Syawal; Bulan Lahirnya Imam Bukhari, Sang Maestro Hadits Sepanjang Masa

lahirnya imam bukhari

Pecihitam.org – Dalam sejarah Islam global, ada satu orang ulama hadits yang sangat menonjol dan lahir pada bulan Syawal. Orang itu tidak lain adalah Imam Bukhari (810-870 Masehi). Ya, Syawal adalah bulan lahirnya al Imam al Bukhari, sang ulama dengan masterpicenya Shahih Bukhari yang hingga kini menjadi kitab rujukan tershahih mengenai hadits Nabi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari. Menurut pendapat para ulama nama Bukhari dinisbatkan kepada daerah kelahirannya yaitu di Bukhara, kawasan Islam di Asia Tengah pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810).

Nenek moyang Bukhari yang berasal dari Persia dahulu termasuk para petani yang dijadikan sebagai tawanan selama penaklukan Islam di daerah itu pada masa Islam awal. Kakek buyutnya bernama Mughirah, mengenal Islam dari Yaman al-Jufi, Gubernur Bukhara kala itu.

Mughirah memiliki anak bernama Ibrahim. Ibrahim kemudian mempunyai putra bernama Ismail yang merupakan ayah Bukhari. Ismail merupakan seorang pedagang yang cukup kaya dan ahli hadis yang masyhur di daerahnya.

Hal tersebut berkat kebiasaan-kebiasaannya yang sangat terperinci dan kepatuhannya yang ketat terhadap praktik normatif Rasulullah. Ismail kemudian memiliki dua putra, Ahmad dan Muhammad. Muhammad adalah putra bungsu yang kelak dikenal sebagai Bukhari.

Ketika Bukhari masih kanak-kanak Ismail wafat dan keluarganya pun jatuh dalam kemiskinan. Namun, ibu Bukhari yang masih muda adalah seorang perempuan salehah dan giat. Meskipun mengalami kesulitan ekonomi, ia ingin memastikan putranya mendapat pendidikan yang baik.

Menurut Yahya Ismail dalam buku Biografi Imam Bukhari 1 [810-870 M] (2015), Bukhari adalah pemuda yang sangat berbakat, memiliki ingatan fotografis dan kemampuan analisis yang tajam. Meski tubuhnyakurus dan kerap terlihat lemah, dia menonjol dalam studi-studinya.

Kemampuan yang luar biasa dalam mengarifi argumen-argumen yang rumit dan menemukan jalan ke luar dari pandangan-pandangan yang bertubrukan, melambungkannya ke salah satu posisi tertinggi yang pernah dicapai oleh seorang ahli hadis.

Kecintaan Bukhari pada keilmuan Islam, sudah tampak sejak masa mudanya. Ibunda Bukhari memainkan peranan penting dalam pendidikan sedari dini, dan sang ibu pula yang menginspirasi Bukhari untuk menempuh studi di bidang hadis (Ismail, 2015: 67).

Baca Juga:  Beberapa Tradisi Unik Umat Muslim Indonesia di Bulan Rajab

Pada usia dua belas tahun setelah menyelesaikan pendidikan awal, Bukhari mengejar pelatihan lanjutan dalam ilmu-ilmu keislaman dengan mengkhususkan pada literatur hadis. Dia sudah diakui sebagai salah satu ulama hadis terkemuka di daerahnya meski usianya belum genap 20 tahun.

Pada usia delapan belas tahun, kerja keras dan dedikasinya dalam pelajaran-pelajarannya terbayar saat Bukhari menyelesaikan studi bidang hadis di bawah bimbingan ulama terkemuka di Bukhara. Dari situlah kemudian Bukhari mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menelitii, mengumpulkan dan memverifikasi hadits Nabi Muhammad Saw.

