Kotoran Hewan yang Halal Dimakan Tidak Najis dan Bisa untuk Bersuci, Benarkah?

kotoran hewan halal tidak najis

Pecihitam.org – Kotoran atau kecing yang dikeluarkan dari pencernaan hewan, dikategorikan sebagai salah satu perkara yang najis dan juga dianggap menjijikkan (mustaqdzar). Sehingga ketika kotoran ini menempel pada badan atau pakaian orang yang sedang shalat, maka dapat berakibat pada batalnya shalat yang dilakukan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Beberapa waktu lalu beredar sebuah gambar meme yang berisikan sebuah pertanyaan sekaligus jawabannya yaitu “Najiskah Kotoran hewan halal seperti Kuda, Sapi, Kambing dan Ayam? Pertanyaan dan jawaban dalam gambar tersebut seakan kotoran empat hewan halal yang disebutkan diatas tidak najis sehingga boleh digunakan untuk bersuci.

Bukan hanya itu, untuk menegaskan bahwa kotoran empat hewan halal itu tidak najiis dan dapat untuk digunakan bersuci, mereka mengutip pendapat muhadits Ibnu Mundzir dalam kitab Al-Ausath yang dinukilkan sebagai berikut:

وأجمع أهل العلم على أن سؤر ما أكل لحمه طاهر، ويجوز شربه والوضوء به

Artinya “Para ulama sepakat (ijma) tidak ada beda pendapat bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci. Boleh diminum dan digunakan untuk bersuci.” (Al-Ausath, 1/159).

Kata سؤر pada gambar meme tersebut diartikan sebagai kotoran atau air kencing yang artinya kita boleh meminum dan berwudhu dengan kencing kambing, kuda, dan sebagainya. Disini perlu kehati-hatian, karena sebenarnya kata سؤر maksudnya adalah sisa makanan atau minuman. Artinya air yang terjilat kambing, sapi, ayam itu tidak najis dan masih bisa digunakan untuk bersuci.

Imam an Nawawi dalam kitab Majmu’ mengatakan :

ومراد الفقهاء بقولهم سؤر الحيوان طاهر أو نجس: لعابه ورطوبة فمه ج ١/ص٢٢٥

Yang dimaksud ahli fiqih dengan kata “su’rul hayawan” itu suci ataupun najis adalah “air liur dan kebasahan mulutnya. Jadi bukan kotoran atau kencing,” (Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu Syarh Muhadzab).

Status hukum kotoran hewan adalah najis secara mutlak, baik berasal dari hewan yang halal dimakan dagingnya seperti kambing, sapi, ayam, dan lainnya apalagi hewan yang haram dimakan dagingnya, seperti anjing, babi, tikus, dan lainnya.

Baca Juga:  Kamu Lagi Tunangan, Ini Lho Jam, Hari dan Bulan Terbaik untuk Menikah

Tidak dapat dibayangkan jika kotoran empat jenis hewan itu dibenarkan dapat digunakan bersuci. Selain zatnya yang sudah najis, kotoran atau air kencing itu banyak potensi penyakit jika digunakan.

Pendapat tersebut merupakan pendapat yang masyhur dalam mazhab Syafi’i serta dijadikan sebagai pengamalan dan ketetapan oleh mayoritas umat Islam di Indonesia. Dengan demikian, hukum kotoran maupun kencing dari hewan yang halal sekalipun tetap najis dan tidak dapat digunakan untuk bersuci.

Pendapat Berbeda

Meski demikian, jika kita menelusuri lebih mendalam tentang persoalan status najis atau tidak kotoran hewan ini, rupanya memang ada ulama yang berpendapat lain.

Salah satu ulama mazhab Syafi’I, Imam Abu Said Al-Ustukhri dan Imam Ar-Rawyani, berpandangan bahwa kotoran hewan bukan merupakan barang najis. Pendapat serupa juga dimiliki mazhab Maliki dan Hanbali. Adapun keterangan yang dijadikan landasan yaitu:

فرع في المنفصل عن باطن الحيوان هو قسمان: أحدهما ليس له اجتماع واستحالة في الباطن وإنما يرشح رشحا .والثاني يستحيل ويجتمع في الباطن ثم يخرج فالأول كاللعاب والدمع والعرق والمخاط فله حكم الحيوان المترشح منه إن كان نجسا فنجس وإلا فطاهر

“Cabang permasalahan tentang sesuatu yang terpisah dari bagian dalam hewan. Sesuatu yang terpisah dari bagian dalam hewan terbagi menjadi dua. Pertama, cairan yang tidak terdapat proses pengumpulan dan perubahan dari organ dalam hewan, hanya sebatas meresap saja. Kedua, cairan yang terdapat proses perubahan dan berkumpul di organ dalam hewan lalu cairan tersebut keluar. Contoh cairan jenis pertama adalah air liur, air mata, keringat, dan ingus, maka hukum dari cairan jenis ini tergantung dengan status hewan yang mengeluarkan cairan tersebut. Jika hewan dihukumi najis, maka cairan tersebut najis. Jika keluar dari hewan yang tidak najis, maka cairannya dihukumi suci.”

