Mahmud Yunus Tokoh Pergerakan Pendidikan dan Literasi Islam Asal Melayu

mahmud yunus

Pecihitam.org – Al-Qur’an adalah kitab suci pedoman hidup bagi seluruh umat Muslim di dunia. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali makna-makna yang terkandung di dalam setiap tulisan maupun ayat-ayatnya. Oleh sebab itu, banyak sekali ulama-ulama yang berlomba-lomba dalam memahami isi dalam setiap ayat Al-Qur’an.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tentu ini bukan suatu hal mudah. Sebab untuk bisa mengetahui makan dalam Al-Qur’an dibutuhkan penguasaan berbagai bidang ilmu pengetahuan agama. Seperti ilmu bahasa, kaidah-kaidah tafsir, ilmu logika dan masih banyak lagi ilmu-ilmu yang lainnya.

Setiap ayat yang ada di dalam Al-Qur’an memiliki makna yang berbeda. Perbedaan tersebut tentu didasari dari sejauh mana khazanah intelektual mufassir ketika memahami setiap teks dalam Al-Qur’an. Tidak hanya itu, proses kontenstualisasi Al-Qur’an juga harus melibatkan budaya dan juga tradisi yang ada di masing-masing daerah. Seperti contoh di Indonesia.

Indonesia termasuk negara yang mempunyai penduduk Muslim terbanyak di dunia. Tidak hanya itu,  berbagai macam suku, ras, bahasa dan juga tradisi ikut mewarnai keragaman yang ada di dalamnya. Tentu ini bukan suatu hal yang mudah ketika kita konteks-kan dalam proses dan gaya cara setiap mufasir dalam memahami makan Al-Qur’an.

Baca Juga:  Abu Qasim Az Zahrawi, sang Ilmuwan Muslim Ahli Operasi dan Bedah

Namun pada abad ke-19, Mahmud Yunus menjadi salah satu tokoh yang populer di zamannya. Ia membawa gerakan pembaharuan dalam khazanah Islam khususnya di dalam pola penafsiran Al-Qur’an. Ia lahir pada tanggal 30 Ramadhan 1316 H / 10 Februari 1899 dari keluarga terpelajar dalam bidang agama.

Sejak kecil ia mempunyai kecerdasan khususnya dalam bidang agama.  Awal mula ia belajar mengaji dengan kakeknya yang bernama Mohammad Thahir atau biasa di panggil Engku Gadang yang bertempat di sebuah Surau kecil ( Tempat Ibadah ).

Tidak puas dengan keilmuan yang di berikan oleh kakeknya. Akhirnya Mahamd Yunus masuk di lembaga formal seperti Madrasah selama 8 tahun. Setelah lulus sekolah kemudian ia di minta untuk menggantikan gurunya yang sedang sakit untuk mengajar di sekolah.

Dari pengalaman mengajar inilah, Mahmud Yunus mengenal gerakan pembaruan dalam Islam. Sehingga ia mengenal beberapa tokoh pergerakan dalam Islam yang ada di Minangkabau seperti Abdullah Ahmad dan Abdul Karim Amrullah.

Baca Juga:  Gerakan Pembaharuan Islam: Pan Islamisme dan Nasionalisme

Setelah mengenal lebih dekat tentang gerakan melalui tokoh yang berpengaruh di sana. Sehingga mengawali karirnya dalam pergerakan dalam Islam, ia di pilih untuk menjadi pimpinan redaksi dalam majalah Al-Basyir.

Selain kompetensi Mahmud Yunus dalam mengajar dan mengawali pergerakan Islam. Pada tahun 1918 ia berusaha menghidupkan kembali Madras School, kegiatan ini dilakukan di tengah maraknya perbincangan tentang perlunya pembaharuan sistem pendidikan.

Oleh karena itu sejak tahun 1918-1923 merupakan masa-masa sibuk Mahmud Yunus dalam mentransfer dan menginternalisasikan ilmu pengetahuannya di lembaga pendidikan.

Selain Mahmud  Yunus aktif berkiprah dalam bidang pendidikan. Di sisi yang lain, ia juga seorang yang aktif dalam menulis. Ia mempunyai banyak sekali karya buku termasuk kitab tafsir Al-Qur’an.

Gerakan interpretasi Al-Qur’an di era modern di awali pada tahun 1922. Ia memulai menerjemahkan Al-Qur’an dan diterbitkan dengan huruf Arab-Melayu untuk memberi pemahaman bagi mayarakat yang belum begitu paham bahasa Arab. Akan tetapi pada waktu tersebut umumnya ulama Islam mengatakan haram menerjemah Al-Qur’an.

Baca Juga:  Abu Wafa’ al Buzjani, Astronom dan Penemu Trigonometri

Aktivitas seputar Al-Qur’an di Indonesia dirintis oleh Abdur Rauf Singkel, yang menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Melayu, pada pertengahan abad XVII. Upaya rintisan ini kemudian diikuti oleh Munawar Chalil (Tafsir Al Quran Hidayatur Rahman), A.Hassan Bandung (Al-Furqan, 1928), dan Mahmud Yunus (Tafsir Quran Indonesia, 1935 ).

M. Dani Habibi, M. Ag