia bawakan dengan melegitimasi dari berbagai rujukan keislaman.

Misalnya mereka mengajukan konsep tawakkal atau memasrahkan diri kepada Allah Swt. Kelompok wacana ini mengasumsikan bahwa dalam menghadapi pandemi Corona ini yang harus dilakukan oleh umat Islam adalah menerima takdir Allah Swt tanpa harus berikhtiar sama sekali.

Baca Juga:  Tak Hanya Covid-19, Gus Miftah Ungkap Dua Virus Ini Juga Berbahaya

Secara teologis, wacana keislaman yang sedang dijalankan oleh kelompok kedua ini lebih dekat dengan teologi Jabariyah. Teologi Jabariyah merupakan salah satu aliran dalam sejarah Islam klasik yang memiliki pandangan bahwa segala sesuatu yang diterima manusia sepenuhnya takdir Allah Swt dan manusia tak perlu untuk berikhtiar.

Munculnya wacana keislaman seperti ini yang lebih dekat dengan teologi Jabariyah ini cukuplah aneh. Sebab, sebetulnya teologi keislaman yang banyak dianut oleh kaum Muslim di Indonesia adalah Asy’ariyah-Maturidiyah. Padahal dalam teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah bahwa meskipun takdir Allah Swt berlaku mutlak, namun masih memerlukan ikhtiar manusia.

Agaknya, teologi keislaman pada kelompok kedua yang cenderung nerimo dan pasrah ini secara kultural masih Asy’ariyah dan Maturidiyah. Namun, karena proses perkembangan keislaman kontemporer kita yang sering didistorsi pemahamannya oleh munculnya agamawan baru di era internet ini yang cenderung fatalistik, akhirnya memunculkan diskursif teologi yang mirip-mirip dengan Jabariyah.

Adapun dari kontestasi wacana keislaman yang sedang terpolarisasi kedalam dua kubu ini merupakan momen krusial bagi masa depan keislaman dan kebangsaan kita. Sebab, wacana mana yang memenangi kontestasi akan amat berpengaruh terhadap kemudahan kita dalam menangani pandemi Corona ini.

Baca Juga:  Satu Keluarga Positif Corona Usai Sang Ayah Ikut Ijtima Dunia di Gowa

Jika kelompok wacana pertama yang menawarkan diskursus keislaman yang mengajak umat untuk berjaga jarak dan melakukan physical distancing sebagaimana anjuran otoritas kesehatan dan politik, niscaya akan semakin memudahkan kita dalam berperang melawan pandemi Corona.

Sedangkan, jika yang memenangi kontestasi wacana adalah kelompok kedua yang menolak untuk berjaga jarak dan physical distancing. Maka, nampaknya penanganan pandemi Corona kita bakal mengalami banyak kesulitan. Sebab bakal banyak umat yang akan tidak mematuhi protokoler kesehatan yang ditetapkan otoritas kesehatan dan politik. Wallahua’lam.