Dengan mengombinasikan usahanya dalam mengumpulkan dan mengodifikasikan hadis-hadis, Bukhari memantapkan reputasinya sebagai salah satu otoritas Islam terbesar dalam bidang hadis. Lahirnya Imam Bukhari menjadi ahli hadits secara umum mewakili kontribusi dan jasanya yang sangat besar dalam kesarjanaan Islam.

Menurut beberapa riwayat kecerdasan Bukhari sudah terlihat jelas sejak masih sangat muda. Hal ini terbukti ketika ia yang waktu itu baru berusia 11 tahun pernah mengoreksi kesalahan gurunya sendiri. Ketika gurunya tidak menanggapinya dengan serius, Bukhari kemudian menantangnya untuk memeriksa fakta-fakta yang dia kemukakan. Setelah gurunya memeriksa naskahnya, Bukhari ternyata memang benar.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Bukhara, Imam Bukhari meninggalkan kota kelahirannya untuk menunaikan ibadah haji menuju Mekah bersama ibu dan saudaranya. Imam Bukhari lantas menetap di Mekah dan Madinah selama beberapa tahun dan meneruskan pendidikan lanjutannya dalam literatur hadis di bawah bimbingan ulama terkemuka saat itu.

Dari Mekkah, Bukhari kemudian banyak mengunjungi pusat-pusat keilmuan Islam termasyhur seperti di Mesir, Suriah, dan Irak, untuk selanjutnya menetap di Basrah guna melakukan penelitian lanjutan dalam bidang hadis (Ismail, 2015: 81).

Muhammad Mojlum Khan menuliskan dalam bukunya, 100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah (2008: 95-101). sebagaimana lazimnya ulama besar pada zamannya, bahwa Imam Bukhari menghabiskan hampir 4 dekade untuk bepergian ke berbagai penjuru tempat demi mengejar pengetahuan dan kebijaksanaan.

Dalam perjalanannya, Imam Bukhari bertemu dengan sejumlah alim ulama dan pakar hadis terkenal pada waktu itu, seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar bin Abu Abu Shaiba, Ishaq bin Rahawaih, Ali bin al-Madini, dan Yahya bin Ma’in.

Untuk dapat menganalisis sebuah hadis secara sistematis, seseorang harus menguasai prosedur dan teknik riset. Yang dimaksud adalah keterampilan dan kemampuan melakukan pengawasan ketat dan pengujian silang masing-masing hadis melalui perspektif multi-dimensional.

Baca Juga:  Syawalan: Tradisi Unik Setelah Idul Fitri yang Hanya Ada di Nusantara

Itu menjadi syarat mutlak untuk memastikan kebenaran teks hadis (matn); mata rantai periwayatan (isnad), latar belakang perawi hadis (al-asma arrijal), serta pengetahuan dan pemahaman mendalam mengenai Al-quran. Dengan demikian, bisa ditentukan apakah hadis tersebut sesuai dengan wahyu Ilahi atau tidak.

Setelah sebuah hadis diselidiki secara ketat dan sistematis, para ahli hadis (muhadditsun) mengklasifikasikannya ke dalam kategori yang berbeda-beda, seperti benar (sahih), baik (hasan), banyak (mutawatir), satu (ahad), lemah (dhaif), palsu (maudhu), dan seterusnya.

Namun, karena jumlah hadis yang beredar pada masa itu begitu banyak, ibarat usaha memisahkan “gandum dari sekamnya” menjadi tugas teramat besar bagi Imam Bukhari.

Meski demikian, ketekunan, dedikasi, dan kekuatan memori menyimpannya yang luar biasa memungkinkannya tidak hanya menguasai ilmu hadis, tetapi juga menghafal sekitar setengah juta hadis. Inilah yang menguatkan reputasi Imam Bukhari sebagai sosok pakar literatur hadis sejati dan ketenarannya menyebar ke seluruh wilayah Timur Islam.

