Pecihitam.org – Sudah menjadi suatu kewajiban bagi makmum ketika shalat jamaah untuk mengikuti imam dalam shalatnya. Ketentuan ini berlaku juga bagi makmum masbuq, yaitu makmum yang tertinggal shalat dan baru mengikuti imam ketika imam sudah mengerjakan sebagian rakaat shalatnya.
Pertanyaannya adalah ketika shalat subuh berjamaah dan ma’mum masbuk mengikuti imam dari rakaart kedua lalu juga ikut membaca doa qunut bersama imam. Maka, apakah setelah imam salam, bagi makmum tadi harus membaca doa qunut lagi ketika menyempurnakan rakaat shalatnya sendirian? yang artinya ia membaca qunut dua kali sebab posisinya sebagai makmum masbuq shalat subuh.
Mengenai hal ini, yang menjadi perbedaan pendapat oleh ulama ialah menentukan perhitungan rakaat makmum masbuqnya. Apakah ketika masbuq, rakaat yang di kerjakan makmum masih ikut dari rakaat pertama bersama imam, atau makmum ikut dari rakaat kedua, sesuai rakaat yang dikerjakan imam.
Dinukil dari Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, berikut ini adalah perbedaan pendapat ulama mengenai penentuan awal rakaat makmum masbuq;
Pendapat pertama, dari Abu Hanifah dan ulama Mazhab Hanbali, penghitungan rakaat makmum masbuq adalah sesuai dengan rakaat yang dikerjakan imam.
Contohnya ketika makmum masbuq mengikuti imam di saat imam mengerjakan rakaat kedua, maka ia harus mengikuti imam sesuai dengan apa yang dikerjakan, baik gerakan shalatnya ataupun bacaan shalatnya.
Kemudian setelah imam salam, makmum harus berdiri lagi untuk mengqadha rakaat pertamanya yang tertinggal. Makmum masbuq ini harus membaca doa iftitah, berta’awwudz, lalu membaca surah Al-Fatihah dan surah lainnya, sebagaimana yang seharusnya ia kerjakan pada rakaat pertama.
Pendapat ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW. yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim:
مَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا، وَمَا فَاتَكُمْ فَاقْضُوْا
Artinya: “Apa yang kalian dapati (dari rakaat shalat), maka shalatlah, dan (rakaat) yang tertinggal, maka qadha-lah (tunaikanlah).” (HR Bukhari Muslim)
Pendapat kedua, menurut ulama madzhab Syafi’i, yang mana penghitungan awal rakaat shalat makmum adalah sesuai dengan apa yang ia kerjakan.
Oleh sebab itu, rakaat yang dikerjakan makmum masbuq bersama imam dianggap sebagai awal rakaat shalatnya. Sedangkan rakaat yang ia kerjakan setelah imam salam ialah rakaat akhir makmum.
Maka konsekuensi dari pendapat ini ialah ketika makmum datang terlambat kemudian masbuq dalam jamaah shalat subuh, sedangkan imam sedang mengerjakan rakaat kedua, dan ia membaca doa qunut bersama imam. Maka setelah imam salam makmum harus menyempurnakan rakaat shalatnya dan mengulang membaca doa qunut lagi.
Pendapat ini juga berdasarkan hadits Rasulullah SAW. yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim:
مَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا
Artinya: “Apa yang kalian dapati (dari rakaat shalat), maka shalatlah, dan (rakaat) yang tertinggal, maka sempurnakanlah.” (HR Bukhari Muslim)
Terkait perbedaan riwayat ini, Al-Baihaqi mengatakan bahwa riwayat yang dijadikan dalil landasan oleh mazhab Syafi’i merupakan riwayat yang lebih banyak dan tingkat kehafalan perawinya lebih tinggi daripada riwayat yang dijadikan dalil oleh Abu Hanifah dan ulama mazhab Hanbali.
Karena mayoritas masyarakat Muslim di Indonesia adalah penganut mazhab Syafi’i, maka hendaknya kita mengikuti pendapat mazhab Syafi’i tersebut. Sebab dalam persoalan penentuan awal rakaat imam lebih kuat dibanding pendapat Abu Hanifah dan ulama mazhab Hanbali.
Itu artinya, ketika menjadi makmum masbuq dalam shalat subuh berjamaah dan menemukan imam sedang mengerjakan rakaat kedua, maka setelah imam salam, kita harus berdiri kembali untuk menyempurnakan rakaat kedua, dan mengulang lagi membaca doa qunut. Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawwab.