Begini Makna Waktu Menurut Para Ulama Sufi

Inilah Penjelasan Makna Waktu Menurut Para Ulama Sufi

Pecihitam.org- Dalam dunia tasawuf, waktu menjadi satu bab tersendiri, karena para sufi sangat mendalami pentignya makna dari waktu dalam hidup yang sangat terbatas ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Makna Waktu dalam Bahasa Arab: al-waqt, merupakan penanda sebuah masa. Di dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 103 Allah SWT berfirman: Sesungguhnya shalat itu merupakan fardhu yang ditentukan waktunya atas manusia yang beriman“.

Artinya dalam waktu-waktu tertentu kewajibannya telah ditentukan. Waktu menurut para ulama sufi di ibaratkan sebagai sebuah pedang. Sebagaimana sebuah pedang yang bisa memotong sesuatu, maka jika waktu tidak mampu “dimenej” atau diatur dengan baik, maka dapat melewatkan seseorang dari kebenaran dan al-Haq.

Imam Syafi’i berkata dalam sebuah riwayat: “Selama saya bersahabat dengan para sufi, saya tidak memperoleh kemanfaatan yang lebih utama, kecuali dua kalimat dari mereka. Saya mendengar mereka mengucapkan bahwa waktu ibarat pedang. Apabila kamu tidak mampu “memenej”nya, pedang itu akan membunuhmu. Oleh sebab itu, sibukkanlah dirimu dengan kebenaran dan kebajikan, jika tidak, kamu akan disibukkan dengan kebatilan.”

Dalam melihat sebuah makna tentang waktu, para ulama sufi dibagi menjadi empat kelompok:

Baca Juga:  Jika Cukup Quran dan Hadis Saja, Mengapa Allah Turunkan Nabi untuk Menjelaskannya?

Pertama, kelompok yang dijuluki dengan ashab assawabiq. Mereka adalah orang yang hatinya dipenuhi dengan asma Allah. Mereka berkeyakinan bahwa dalam segala sesuatu yang telah ditetapkan di zaman azali tidak bisa berubah.

Oleh sebab itu, mereka menyibukkan diri dengan melakukan rutinitas ibadah baik fardhu maupun sunnah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT. Dan mereka tidak begitu memperdulikan sedang berada di sebuah masa atau waktu apa pun.

Kedua, kelompok yang dijuluki ashab al-awaqib, mereka adalah kelompok yang selalu memikirkan akhir hayatnya. Mereka berkeyakinan bahwa segala sesuatu akan dilihat di akhirnya.

Apakah khusnul khatimah atau justru su’ul khotimah. Terdapat senandung syair yang menyiratkan pemahaman kelompok ini: “Jangan terpesona oleh terangnya sebuah masa, sebab bisa jadi di dalamnya mengandung kerusakan-kerusakan.”

Oleh sebab itu, bagi golongan ashab al-awaqib, tidak ada yang tahu akan akhir sebuah perjalanan hidup seseorang, maka teruslah berbuat kebaikan dan kebajikan.

Janganlah kamu merasa heran terhadap manusia yang rusak dan hancur, serta menanyakan bagaimana mereka rusak? Akan tetapi, kagumlah kepada manusia yang selamat, bagaimana mereka memperoleh keselamatan?.” 

Ketiga, kelompok yang dijuluki ashab al-waqt, mereka adalah kelompok yang tidak menyibukkan dirinya sendiri dengan waktu azali, sebagaimana kelompok “sawabiq”. Dan mereka juga tidak menyibukan diri dengan masa atau waktu  yang akan datang seperti kelompok “awaqib”.

Kelompok ini lebih memfokuskan dirinya dengan menjaga waktu yang sedang dijalaninya. Mereka berkata, “seorang yang al-arif  atau yang telah makrifat merupakan anak zamannya, artinya bukan masa lalu ataupun masa yang akan dating”.

Keempat, kelompok yang dijuluki ashab al-haq, kelompok ini merupakan orang-orang yang menghabiskan waktu bersama pemilik waktu dan pemilik kebenaran. Mereka tidak memperdulikan waktu, Mereka hanya ingin menyibukkan diri dengan al-Haq.

Baca Juga:  Hakikat Manusia Menurut Ajaran Tasawuf Imam Al-Ghazali

Ada sebuah kisah, pada saat di pagi hari Imam Junaid al-Baghdadi bertemu dengan sahabat sufi lainnya, yakni Sari As-Saqathi. Imam Junaid bertanya: “bagaimana kabarnya di pagi harimu ini?” As-Sari menjawab, “bagi saya, tidak ada kabar kebahagiaan baik di pagi hari ataupun di malam hari. Saya tidak memperdulikan lama maupun sebentarnya sebuah malam.” Ia melanjutkan, “(jika engkau sudah merasa bersama Tuhanmu), maka engkau tidak akan merasakan adanya siang ataupun malam. Kelompok keempat ini menunjukkan bahwa mereka tidak memperdulikan terhadap waktu, karena mereka bersama sang pemilik waktu”.

Itulah beberapa penjelasan terkait makna dari waktu, bisa kita garis  bawahi bahwa waktu memang sebuah hal kecil, namun bisa menimbulkan dampak yang besar bagi kehidupan kita. Oleh karenanya, marilah manfaatkan waktu kita dengan sebaik-baiknya, dengan cara melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi kita semua.

Baca Juga:  Wushul, Ketika Manusia Tersambung Kepada Allah
Mochamad Ari Irawan