Setelah 4 dekade tanpa henti mencari pengetahuan, terutama yang berkelindan dengan hadits-hadits Nabi Muhammad Saw, akhirnya Imam Bukhari menjadi ulama hadis tertinggi yang sulit ditandingi oleh ahli-ahli hadis sesudah dirinya bahkan hingga kini.

Bagi Imam Bukhari, mempelajari, mengumpulkan, dan menyebarluaskan hadis adalah jalan hidupnya. Ia mengunjungi berbagi penjuru negeri yang jauh, mengorbankan seluruh waktu, tenaga, dan hartanya dalam rangka mengagungkan hadits-hadits Rasulullah Saw.

Imam Bukhari adalah seorang lelaki yang shaleh, baik dan zuhud. Ia sangat sederhana bahkan makan dengan sangat hemat. Ia sungguh-sungguh mengikuti jejak langkah Nabi Muhammad, serta sangat bersemangat melestarikan perkataan dan perbuatan sang Rasul demi generasi selanjutnya.

Bukan hanya sebagai penghafal dan ahli hadis, Imam Bukhari juga merupakan seorang penulis yang mumpuni. Setelah mengumpulkan lebih dari setengah juta hadis, secara sistematis ia menyelidiki dan memeriksa seluruh hadis itu untuk memastikan kebenarannya.

Selanjutnya, dia mengklasifikasikan semua hadis menurut derajat penilaian. Dengan metodologi yang maju dan ilmiah Imam Bukhari mampu mengumpulkan dan melestarikan hanya hadis-hadis Nabi yang otentik demi kepentingan generasi mendatang.

Itu sebabnya tidak bisa dimungkiri, bahwa Iman Bukhari memberikan kontribusi yang sangat besar pada pemikiran dan pengetahuan Islam, melebihi sarjana-sarjana lain dalam generasinya.

Baca Juga:  Hubungan Antara Hukum Kauniyah dan Quraniyah, Begini Posisi dan Porsi dari Kedua Hukum Tersebut

Dari seluruh karyanya, kontribusinya yang paling penting dan hingga kini digunakan di seluruh dunia adalah Jami as-Sahih yang lebih dikenal dengan Sahih al-Bukhari. Kitab hadis ini merupakan masterpice dan produk seumur hidupnya yang semata-mata dipersembahkan untuk pengkajian, penelitian, dan pemeriksaan hadis-hadis Nabi.

Jami al-Sahih merupakan puncak prestasi dalam bidang literatur hadis dan sangat musykil rasanya akan lahirnya kembali ulama sekaliber Imam Bukhari di zaman seperti sekarang ini. Bahkan sebagai karya monumentalnya, kitab tersebut saat ini dianggap sebagai kitab yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam paling otentik setelah Al-quran.

Akhirnya, menginjak usia sudah lima puluh empat tahun dan setelah beberapa dekade melakukan perjalanan demi mengejar pengetahuan dan kebijaksanaan Islam, Imam Bukhari kemudian kembali ke kawasan Islam Asia Tengah dan menetap di Nisyapur. Penduduk di kota itu menerimanya dengan hangat, dan dia terus mempelajari, meneliti, dan mengajarkan hadis-hadis Nabi kepada umat.

Imam Bukhari sempat diusir dari kota itu setelah ia menolak permintaan Gubernur setempat untuk memberikan ceramah di kediaman resminya. Imam Bukhari kemudian menetap di sebuah kota kecil Khartand, dekat kampung halamannya Bukhara, dan wafat pada 1 Syawal 256 H (1 September 870) di usia sekitar enam puluh tahun.

Dengan demikian Syawal selain menjadi bulan lahirnya Imam Bukhari juga sebagai bulan Haulnya sang Ulama hadits sepanjang masa ini. Makam Imam Bukhari terletak di Kota Buxoro, Uzbekistan dan hingga kini makamnya terus di ziarahi oleh kaum muslimin dari berbagai negara.

Khususon ila Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari. ……… Al-Fatihah.

Wallahua’lam bisshawab

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik