Libya Klaim Tewaskan Puluhan Tentara Teroris ‘Bayaran’ Erdogan

Pecihitam.org – Puluhan tentara teroris Suriah yang disebut Tentara Nasional Libya sebagai pasukan bayaran Presiden Turki, Erdogan, tewas dalam satu kali gempuran LNA di kawasan Salahuddin di Tripoli, ibu kota Libya.

Hal itu diungkapkan Juru bicara Tentara Nasional Libya (Libyan National Army/LNA) pimpinan Halifa Khaftar, Mayjen Ahmed al-Mismari.

Menurut laporan portal berita Libya 24, dikutip dari Liputan Islam, Kamis, 5 Maret 2020, Al-Mismari dalam konferensi pers menyatakan bahwa milisi-milisi yang berkuasa di Tripoli, ibu kota Libya, telah melarikan kekayaan ke luar negeri, sementara rakyat Libya mengalami kesulitan di bidang keuangan.

LNA, kata Al-Mismari telah menembak jatuh 6 unit drone yang digunakan oleh pasukan Pemerintahan Kesepakatan Nasional (Government of National Accord/GNA) dalam beberapa hari terakhir.

Baca Juga:  Alumni 212 Bersikukuh Tolak Jokowi-Ma'ruf Amin Sebagai Presiden dan Wapres RI

“Artileri GNA mengancam ketentraman hidup di kawasan Qasr bin Ghashir di selatan Tripoli,” ujarnya.

Pihaknya juga mengatakan bahwa kontak senjata antara LNA dan GNA berlangsung di kawasan al-Hadbah, dan seorang gembong teroris al-Qaida asal Mesir yang memiliki julukan Abu al-Yaqdhan sekarang berada di Tripoli.

Adapun utussan PBB untuk Libya Ghassan Salame, kata dia, masuk ke negara Libya melalui pintu yang salah dan terjerumus ke dalam jurang.

Sebelumnya, pada Senin lalu Salame menyatakan permohonan dirinya untuk mundur dari jabatan itu kepada Sekjen PBB Antonio Guterres dengan alasan kondisi kesehatannya tidak mendukungnya untuk melanjutkan upaya mediasi PBB dalam konflik Libya.

Saat menjalankan misinya, Salame telah mencanangkan tiga proses militer, ekonomi, dan politik yang mempertemukan kedua pihak yang berkonflik di Libya dan dengan dukungan internasional sesuai keputusan konferensi di Berlin, Jerman, pada 19 Januari lalu.

Baca Juga:  Sambut Natal dan Tahun Baru, PBNU Ajak Umat Bangun Persaudaraan Kemanusiaan

Namun, pertemuan untuk proses militer di Jenewa, Swiss, pada bulan lalu tidak membuahkan hasil signifikan.

Muhammad Fahri