والثاني كالدم والبول والعذرة والروث والقيء وهذه كلها نجسة من جميع الحيوانات مأكول اللحم وغيره ولنا وجه أن بول ما يؤكل لحمه وروثه طاهران وهو أحد قولي أبي سعيد الأصطخري من أصحابنا واختاره الروياني وهو مذهب مالك وأحمد والمعروف من المذهب النجاسة

Baca Juga:  Peringatan Haul Dalam Islam, Bagaimanakah Tuntunannya?

Contoh sesuatu yang keluar dari hewan jenis kedua adalah darah, urin, tinja, dan muntahan, maka seluruhnya dihukumi najis ketika keluar dari seluruh jenis hewan, baik itu hewan yang dapat dikonsumsi dagingya ataupun tidak dapat dikonsumsi. Dalam mazhab Syafi’i terdapat pendapat bahwa urin dan tinja dari hewan yang dapat dimakan dagingnya di hukumi suci. Pendapat ini merupakan salah satu pandangan Syekh Abi Sa’id al-Ustukhri yang berasal dari Ashab (murid) Imam Syafi’i. Pendapat ini dipilih oleh imam Ar-Rawyani dan merupakan pendapat dalam mazhab Maliki dan Ahmad. Sedangkan pendapat yang lebih dikenal dalam Mazhab Syafi’i adalah najis” (Syekh Khatib asy-Syirbini, al-Iqna’ fi Hilli Alfadz al-Minhaj, juz 1, hal. 5)

Adapun memang dalil yang dijadikan pijakan oleh para ulama yang berpendapat bahwa kotoran hewan yang halal dimakan tidak najis adalah beberapa hadits yang mengindikasikan bahwa kotoran tersebut suci. Misalnya dalam hadits berikut:

كَانَ يُحِبُّ أَنْ يُصَلِّيَ حَيْثُ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ وَيُصَلِّي فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ

“Rasulullah senang Shalat di mana pun waktu shalat tiba. Dan Rasulullah pernah melaksanakan shalat di kandang kambing.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadits tersebut, para ulama yang berpendapat kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci menjelaskan, bahwa jika mengerjakan shalat di kandang kambing pasti akan terkena kotoran kambing. Maka menghukumi bahwa kotoran kambing sebagai hal yang najis justru akan menganggap shalat Rasulullah tidak sah karena terkena najis. Begitu juga disamakan dengan hewan kambing, yaitu hewan-hewan lain yang halal dimakan.” (Kementrian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait, Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz 40, hal. 92)

Baca Juga:  Hukum Menyebarkan SMS yang Meresahkan Penerimanya

Kemudian juga terdapat hadits lain yang mengindikasikan bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci, seperti hadits yang menjelaskan tentang halalnya meminum kencing unta.

Meski dalil yang dijadikan dasar oleh para ulama yang menghukumi sucinya kotoran hewan yang halal dimakan sepintas dianggap kuat, namun menurut para ulama yang berpandangan bahwa kotoran tersebut adalah najis, dalil-dalil yang diusung di atas telah mendapat pentakwilan (pengarahan makna hadits) sebab jika dalil di atas tidak ditakwil, maka akan bertentangan dengan beberapa dalil lain. (Imam Ar-Rafi’I, al-Aziz Syarh al-Wajiz, juz 1, hal. 178)

Misalnya pada hadits yang menjelaskan tentang meminum air kencing unta. Bahwa pada kasus tersebut hadits yang menjelaskan halalnya kecing unta dijelaskan dalam konteks pengobatan, sehingga tidak dapat dimaknai secara umum. Itu pun ketika tidak ditemukan obat lain yang suci dan dapat menyembuhkan.

Kesimpulan

Dengan demikian, jika ditarik kesimpulan menurut mayoritas ulama madzhab Syafii berpendapat bahwa status kotoran atau air kencing hewan adalah najis mutlak. Baik itu berasal dari hewan yang halal dimakan maupun haram. Sehingga kotoran maupun air kencing hewan tersebut jelas tidak boleh digunakan untuk bersuci.

Secara pribadi menurut penulis, pendapat ini pun yang paling logis. Karena bagaimanapun kotoran hewan adalah benda yang menjijikan dan kemungkinan madharatnya tinggi dengan potensi berbagai macam penyakit. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik