Makam Saad bin Abi Waqqash Ada di Guangzhou China? Ini Sejarahnya

makam saad bin abi waqqash

Pecihitam.org – Saad bin Abi Waqqash adalah salah satu sahabat Nabi yang termasuk golongan pertama masuk Islam (assabiqunal awwalun). Saad bin Abi Waqqash yang tidak lain adalah paman Rasulullah memiliki banyak keistimewaan. Diantaranya menjadi satu dari 10 orang yang dijamin masuk surga dan orang yang doanya diterima –karena suatu ketika nabi pernah berdoa agar doa Sa’ad selalu dikabulkan Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ada satu kisah menarik yang mana Saad bin Abi Waqqash merupakan orang yang memiliki peran dan kontribusi yang besar dalam dakwah Islam di negeri China. Saad bin Abi Waqqash adalah salah satu delegasi yang diutus Ustman bin Affan untuk bertemu Kaisar Yong Hui pada tahun 651 M.

Kisah pertemuan antara keduanya juga tercatat secara resmi dalam catatan sejarah kuno China. Di tahun tersebut China tengah berada di bawah pemerintahan Dinasti Tang.

Nah, konon Saad bin Abi Waqqash tidak hanya satu kali mengunjungi negeri China. Karena hal itulah kemudian muncul teori bahwa di akhir hayatnya Sa’ad menghabiskan waktu di China dan wafat kemudian dimakamkan di Guangzhou.

Menurut Chai Jincheng dan Jiang Yong Xin dalam buku Guangzhou Tanah Suci Islam Timur Jauh, diketahui komplek pemakaman yang diduga sebagai makam Saad bin Abi Waqqash terletak di bukit Guiha. Lokasinya tidak terlalu jauh dari masjid kuno Huaisheng.

Konon, masjid ini telah berumur lebih dari 1300 tahun. Dibangun atas kerjasama kaisar Dinasti Tang dengan para pedagang Arab. Namun ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh Saad bin Abi Waqqash.

Teori mengenai makam Saad bin Abi Waqqash yang berada di Guangzhou ini dianut oleh sejumlah sejarawan China, satu diantaranya Lan Zi Xi. Dikutip oleh Chai Jincheng dan Jiang Yong Xing dari Catatan Tuan Abu Waqqash karya Lan Zi Xi, Saad bin Abi Waqqash tiba di ibu kota Chang’an untuk mengantarkan Al-Qur’an ke China.

Kaisar kedua Dinasti Tang yang bernama Taizhong kagum melihat ketulusan serta kepandaian Saad bin Abi Waqqash dalam seni berkhutbah. Oleh karena itu, Taizhong kerap meminta Saad untuk tetap tinggal di Chang’an.

Baca Juga:  Selain Saudi, Lembaga Fatwa Berbagai Negara Islam Ini Bolehkan Maulid Nabi

Sang kaisar pun meminta agar dibangunkan masjid di Chang’an untuk digunakan sebagai tempat menerima delegasi dan warga muslim yang datang.

Nah, selain bertemu kaisar, dalam kunjungannya ke China ini , Abu Waqqash juga menyebarakan ajaran Islam dengan mengajarkan isi kandungan kitab suci Al-Qur’an kepada masyarakat disana.

Sekian lama waktu berjalan, masyarakat muslim kian banyak sementara usia Saad sudah tidak muda lagi. Kaisar Taizhong kemudian meminta untuk dibangun lagi masjid di Nanjing dan Guangzhou.

Saat perjalanan dinasnya dari Qingshi menuju Guangzhou, Saad bin Abi Waqqash wafat. Jenazahnya kemudian dimakamkan di luar Guangzhou.

Sementara teori lain dalam buku Menghidupkan Kembali Jalur Sutera dikisahkan bahwa latar belakang pengiriman Saad bin Abi Waqqash ke negeri tirai bambu adalah untuk mengingatkan pihak China agar tidak ikut campur dalam urusan Islam dan Persia.

Peristiwa ini terjadi saat Sa’ad bin Abi Waqqash berhasil menguasai ibu kota Persia, Cresiphon. Saat itu Panglima besar Persia Khosru Yezdegird III berusaha merebut kembali wilayahnya dengan meminta bantuan kaisar China Yong Hui. Pasukan gabungan Persia dan China ini kemudian menggempur area Khurasan namun kembali menderita kekalahan.

Kemudian dikirirmlah delegasi Muslim ke China. Namun, saat mendapat kunjungan tersebut, Kaisar China tidak menerima agama Islam, sebab menurutnya rutinitas ibadah seperti sholat lima waktu atau berpuasa dianggap terlalu padat dan memberatkan.

Meskipun demikian, sang kaisar tetap membolehkan Sa’ad dan umat Islam lainnya untuk mengajarkan ajaran agama Islam kepada masyarakat China waktu itu.

Guna mendakwahkan ajaran Islam, kebutuhan akan tempat ibadah pun tidak dapat dielakan. Sehingga akhirnya Saad bin Waqqash mendirikan masjid disana.

Mengutip tulisan Novi Basuki dari Historia, dalam naskah lain dikisahkan bahwa Saad bin Abi Waqqash dikenal dengan nama “Sahaba Sa’ade Wogesi”.

Hal ini berdasarkan buku Tianfang Zheng Xue (Ajaran Islam yang Benar) yang disusun oleh Lan Xu, cendekiawan muslim era Dinasti Qing (1644–1912) yang menegaskan bahwa “Sahaba Sa’ade Wogesi” merupakan “paman Rasulullah dari pihak ibu” (zhi Sheng zhi mu jiu) –atau yang dalam bahasa Arab sebut sebagai “khāl”.

