Macam Kaidah Dzikir dalam Tarekat, Bagaimana Sajakah?

Macam Kaidah Dzikir dalam Tarekat, Bagaimana Sajakah?

PeciHitam.org – Khazanah pengetahuan tentang tarekat memang menarik untuk dibahas. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam tidak bisa lepas dari keberadaan dan eksistensi tarekat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Puluhan bahkan ratusan tarekat dalam skala besar maupu kecil hidup serta berkembang di bumi pertiwi ini. Tarekat dalam perjalanan sejarah penyebaran Islam di Indonesia memang sudah berlangsung sejak lama.

Catatan awal yaitu berangka tahun 1170-an sudah menunjukan beberapa tokoh tarekat yang mengembangkan ajarannya diujung barat Indonesia, yaitu beliau Syaikh Abdullah Arif.

Bukan hanya menyebaran ajaran dengan lisan, sebagian besar para penghulu tarekat tersebut juga memiliki banyak kitab sebagai karya dan rujukan dalam mengembangkan tarekat mereka.

Salah satu kitab yang terkenal dikalangan para Sufi adalah kitab Fathul Arifin karya Ulama Tanah Sambas yaitu Syaikh Ahmad Khatib bin Abdul Aziz As-Sambasi. Era modern sekarang, daerah Sambas dikenal dengan nama Kabupaten Sambas di Provinsi Kalimantan Barat, berdekatan dengan kota Singkawang.

Kitab Fathul Arifin karya Syaikh Khatib Sambas membahas Istilah rumus dalam dunia Tarekat dengan sangat terperinci. Rumus dalam mengklasifikasikan ordo gerakan Tarekat dengan tulisan (نقط جم).

Baca Juga:  Penyelarasan Tasawuf dengan Syariat dalam Pemikiran Imam Al-Ghazali

Menelaah satu persatau Ordo Tarekat tidak akan cukup pembahasannya jika hanya pada tulisan terbatas. Keterangan berikut hanya membahas sekelumit tentang tata cara berdzikir ala ordo-ordo tarekat yang terkait dengan rumus (نقط جم).

Mengawali pembahasan dalam kitab Fathul Arifin tentang Huruf Nun/ ن bermakna Tarekat Naqsyabandiyah (نقشبندية) yang dinisbahkan pada Syaikh Bahaudin Naqsyabansah, seorang Ulama dari suku Nomaden di Jazirah Arab. Kaidah dzikir dalam Tarekat Naqsyabandiyah adalah dengan diam menahan Nafas, kemudian mengucapkan/ menghadirkan Asma Allah didalam Jantung.

Penjelasan huruf ق bermakna Tarekat Qadiriyah (قديرية) yang dinisbahkan pada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Kaidah dzikir dalam Tarekat Qadiriyah yaitu mengucapakan kalimah tayyibah dengan suara keras tapi nyaring. Berdzikir dalam keadaan berdiri dan duduk.

Fathul Arifin melanjutkan keterangan tentang huruf ط bermakna Tarekat Anfasiyah (انفسية) dengan metode Dzikir menurut Tarekat ini, setiap tarikan Nafas menghadirkan asma Allah SWT.

Baca Juga:  Suluk, Model Pendidikan Spiritual Jalan Menuju Ma'rifatullah

Syaikh Khatib menuliskan bahwa huruf ج bermakna Tarekat Junaidiyah (جنيدية) yang dinisbahkan pada Syaikh Junaid Al-Baghdadi Adapaun dalam tarekat Junaidiyah tata cara berdzikirnya adalah mengucapkan; (سبحان الله) sebanyak 4000 kali, (الحمد لله) sebanyak 4000 kali, (لا اله الا الله) sebanyak 4000 kali, (الله اكبر) sebanyak 4000 kali, (لا حول ولا قوة الا بالله) sebanyak 4000 kali, (صلوات) pada hari Jum’at serta (استغفار) pada hari Sabtu. Tata cara ini dilakukan secara istiqamah atau konsisten.

Terakhir tentang huruf م bermakna Tarekat Muwafaqah (موافقة) atau dikenal juga dengan Tarekat Samaniyah dinisbahkan pada Syaikh Syaikh Muhammad bin Abdul Karim As-Samani Al-Hasani Al-Madani.

Tarekat ini bertalian erat dengan Tarekat Syadziliyah yang bernisbah kepada Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili. Tarekat Muwafaqah berdzikir menggunakan asma’ul husna dengan bilangan sesuai jumlahnya sebanyak 99 kali.

Rumus tarekat yang ditulis dalam kitab fathul Arifin karya Syaikh Khatib Sambas terkonfirmasi sebagai bagian dari Tarekat yang mu’tabarah. Lembaga yang mengidentifikasi sanad tarekat sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga:  Kisah Para Sufi Perempuan dalam Kancah Dunia Tasawuf

Prasyarat tarekat mu’tabarah pada umumnya harus memiliki ketersambungan riwayah dan keilmuan kepad Nabi Muhammad SAW sebagai legitiminasi Tarekat yang benar sesuai ajaran Islam. Pada pokoknya, perbedaan tarekat hanya berkisar kepada perbedaan metodologi mengingat/ dzikir kepada Allah SWT. Jadi kurang tepat jika ada anggapan bahwa tarekat adalah perbuatan bid’ah dhalalah. Ash-shawabu minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq