Madzhab Hanafi dan Dasar Pemikirannya

Madzhab Hanafi dan Dasar Pemikirannya

PeciHitam.org – Madzhab Hanafi sebenarnya berasal dari nama kumpulan pendapat Imam Hanafi yang diriwayatkan murid-muridnya, antara lain Abu Yusuf dan Muhammad al-Syaibani serta para pengganti mereka, dan dinamai dan dinisbahkan kepada mujtahid yang menjadi Imamnya, yaitu Abu Hanifah al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zuthi, asli dari persia. Lahir di Kufah tahun 80 H/699 M dan wafat tahun 150 H/767 M, bersamaan dengan tahun lahirnya calon ulama besar, yaitu Imam Syafi’i.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Imam Hanafi dibesarkan di Kufah dan pada zamannya terdapat empat ulama yang tergolong sahabat Nabi saw yang masih hidup, yaitu Anas bin Malik di Basrah, Abdullah bin Ali Auf di Kufah, Sahl bin al-Saidi di Madinah, dan al-Tufail Amir bin Malik di Mekkah dan sempat meriwayatkan hadis darinya. Jadi, Abu Hanifah adalah seorang tabi’in.

Meskipun pertama kali ia dididik sebagai seorang pedagang seperti nenek moyangnya, namun hal itu tidak lama, dan ia beralih mendalami pendidikan dengan mempelajari berbagai cabang ilmu agama yang berkembang di Kufah yang saat itu sekaligus menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Beliau mempelajari ilmu fiqh dari Hammad, Ibrahim al-Nakha’i, Alqamah al-Khana’i dan al-Aswad bin Yazid dari Ibnu Mas’ud. Di Kufah ia belajar antara lain kepada : Sya’bi, Salamah bin Kuhail, Manarib bin Ditsar, Abu Ishak Saybi, Aun bin Abdullah, Amr bin Murrah, A’masy, Adib bin Tsabit Al-Anshari, Sama’ bin Harb dan masih banyak lagi yang lainnya.

Baca Juga:  Ibnu Taimiyah Dianggap Sesat Karena Membolehkan Merayakan Maulid

Di Basrah, beliau belajar kepada Qatadah dan Syu’bah, dan ulama tabi’in termasyhur yang mempelajari hadis dari sahabat Nabi saw, yaitu Sufyan al-Tsauri. Dia juga pergi ke Mekah dan Madinah, dan kemudian menjadi murid dari ‘Atha bin Abi Rabbah dan Abdullah bin Umar, putera dari khalifah Umar bin Khaththab. Abu Hanifah mendapat predikat al-Imam-al-A’zam, karena keluasan ilmunya.

Ia berusaha mengajak orang kepada kebebasan berpikir dalam memecahkan masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam Alquran dan Sunnah, dan menganjurkan pembahasan persoalan dengan bebas merdeka. Ia banyak mengandalkan qiyas dalam menentukan hukum, menolak sebagian hadis yang di ragukan keshahihannya dan hanya bertumpu pada Alquran.

Melalui qiyas ia berusaha agar ayat-ayat Alquran dapat disesuaikan pada tiap ragam kondisi, juga menggambarkan upaya penyesuaian hukum Islam dengan kebutuhan masyarakat di segala bidang. Karenanya bidang-bidang ijtihad pun menjadi luas, sehingga ketentuan hukum dapat ditetapkan sesuai dengan keadaan masyarakat tanpa keluar dari prinsip-prinsip dan aturan pokok Islam.

Baca Juga:  Alhamdulillah, Akhirnya Ulama Wahabi Ini Bertaubat dan Hijrah ke Aswaja

Meskipun Abu Hanifah dikenal dengan Madzhab rasionalis yang acap kali menyelami di balik arti dan ‘illat suatu hukum dan sering menggunakan qiyas, tapi tidak berarti mengabaikan nash-nash Alquran dan Sunnah atau meninggalkan ketentuan hadis dan asar. Tidak ada riwayat shahih yang menyebutkan beliau mendahulukan rasio daripada sunnah dan asar. Bahkan jika menentukan pendapat atau qaul (pertanyaan) sahabat yang benar. Ia menolak untuk melakukan ijtihad. Dengan kata lain, pemikiran fiqh Abu Hanifah tidak berdiri sendiri, tetapi malah berakar kuat pada pendahulu-pendahulunya di Irak dan juga ahli waris hadis di Hijaz.

Adapun pokok-pokok pikiran yang menjadi dasar Madzhab Hanafi dalam menetapkan hukum suatu masalah, antara lain:

  • Al-Kitab (Alquran). Semua Madzhab sepakat adalah dalil hukum yang pertama dan utama. Walaupun mereka terkadang berbeda pendapat dalam menafsirkan dan istinbat (menetapkan hukum ayat tersebut).
  • Al-Sunnah, hadis yang diterima oleh Madzhab Hanafi adalah hadis masyhur, yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang, bahkan lebih.
  • Aqwalu al-shahabah (perkataan sahabat)
  • Ijma’
  • Al-Qiyas. Madzhab Hanafi yang paling banyak menggunakan qiyas, sehingga mereka dikenal sebagai ahlu ra’yi.
  • Al-Istihsan. Prinsip lebih mementingkan keadilan dan kebaikan secara mutlak.
  • ‘Urf., menurut bahasa adalah apa yang biasa dilakukan orang, baik dalam kata-kata maupun perbuatan. Dengan perkataan lain adat kebiasaan. Beliau melakukan segala urusan (bila tidak ditemukan dalam Alquran, sunnah, ijma’ atau qiyas, dan apabila tidak baik dilakukan dengan cara qiyas), beliau melakukannya atas dasar istihsan selama dapat dilakukannya. Apabila tidak dapat dilakukan istihsan, beliau kepada ‘urf manusia.
Baca Juga:  Sumber Hukum Islam, Sudah Tahukah Kamu?!
Mohammad Mufid Muwaffaq