Kontroversi Bunga Bank di Kalangan Imam Madzhab dan Para Ulama Kontemporer

Kontroversi Bunga Bank di Kalangan Imam Madzhab dan Para Ulama Kontemporer

Pecihitam.org- Bunga merupakan tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Dalam hal ini terdapat 2 pendapat yang kontroversi terhadap hukum bunga bank, Diantaranya adalah;

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

  1. Menurut ijma ulama di kalangan semua mazhab fiqh bahwa bunga dengan segala bentuknya termasuk kategori riba.
  2. Pendapat yang mengemukakan bahwa bunga bank tidak tergolong kategori riba.

Ada beberapa hal yang menjadi masalah kontroversi bunga bank yang diharamkan yang terjadi di kalangan para tokoh Islam antara argumen terhadap pembenaran konsep bunga dikemas dalam bentuk bersifat ilmiah dan pendapat sebagai kritikan dan bantahan terhadap teori-teori yang dikemukan kalangan yang membenarkan adanya bunga.

Pertama, pada persoalan tingkat bunga, pada tingkat yang wajar maka bunga dibolehkan. Namun tingkat bunga wajar sangat subjektif tergantung pada waktu, tempat, jangka waktu, jenis usaha dan skala usaha.

Aspek ini juga terdapat pada ayat pelarangan riba tahap ketiga yang terdapat pada Q.S. Ali Imran [3]: 130 merupakan ayat pertama yang menyatakan secara tegas terhadap pengharaman riba bagi orang Islam.

Baca Juga:  Perkara Sunnah dalam Shalat yang Perlu Diperhatikan

Kedua, adanya pembenaran unsur bunga dengan cara apa pun sebagai kompensasi atas terjadinya inflasi dan ini merupakan pendapat umum yang diadopsi dari teori agio.

Namun argumen ini lemah ketika adanya suku bunga yang lebih tinggi dari inflasi yang diperkirakan atau tingkat inflasi dapat mencapai nol atau negative (deflasi).

Justru keberadaan bunga memicu penyebab terjadinya inflasi. Jika alasan untuk menjaga nilai uang yang terkikis oleh inflasi maka kompensasinya tidak mesti dengan bunga tetapi dengan instrumen lain.

Ketiga, konsep marginal utility, yaitu konsumsi menurun menurut waktu. Artinya unit konsumsi di masa yang akan datang memiliki nilai guna yang lebih kecil dibanding dengan nilai guna saat ini.

Konsep ini muncul sebagai akibat dari proses perbandingan antara nilai guna pada masa sekarang dengan masa yang akan datang. Konsep tersebut dikritisi dengan argumen bahwa pendapatan di masa yang akan datang tidak selalu meningkat.

Baca Juga:  Begini Kriteria Orang yang Wajib Membayar Zakat Fitrah dan Zakat Mal

Untuk itu marginal utility di masa depan tidak pasti selalu lebih rendah. Menjadi tidak relevan jika kondisi seperti ini mencari nilai diskonto dari nilai kegunaan di masa yang akan datang.

Di samping itu, pendekatan marginal utility yang mengandalkan pada identifikasi yang tepat mengenai pendapatan mana yang akan dianalisis ketika menghitung pertumbuhan pendapatan, apakah pendapatan orang miskin, orang kaya, atau rata-rata pendapatan secara nasional.

Keempat, konsep yang menilai bunga bank sebagai akad sewa dari uang yang dipinjam. Pendapat ini ditentang kebanyakan pakar ekonom muslim.

Sebab menurut mereka istilah sewa untuk uang tidak relevan sebab sewa digunakan hanya untuk benda yang diambil manfaatnya tanpa kehilangan hak kepemilikannya. Sedangkan pada kasus meminjamkan uang manfaat diperoleh tetapi kepemilikan terhadap uang hilang.

Kelima, pembenaran bunga atas dasar darurah (dire necessity) dan hajah (need). Salah satu unsur penting dalam perekonomian adalah bank, yang di dalamnya terkandung sistem bunga.

Bunga bank (interest) yang dianggap sama dengan riba akan sulit untuk dihentikan, karena jika bank dilarang akan menimbulkan kemacetan ekonomi.

Baca Juga:  Rukun dan Sunnah Mandi Wajib yang Harus Kamu Tahu

Oleh karena itu, dapat dikatakan kondisi semacam ini adalah darurat, yaitu membolehkan yang dilarang atas dasar darurat sehingga tercipta suatu sistem yang tidak menimbulkan kemacetan ekonomi.

Namun konsep ini harus melihat kondisi riilnya apakah termasuk kategori darurah (dire necessity) dan hajah (need). Contohnya kondisi darurah tidak terpenuhi karena menyimpan uang tidak mesti di bank atau pada saat ini, lembaga keuangan syariah telah tersebar di tanah air.

Mochamad Ari Irawan