Baca Juga:  Adakah Penjelasan Gempa Bumi dalam Al Quran? Bagaimana Doanya?

Banyak sejarawan China yang karenanya memercayai, dan pemerintah China pun mengamini, “Sahaba Sa’ade Wogesi” adalah transliterasi bahasa China untuk Sa’ad bin Abi Waqqas, sahabat sekaligus paman Rasulullah yang mengomandani Perang al-Qadisiyyah (636) dan Perang Nahavand (642) melawan pasukan Kekaisaran Sassaniyah Persia.

Memang literatur-literatur China yang kebanyakan berdasar tradisi lisan, menyebutkan Saad bin Abi Waqqash wafat dan dikebumikan di Guangzhou. Di sebelah barat daya pusaranya yang oleh muslim China terdahulu disebut sebagai “xiang fen” (makam bergema) itu, Pemerintah Kota Guangzhou membangun masjid dua lantai yang diberi nama Masjid Sa’ad bin Abi Waqqas.

Disebut “makam bergema” konon karena makam Saad bin Abi Waqqash terletak di dalam bangunan yang ketika kita mengaji atau berbicara di dalamnya, suara kita akan memantul kembali.

Hingga kini, tempat yang konon adalah makam Saad bin Abi Waqqash yang di sekelilingnya terdapat banyak makam muslim bersejarah itu, ramai diziarahi orang-orang Muslim dari berbagai penjuru wilayah China. Terutama setelah shalat Jumat.

Karena, layaknya muslim Indonesia, umat muslim di China juga teryata mempunyai tradisi ngalap berkah (tabaruk) ke makam-makam yang dianggap keramat. Mereka juga biasa membakar dupa/kemenyan di sana.

Akan tetapi, Donald Daniel Leslie dalam makalahnya yang dimuat jurnal Ningxia Shehui Kexue (Ilmu Sosial Ningxia) nomor 4 tahun 1999, berjudul “Sahaba Saiyide Yiben Abi Wangesi zai Zhongguo Kao” (Jejak Sahabat Sa’ad ibnu Abi Waqqas di China), tidak sepakat jika yang dimakamkan di Guangzhou itu adalah Sa’ad bin Abi Waqqas, paman Rasulullah Saw.

Ahli sejarah Islam China dari Australia itu berpendapat bahwa orang yang disebut “Wogesi” dalam literatur-literatur China klasik, kemungkinan adalah pelafalan bahasa China dari kata “Wahab” dalam literatur bahasa Arab.

Donald Daniel Leslie menyandarkan pendapatnya pada syarah Abu Zaid Hasan al-Sirafi terhadap kitab Akhbar al-Ṣin wa al-Hind karya Sulaiman al-Tajir. Dalam buku tersebut diceritakan, pada 916 M ada seorang dari bani Quraisy bernama Ibnu Wahab berkunjung ke Chang’an.

Tujuan kunjungan itu untuk menemui kaisar Dinasti Tang setelah menempuh perjalanan dua bulan dari Guangzhou. Saat bertemu kaisar Dinasti Tang, Ibnu Wahab kemudian memperkenalkan Nabi Muhammad Saw sebagai putra pamannya.

Baca Juga:  Subhanallah! Baru Tahu, Ternyata Garam Berasal dari Surga, Begini Ceritanya

Dari sini, meskipun para pakar sejarah China berpendapat bahwa makam yang menjadi destinasi utama turis domestik maupun mancanegara di Guangzhou ini adalah makam Sahabat Saad bin Abi Waqqash namun sejarawan lainnya tidak sependapat.

Mayoritas lebih meyakini pemakaman Baqi’ di Madinah sebagai tempat peristirahatan terakhir sahabat sekaligus paman Rasulullah Saw. Teori ini antara lain diusung oleh Abu Al-Qasim Al-Asfahani, Ibnu Al-Jauzi, Adz-Dzahabi, Ibn Al-‘Iraqi, Ibnu Katsir dan lain sebagainya.

Abu Al-Qasim Asfahani mengatakan bahwa jenazah Saad bin Abi Waqqash dishalati di Masjid Nabawi, Madinah. Sa’ad dikafani dengan jubah yang ia kenakan saat berperang melawan kaum musyrikin di perang Badar.

Sedangkan Ibnu Al-Jauzi dan Ibnu Atsir mengutarakan bahwa jenazahnya dishalati di Madinah oleh Marwan bin Hakam (Gubernur Madinah) dan para istri Rasulullah Saw.

Sementara Ibnu Sa’ad mengungkap bahwa Saad bin Abi Waqqash wafat di istananya di ‘Aqiq kemudian jenazahnya dibawa ke Madinah. Adapun ‘Aqiq dan Madinah berjarak kurang lebih 10 mil.

Hingga kini memang teori keberadaan makam Saad bin Abu Waqqash di Guangzhou masih terus menjadi perdebatan dan didalami oleh para ahli. Namun terlepas dari perdebatan tersebut, satu hal yang jelas pasti adalah peran besar Sa’ad bin Abu Waqqash dalam menyiarkan Islam di negeri Tirai Bambu tidak dapat diragukan lagi. Karena, baik dari catatan sejarah China maupun catatan sejarah Arab, keduanya sepakat akan hal ini.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik