Kontroversi Yazid bin Muawiyah dalam Tragedi Karbala, Bagaimana Sebaiknya Sikap Kita?

tragedi karbala

Pecihitam.org – Salah satu peristiwa besar yang menyayat hati di bulan Muharam adalah tragedi Karbala dengan syahidnya Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib cucu Rasulullah Saw oleh pasukan Yazid bin Muawiyah yang dikomando oleh Abdullah bin ziyad.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Atas tragedi ini sebagian orang kemudian sangat membeci dan melaknat siapa saja yang terlibat dalam pembataian tersebut, terutama pada Yazid bin Muawiyah dan bala tentaranya. Namun ternyata ini kemudian menjadi kontroversi, ada yang setuju untuk membenci dan melaknat Yazid bin Muawiyah dan ada yang tidak setuju.

Lantas sebagai seorang Muslim, bagaimana sebaiknya sikap kita?

Imam Ar-Ramli pernah ditanya apakah boleh melaknat Yazid Bin Muawiyah, karena ia telah membunuh Sayyidina Husein Bin Ali Bin Abi Thalib cucu Rasulullah SAW? Dan juga tentang Abdurrahman bin Muljam yang telah membunuh Ali bin Abi Thalib, bolehkah melaknatnya?

Beliau menjawab bahwa tidak boleh hukumnya, melaknat Yazid Bin Muawiyah, seperti yang dijelaskan segolongan ulama, diantaranya pengarang kitab “Al- Khulashah”. Hal ini dikarenakan Rasulullah Saw melarang melaknat orang-orang yang mendirikan shalat dan masih tergolong ahli kiblat. (Fatawa Ar Ramli, Juz 4 hlm. 335)

Selain itu kita juga dilarang melaknat sosok tertentu apalagi yang sudah meninggal. Rasulullah Saw bersabda:

ﻟَﺎ ﺗَﺴُﺒُّﻮﺍ ﺍﻟْﺄَﻣْﻮَﺍﺕَ ﻓَﺈِﻧَّﻬُﻢْ ﻗَﺪْ ﺃَﻓْﻀَﻮْﺍ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻗَﺪَّﻣُﻮﺍ

Baca Juga:  Benarkah Mengeringnya Sungai Eufrat Salah Satu Tanda Hari Kiamat?

“Janganlah kalian mencela orang-orang yang telah meninggal dunia, karena mereka telah mendapatkan apa yang sudah mereka perbuat.” (HR. Bukhari).

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Al-Anwar” menyebutkan: “Tidak boleh melaknat Yazid bin Mu’awiyah karena dia termasuk orang-orang Islam. Jika dikehendaki, Allah akan mengampuninya, atau akan menyiksanya.”

Jika kita kaji lebih dalam lagi tentang peristiwa karbala, tidak ada satupun keterangan yang jelas apakah Yazid benar-benar membunuh Sayyidina Husein ataupun memerintahkannya.

Imam Ghazali dan Al Mutawali menyatakan bahwa yang menusuk Sayyidina Husein ialah Sinnan bin Abi Anas, kemudian merebahkannya. Khauli bin Yazin bin Himyar sudah siap untuk memotong kepala Sayyidina Husein, namun tanganya gemetar. Syibl bin Yazid saudara Khauli turun tangan dan memotong kepala Husein, lalu menyerahkannya kepada Khauli. (Fatawa Ar Ramli, Juz 4 hlm. 335)

Saat berita terbunuhnya Sayyidina Husein sampai kepada Yazid, suara tangis pun bergemuruh memenuhi rumahnya. Yazid ikut meneteskan air mata dan menampakkan kesedihan yang mendalam atas peristiwa ini

Ia pun tidak pernah menawan satu pun wanita dari keluarga Sayyidina Husein, justru sebaliknya Yazid sangat menghormati keluarga Husein, membebaskan dan mengembalikan mereka ke Madinah.

Mengenai riwayat yang menyatakan bahwa perempuan-perempuan Ahlul Bait yang tertawan diperlakukan secara tidak terhormat, dibuang ke negeri Syam dan dihinakan di sana sebagai bentuk celaan kepada mereka. Semua riwayat ini adalah batil dan dusta. Karena sebaliknya, Bani Umayyah memuliakan Bani Hasyim.

Baca Juga:  Keseimbangan Fikih dan Tasawuf, Kunci Rahasia Kenikmatan Beribadah

Imam Ghazali lantas melanjutkan bahwa keterangan ini merupakan bantahan terhadap apa yang disampaikan Sa’ad At Taftazani yang melaknat Yazid secara khusus dan jelas berdasar apa yang ia nukil bahwa Yazid rela dan senang atas pembunuhan Husein.

Renungkanlah, bahwa dalam masalah ini kita berdiri diantara dua perkara, pertama persangkaan buruk terhadap seorang muslim lalu melakukan pelaknatan padahal itu semua adalah dusta. Dan kedua berbaik sangka dan mencegah lisan untuk melakukan pelaknatan meski pada kenyataannya, hal itu tidak benar. Namun ketidakbenaran dalam berbaik sangka lebih baik daripada benar tapi melahirkan pelaknatan terhadap orang lain.

Bila seseorang diam tidak melaknat Iblis, Abu Jahal, Abu Lahab atau orang-orang jelek yang lain sepanjang umur, adakah hal ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi dirinya?.

Adapun jika seseorang melontarkan hujatan dan laknat kepada seorang muslim padahal ia bebas dari itu semua, maka ia telah menjerumuskan dirinya dalam kerusakan. (Fatawa Ar Ramli, Juz 4 hlm.336)

Islam tidak dibangun di atas celaan sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Namun Islam tegak di atas akhlak yang mulia. Laknat dan caci maki sama sekali bukanlah bagian dari agama Islam. Bahkan Rasulullah Saw bersabda,

Baca Juga:  Melakukan Maksiat Setelah Bertobat, Apa Masih Dimaafkan?

ﺳِﺒَﺎﺏُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﻓُﺴُﻮْﻕٌ ﻭَﻗِﺘَﺎﻟُﻪُ ﻛُﻔْﺮٌ

“Mencela seorang Muslim adalah kefasikan, dan memeranginya adalah kekufuran.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun jika Yazid memang benar seorang fasik. Maka hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui kebenaran hal ini.

Dalam sebuah riwayat shahih, Rasulullah Saw pernah bersabda:

ﺃَﻭَّﻝُ ﺟَﻴْﺶٍ ﻳَﻐْﺰُﻭﻥَ ﻣَﺪِﻳﻨَﺔَ ﻗَﻴْﺼَﺮَ ﻣَﻐْﻔُﻮﺭٌ ﻟَﻬُﻢْ

“Pasukan yang pertama kali memerangi kota Kaisar (Konstantinopel),dosa mereka diampuni.” (HR. Bukhari).

Jika melihat sejarah, ternyata pasukan ini dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah. Adapun yang ikut dalam pasukan itu beberapa sahabat yang mulia: Ibnu Umar, Ibnu Zubair, Ibnu Abbas, dan Abu Ayyub pada tahun 49 H.

Intinya, dalam menyikapi perkara Yazid bin Muawiyah, sebagai Muslim sudah semestinya kita serahkan saja urusannya kepada Allah Swt. Karena senantiasa berperasangka baik lebih utama dan sejatinya kebenaran hanya milik-Nya semata. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik