Melakukan Maksiat Setelah Bertobat, Apa Masih Dimaafkan?

Melakukan Maksiat Setelah Bertobat, Apa Masih Dimaafkan?

PeciHitam.orgManusia adalah tempatnya salah dan dosa”, demikian yang dikatakan dalam hadis. Hal ini menunjukkan bahwa mustahil manusia bersih dari salah dan dosa. Setiap manusia pasti pernah melakukan salah dan dosa dalam hidup, dan hal itu adalah wajar.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Meski demikian Allah adalah maha mengampuni dan memaafkan, dan sebesar apapun kesalahan da dosa yang diperbuat manusia, jangan pernah sungkan untuk memohon ampun kepada Allah SWT, dengan cara bertobat.

Namun tidak sedikit juga manusia yang masih lalai dengan maksiat dan tobatnya. Seperti contoh orang yang kembali melakukan maksiat setelah bertobat. Dalam kasus ini, tidak sedikit juga yang bertanya apakah Allah masih mengampuni manusia model begini?

Jati Diri Manusia

Berbeda dengan makhluk-makhluk lain, manusia adalah ciptaan yang sempurna. Allah sudah membekali kita dengan fitrah-fitrah yang suci, tetapi kita juga diberikan nafsu yang berpotensi untuk merusak fitrah tersebut.

Firmah Allah dalam Surat Asy-Syams 7 – 9 :

وَنَفۡس وَمَا سَوَّىٰهَا ۝  فَأَلۡهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقۡوَىٰهَا ۝  قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ۝  وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا

Artinya: “Demi manusia (nafsu) dan kesuciannya. Kemudian saya (Allah) memberitahu jalan keburukan dan kebaikan. Sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya. Dan rugilah orang yang mengotorinya.”

Firman Allah SWT tersebut menyiratkan sebuah makna bahwa manusia adalah makhluk yang suci, kesucian manusia sudah diberikan semenjak manusia itu dilahirkan ke dunia. Tidak hanya itu, Allah juga menitipkan pada manusia sebuah perantara seperti halnya orang tua bahkan ulama-ulama guna mendidik fitrah kita.

Baca Juga:  Berdebat Dalam Islam, Harusnya Dilakukan atau Ditinggalkan?

Setelah apa yang semua Allah berikan pada manusia dan perantaranya, selebihnya Allah memberi kelonggaran manusia untuk memilih jalan, apakah dia akan menjaga fitrahnya, atau mengotorinya dengan mengikuti bisikan setan terkutuk.

Manusia berpeluang menjadikan dirinya baik, atau menjadikan dirinya buruk. Lebih dari itu, manusia juga berpeluang menjadi perantara maksiat. Seperti halnya yang termaktub dalam Surat An-Nas:

  قُلۡ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلنَّاسِ ۝  مَلِكِ ٱلنَّاسِ ۝  إِلَـٰهِ ٱلنَّاسِ ۝  مِن شَرِّ ٱلۡوَسۡوَاسِ ٱلۡخَنَّاسِ ۝  ٱلَّذِی یُوَسۡوِسُ فِی صُدُورِ ٱلنَّاسِ ۝  مِنَ ٱلۡجِنَّةِ وَٱلنَّاسِ

Artinya: “Katakanlah (Muhammad)! Aku berlindung kepada tuhan manusia, Raja manusia, sembahan manusia, dari keburukan waswas terselubung yang mengendus dada manusia. Dari golongan jin dan manusia.”

Dari potensi pembawa maksiat ini, kehatian-hatian akan sangat diperlukan bagi manusia. Maka hendaklah manusia selalu meminta ampun karena manusia pastilah diselubungi dengan dosa, entah itu disengaja atau tidak disengaja.

Maksiat Lagi Setelah Bertobat, Apa Masih dimaafkan?

Tobat adalah permohonan ampun ada Tuhan setelah manusia melakukan kesalahan atau dosa atau maksiat. Tapi apa namanya jika maksiat datang setelah bertobat? Apa Allah memaafkan manusia model begini? Tuhan Berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 104:

أَلَمۡ یَعۡلَمُوۤا۟ أَنَّ ٱللَّهَ هُوَ یَقۡبَلُ ٱلتَّوۡبَةَ عَنۡ عِبَادِهِۦ وَیَأۡخُذُ ٱلصَّدَقَـٰتِ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِیمُ

Baca Juga:  Inilah Masjid Tertua di Indonesia dan Tradisi yang Terus Dipertahankan

Artinya: “Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima taubat hamba-hambaNya dan menerima zakatnya, dan bahwa Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang”

Berangkat dari firman tersebut, terdapat rasa sayang Allah yang sangat bersar pada manusia. Sehingga allah akan mengampuni dosa-dosa manusia, jika dia mau bertobat.

Ayat tersebut masih terlalu umum untuk menjawab pertanyaan di atas, untuk memperjelas jawabannya, terdapat tahsis atau pengerucutan sayang allah dalam terhimpun dalam hadis ini:

   إِنَّ عَبْدًا أَصَابَ ذَنْبًا فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَغَفَرَ لَهُ ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا آخَرَ وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى قَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَغَفَرَ لَهُ ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا آخَرَ وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَقَالَ رَبُّهُ غَفَرْتُ لِعَبْدِى فَلْيَعْمَلْ مَا شَاءَ

Artinya: “Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Dan berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Dan berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Lalu Allah berfirman: ‘Aku telah ampuni dosa hamba-Ku, maka hendaklah ia berbuat sesukanya’”

Hadis Shahih Riwayat Imam Bukhari di atas sudah cukup dapat dipahami tanpa penafsiran dan penjelasan, dan dari hadis tersebut juga terjawab sudah kegelisahan di atas. Bahwa Allah SWT pasti memaafkan perbuatan maksiat setelah tobat.

Baca Juga:  Muharram, Jawa dan Kisah Agung

Tapi meski begitu hendaknya manusia kembali bertobat dan bersungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya lagi, adapun kelalaian, itu adalah manusiawi.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan